Tidak Mungkin!

1195 Kata
"Nabilaaaaaa!" Wow. Satu kata, banyak kekesalan. Mungkin itulah yang bisa mendeskripsikan kekesalanku pada bosku sendiri dan masih dalam batas wajar. Kata 'wow' yang aku utarakan untuknya adalah kata yang sangat sopan, bukan sebutan para personil hutan. Mendengar suara teriakan itu membuat moodku untuk bekerja sedikit buyar. Beberapa saat yang lalu, para singa betina yang mungkin saja sudah puas dengan ke-buaya-an Diko, keluar beberapa menit yang lalu dengan ekspresi kebahagian yang terpancar jelas di wajah mereka. Hmm... biar ku tebak terlebih dahulu. Apakah mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan? cek berdigit misalnya? Entahlah. Itu bukanlah urusanku. "Nabilaaaa....!" Huft... Suara emas itu memang benar-benar menyusahkan. Jika aku tidak menghampirinya sekarang, mungkin mulut buaya buntungnya akan terus saja memanggil namaku sampai waktu bekerja usai nantinya. Bahkan sekarang, bangun dari kursi tempatku bekerja rasanya sangat berat. Seakan p****t ini tidak mau berpisah dengannya. Sebelum masuk, aku menghembuskan nafas terlebih dahulu sebelum mendengar beberapa ceramah dari sang bos. Setelah yakin, tanganku menari memasukan password dan.... Ceting... Pintu terbuka. Aku masuk dengan ekspresi yang datar. Masih belum bereaksi karena yang aku lihat hanyalah punggung sombong dari bosku, Diko Pratyaksa. "Ada perlu apa, pak?. Jika tidak terlalu penting, saya mohon pamit undur diri" Ujarku menahan semua kegaringan ini. Apa nikmatnya memandang punggungnya yang super duper sombong itu. Tahan, Nabila. Tahan. Tidak lama, Diko memutar kursinya dan memperlihatkan keangkuhannya. Aku yang tadinya hanya melihat ke arah lantai karena aku rasa lantai bersih itu tampak lebih menarik darinya, kemudian aku mendongak dan melihat ke arahnya. Detik itu juga, saat itu juga, rasanya perutku di kelitik oleh seribu orang. Sumpah, wajah bos sombongku itu begitu lucu. "Hahaha... Darimana lipstik itu berasal? Apakah Anda menjadi sales lipstik dan menguji cobanya di wajah agung Anda, bos?" Tanyaku sekaligus menyindirnya. Aduh, aku tidak bisa menahan tawaku kala melihat wajahnya penuh dengan lipstik. Bisa di pastikan itu berasal dari segerombolan singa betina yang beberapa saat yang lalu keluar dari ruangan ini. "Sudah. Kamu berhenti tertawa dan cepat bersihkan wajahku" Ujar Diko memerintah. Enak saja. Masa aku yang kena getahnya? Tidak mau lah!. "Enak saja. Membersihkan wajah agung Anda, tidak ada di kontrak yang dulu saya tanda tangani. Astaga, wajah Anda sangat lucu" Ucapku sambil tertawa. Jujur, aku tidak bisa berhenti tertawa. Sesuatu yang aneh terjadi. Ketika aku tertawa, Diko tiba-tiba ikut tertawa. Detik itu juga aku berhenti tertawa. Bagiku, itu adalah suatu keanehan. Dia menertawakan siapa? Dirinya sendiri? Tidak mungkin, bukan?. "Anda terlihat aneh kalau tertawa. Lebih baik saya keluar. Selamat siang" Ucapku dan keluar dari ruangan ini. Sempat beberapa kali Diko kembali memanggil namaku, namun aku tidak hiraukan. Aku tidak hanya merasakan keanehan, tapi aku juga merasa deg-degan. Aneh, bukan?. Entahlah, aku juga tidak tahu penyebabnya. *** Kring... Saatnya pulang. Mungkin aku adalah satu-satunya sekretaris di dunia ini yang tak loyal dengan atasannya, selalu ingin pulang lebih awal dari atasannya, dan selalu mengolok-olok atasan sendiri. Mungkin hanya aku saja di dunia ini. Atau memang ada yang se-aliran denganku, fix dia harus aku jadikan saudara. Aku mematikan komputer. Untung saja Diko memutuskan untuk memundurkan jadwal meetingnya dengan Moccasizo Group. Kalau tidak, mungkin saat ini aku masih berdiam diri di depan komputer untuk membuat ringkasan pertemuannya. Setelah mematikan komputer, mengambil tas dan bersiap pulang. Sebelum itu, aku biasanya menyempatkan diri untuk melihat perkembangan yang terjadi. Tentu aku tidak mau ketinggalan dengan semua kejadian, meski itu tidak ada hubungannya denganku. Tapi, itu penting. "Nabila, kamu jangan pulang dulu. Tolong masuk sebentar ke ruangan saya" Astaga, suara pria menyebalkan itu mengagetkan saja. Aku menyesal tidak membuatnya dalam mode silent. Ah, sore-sore gini, enaknya ngerjain si bos. Lebih baik aku mengabaikan perintahnya. Astaga, ide bagus itu muncul dari mana?. Great job, Nabila!. "Jangan berpikiran untuk mengabaikan perintah saya. Cepat masuk!" Memang dasar menyebalkan!. Aku tidak punya pilihan selain menghampiri lelaki menyebalkan itu. Aku sengaja membanting tas yang tadi sudah tertenteng cantik di tanganku. Aku tahu kalau apa yang aku lakukan itu sia-sia karena dia tidak mungkin mendengar suara hentakan tas. Tapi setidaknya hal itu bisa menenangkan jiwa yang memberontak ingin menjambak rambut pria itu sekarang juga. Huft... sabar Nabila. Memasukkan password dan pintu terbuka. Dengan ogahan aku menghampiri Diko yang masih fokus dengan laptopnya. "Ada apa? Aku sangat ingin pulang, badanku terasa sakit semua" Aku sengaja berbohong dengan mengatakan kalau badanku terasa sakit. Biasanya laki-laki sombong di depanku ini akan membiarkanku lolos dan pulang lebih dulu. Untuk semakin membuatnya yakin, sengaja ku pasang tampang kelelahan. "Benar. Kamu terlihat kelelahan" Astaga, sepertinya ada aroma-aroma keberhasilan menipu lagi. Oyee, mari kita pulang lebih dulu daripada si bos. "Tapi, jangan pulang dulu. Aku masih membutuhkanmu" Oke, pupus sudah. Sepertinya hari ini lembur lagi. "Kamu membutuhkanku dalam apa? Bukankah pekerjaan sudah ku kerjakan semua?" Ujarku memelas. Diko menutup laptopnya dan tersenyum mencurigakan kepadaku. Astaga, aku sangat mengenal arti senyuman itu. Semoga tidak lagi. Semoga aku tidak di suruh mencarikan barang yang pas untuk korban kebuayaannya. "Kamu memang paling rajin, sekretaris cantikku. Tapi aku membutuhkan saranmu dalam memilih barang yang satu ini. Yuk, gak usah tanya-tanya lagi" Tiba-tiba, tanpa aba-aba Diko menarik tanganku. Saat sampai di depan meja kerjaku, aku menghempasnya. "Gak usah pake acara pegang-pegang. Aku juga gak perlu bicara formal lagi karena jam kerja sudah selesai. Lebih baik kamu turun lebih dulu, aku mau mengambil tasku" "Oke. Ingat, kamu sudah berjanji. See you, Nabila!" Benar-benar menyebalkan. Dari senyumannya, aku sudah memastikan bahwa bahwa barang yang dimaksudnya sudah pasti untuk pacar sesaatnya lagi. Tenang saja, akan ku buat rencana manismu berakhir pahit. Tunggu saja. Aku tersenyum misterius pada lift yang baru saja Diko masuki. *** Dugaanku semakin menguat. Kami meluncur ke toko barang-barang mewah yang memiliki brand mendunia. Tidak perlu di sebutkan, kalian sudah pasti tahu brand yang dimaksud. "Coba kamu bantu aku memilihnya. Ini khusus untuk perempuan yang berharga dalam hidupku" Cih, berharga. Palingan kata berharga itu hanya bernilai sehari atau dua hari. Sebentar lagi menjadi kata tak berguna. "Tas lagi. Pasti untuk perempuan yang malang lagi" Aku mendumel tidak karuan selama menelisik satu per satu tas yang terpajang rapi. Rencanaku memang ingin memilihkan tas yang tidak begiu bagus, namun saat aku memperhatikan tas yang berwarna ungu muda itu, aku terperangah. Jujur, tas itu memang terlihat begitu sederhana, namun sangat terlihat mewah. Ia mewah dengan caranya sendiri. "Kamu, mau?" Aku tersadar ketika mendengar suara Diko yang berbicara di dekat telingaku. "Mbak, ambil satu yang ini. Bungkus untuk dia" Wait. Ini beneran untuk aku? Ini gak bohong kan seperti yang dulu-dulu?. "Ini beneran, kan? Kamu tidak memotongnya dari gajiku, kan?" Tanyaku memastikan. "Iya, aku beneran mau membelikanmu tas itu. Tunggu saja tas mu di kasir. Setelah itu, ayo kita pulang. Bukankah kamu tadi mengatakan tidak enak badan?" "Lalu barang untuk wanitamu?" "Sepertinya sudah. Dia memilih barang yang ia sukai" "Lalu kenapa menyuruhku?" "Supaya tahu seleranya saja. Ayo cepetan!" Ish, menyebalkan. Kalau memang wanitanya sudah memilih barang kesukaannya, kenapa malah menyuruhku lagi?. Tapi, tidak masalah. Yang penting hari ini aku mendapat tas yang begitu cantik itu. Aku bisa menjamin kalau tas itu bahkan lebih menarik dariku. Tapi, bentar. Tadi dia mengatakan kalau wanitanya sudah memilih yang ia suka. Jangan-jangan itu, aku?. Ah, kamu terlalu percaya diri, Nabila. Mana mungkin!.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN