BAB 14

1120 Kata
Bagian 14 Suhu dingin di tempat itu lagi-lagi membuat Mia bergerak dengan gelisah. Tubuhnya tanpa sadar terus bergeser untuk mendapat kehangatan dari seseorang yang sejak tadi tengah mengamatinya dalam diam. Aroma musk yang ia dapatkan dari tubuh seseorang yang kini sedang ia dekap membuat Mia semakin nyaman untuk menyelusup, bersembunyi ke dalam d**a bidang tubuh itu. "Bangun tukang tidur, kau akan menyesal jika melewatkan yang satu ini." Seru Alex di sebelahnya dengan suara serak yang khas, sehingga Mia langsung terjaga dan menyadari posisi tidurnya yang begitu dekat dengan pria itu. Lekas, Mia melepaskan dekapannya dan segera menjauhkan diri dari tubuh Alex karena merasa malu. Alex terkekeh pelan lalu beranjak bangun, dan tanpa persetujuan dari Mia terlebih dahulu, ia menarik Mia untuk ikut bangun bersamanya dengan sedikit paksaan. "Apa yang kau lakukan?!" Tanya Mia di tengah kesadarannya yang masih belum terkumpul sepenuhnya. "Melihat sesuatu yang tidak boleh kau lewatkan." Mia mengernyitkan kening. "Alex, aku masih ingin tidur, disini dingin sekali." Rengek Mia yang kesal karena pria itu kembali bertindak sesukanya. "Tidak ada penolakan, waktunya hanya sebentar Mia." Katanya tegas, menarik Mia yang masih enggan untuk meninggalkan ranjangnya untuk keluar dari kamar itu. Hampir seluruh pemandangan di sekitaran danau di selimuti oleh kabut tebal. Alex membawa Mia ke tempat yang lebih tinggi dimana mereka dapat melihat danau secara keseluruhan dari atas sini. "Kita mau melihat apa sih?" Tanya Mia seraya mengelus dadanya yang bergemuruh karena Alex menariknya untuk melangkah cepat, belum lagi suhu dingin di tempat ini membuat ia kesulitan bernapas. "Tunggu sebentar lagi. Lihatlah di hadapanmu." Perintah Alex dengan seulas senyum misterius. Saat Mia menuruti apa yang Alex katakan, barulah Mia menyadari sepenuhnya dengan suasana pagi yang jarang sekali ia dapatkan. Angin dingin yang bersemilir kini tak lagi Mia risaukan, sedikit demi sedikit kabut mulai turun dan menghilang. Burung-burung terbang bersamaan keluar dari sangkarnya. Dan bersamaan dengan itu, perlahan langit gelap mulai memancarkan warna kuning keemasan saat matahari muncul. Tidak ada satu detik pun yang Mia lewatkan saat matahari pagi naik untuk menampakkan diri dan menghiasi langit dengan cahayanya. Pria itu benar, dia akan sangat menyesal jika melewati momen ini. Mungkin ia tidak akan mendapatkan pemandangan seindah ini setiap hari. Dan pria itu kembali membawa kejutan untuknya, setelah semalam tanpa terduga ia juga membawanya ke tempat yang tak kalah menakjubkan. Mia menoleh perlahan pada pria di sebelahnya yang sedang memandang dengan khidmat suguhan yang semesta berikan untuknya. Ada perasaan hangat yang melingkupi tubuh Mia saat memandang wajah tenang dari pria itu. Mungkin, Mia memang tidak akan pernah bisa mengerti. Tapi untuk kali ini, Mia merasa cukup. Sesuatu yang menggelitik jiwanya sudah cukup membuat Mia merasa sangat bahagia. Sampai, Alex mengalihkan tatapannya pada wanita itu hingga keduanya bertatapan dalam satu garis simetris yang sama. Tatapan yang menyiratkan penuh makna, tidak ada yang tahu bahwa keduanya kini tengah bersusah payah menyembunyikan suara debaran jantung mereka yang tiba-tiba saja bertalu kencang. Pagi itu akan menjadi pagi yang tidak akan pernah mereka lupakan. *** Saat mereka kembali, sebuah kantong plastik berisi makanan instan, dan juga persediaan lilin telah tersimpan di meja dapur. Selain itu, terdapat kantong plastik besar yang di dalamnya berisi pupuk dan juga bibit tanaman yang jumlahnya cukup banyak disimpan dekat jendela besar yang langsung menghadap ke arah danau di luar. "Kau lapar?" Tanya Alex seraya melihat-lihat isi di dalam kantong plastik tersebut. "Siapa yang membawa makanan itu ke tempat ini?" Bukannya menjawab, Mia malah balik bertanya. "Jika aku beritahupun kau tetap tidak akan tahu." Jawabnya seperti biasa tidak pernah membuat Mia benar-benar mengerti. Mia mendengus seraya memutar bola matanya kesal karena selalu saja mendapatkan jawaban ketus seperti itu. "Hmm," Gumam Alex tak acuh, ia lebih memilih untuk berkutat dengan sandwich buatannya untuk sarapan pagi ini. "Habiskan, sejak semalam kau belum memakan apapun kan?" Kata Alex seraya memberikan sandwich buatannya di hadapan Mia. Tiba-tiba saja, selera makan Mia menjadi bertambah sesaat setelah melihat sandwich lezat yang Alex buatkan untuknya. Membuang rasa kesalnya jauh-jauh, Mia segera mengambil sandwich tersebut dan melahapnya sampai habis. Alex berdecak tatkala melihat cara makan Mia yang terbilang cepat itu, dengan inisiatifnya sendiri, ia mengelap ujung bibir Mia yang terkena saus dengan jarinya sendiri. "Pelan-pelan, Mia. Cara makanmu berantakan sekali." Geram Alex, seperti sosok kakak yang gemas melihat tingkah adik kecilnya yang sedang memakan sesuatu. Entah kenapa sikap Alex yang seperti itu malahan membuat Mia merasa gemas. Tanpa merasa dosa sedikitpun, Mia malah tertawa cengengesan, dan dengan sengaja membuat pria itu semakin kesal. "Cepat habiskan makanmu, setelah ini kau harus membantuku." Dengus Alex. "Apalagi yang akan kita lakukan?" Tanya Mia di suapan terakhirnya. Pria itu memberi seulas senyum misterius. "Ikuti aku." Katanya seraya membawa sekantong pupuk dan juga beberapa bibit bunga mawar yang siap untuk di tanam. Mia mengikuti langkah pria itu dari belakang. Di sebelah dapur, terdapat lorong kecil menuju pintu yang ternyata langsung terhubung dengan halaman belakang pondok tersebut. Disana terdapat lahan yang cukup luas, dimana rumput-rumput liar sudah memenuhinya dan juga tangkai dari bunga mawar yang kelihatannya lama terbengkalai. Beberapa kelopak bunga mawar yang sudah kering dan juga menghitam banyak berserakan di tanah semakin membuat lahan itu terlihat sangat tak terurus. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran pria itu saat melihat lahan luas yang sudah lama terbengkalai itu. Sesuatu yang membuat jiwanya kembali terusik. Kenangan yang mungkin tidak akan pernah ia lupakan. "Ini juga lahan milikmu?" Tanya Mia. "Sudah lama sekali," bisik Alex terdengar seperti sebuah gumaman, memberikan jawaban yang membuat Mia kebingungan. "Hmm?" "Ibuku sangat menyukai bunga mawar," Jawab Alex pada akhirnya. "Dan dimana orangtuamu sekarang?" Tanya Mia hati-hati. Pria itu menoleh dengan ekspresi kerasnya, entah apa yang ia pikirkan, tapi firasat Mia mengatakan bahwa ia telah salah berucap karena telah menanyakan hal tersebut. "Mungkin telah tiada." Jawab Alex dengan rahang yang mengeras. "Mungkin?" "Ya, mungkin. Karena aku juga tidak tahu dengan pasti..." Mia menaikan sebelah alisnya. "Maksudmu? Aku tidak mengerti." "Kau tidak perlu mengerti." Jawab Alex dingin, seketika langsung membuat Mia merasa sangat bersalah karena telah menanyakan hal yang mungkin pribadi dan sensitif untuknya. "Maaf." Ungkap Mia bersungguh-sungguh. "Untuk?" "Untuk bertanya..." Alex tersenyum hambar. "Terdengar basi untukku." Jawaban yang Alex berikan membuat Mia tersadar jika sampai saat ini, setelah cukup lama ia tinggal bersama dengan pria itu, sebagai istrinya---walaupun sampai detik ini ia masih belum mau mengakui kenyataan itu. Mia memang tidak mengetahui banyak hal tentangnya, mungkin apa yang ia ketahui selama ini hanyalah apa yang ia lihat dari tampak luarnya saja, yang tidak sengaja ia perlihatkan kepadanya. Tapi secara keseluruhan, seperti identitas, keluarga dan hubungannya yang menyebabkan pria itu mengenal Papa nya hingga pria itu memutuskan untuk menikahinya secara paksa. Mia masih belum bisa mengerti. Dan hari ini, setelah satu malam yang penuh dengan kejutan. Mia benar-benar ingin tahu siapa pria itu sebenarnya. Mungkin tidak sekarang, tapi cepat atau lambat. Mia akan segera tahu. Secepatnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN