POV Abi
Hari ini kulihat Rumi sepertinya masih kurang sehat, aku berniat menyuruhnya untuk ke apartemen agar bisa beristirahat kemudian menyiapkan semua keperluanku untuk besok perjalanan keluar kota.
Bagas sepertinya sengaja memberi kami waktu, ia pamit pergi keluar pada Rumi. Tak ingin membuang kesempatan akhirnya aku menarik Rumi masuk ke ruanganku, tak lupa kukunci pintunya. Akhirnya aku punya kesempatan lagi untuk menatap wajahnya yang manis tanpa gangguan untuk beberapa saat. Baru saja aku merasa senang ternyata gangguan itu datang menggedor pintu.
Dugaan Rumi memang benar, Jessica datang menggedor pintu tapi karena tak ada jawaban sepetinya ia kembali pergi. Aku sedikit bernapas lega, karena masih punya waktu untuk mendekati Rumi.
Ku serahkan sebendel kunci pada Rumi. Tetapi dia malah mempertanyakan kepercayaanku padanya, sungguh aneh gadis pesek ini. Disaat wanita lain di luar sana mungkin berharap bisa datang ke rumahku, tapi gadis ini seperti enggan untuk dekat denganku.
Entah kenapa ingin sekali aku menjelaskan padanya bahwa aku selalu percaya pada dia , sekalipun mungkin dia akan menguras seluruh harta yang aku punya, aku akan ikhlas tentunya. Ku ungkapkan semua perasaanku saat itu, yang tak terduga dia malah membekap mulutku dengan tangnya. Dia berkata untuk jangan membahas malam itu, aku paham betul pasti berat untuk dia mengalami itu semua. Karena ketidak sengajaan kami melakukan hal kotor dan memalukan. Apalagi dia bilang kalau dia adalah anak orang yang cukup dihormati di kampungnya pasti akan menjadi beban bagi dia kalau semua orang tahu dia sudah tak perawan karena ulahku.
Akhirnya aku meminta maaf padanya dan berjanji tak akan menyinggung soal malam itu lagi dan dia kembali tersenyum. Ada getaran hangat saat melihat senyumannya yang indah terukir di wajah mungilnya, semoga aku selalu bisa membuat dia mengukir senyumman itu.
Lagi- lagi si pengganggu itu kembali menggedor pintu sambil memanggil namaku. Sengaja aku tak segera membuka pintu, tapi Rumi menyuruhku untuk segera membukakan pintunya. Saat Rumi hendak keluar Jessica membuka pintu dengan keras hingga jidat Rumi menjadi korbannya, tak tega rasanya. Ingin sekali aku mengusap jidat wanita itu namun Jessica segera menyeretku menjauh. Sementara Rumi dengan cueknya dia berlalu begitu saja, namun kulihat wajahnya seperti menahan kesal.
Jujur saja malas sekali rasanya harus berdekatan dengan Jesica, namun demi image dan nama baikku aku harus bisa bersikap baik pada wanita menyebalkan itu.
***
Setelah selasai syuting aku buru- buru kembali ke unitku, ada rasa penasaran dalam hati ingin melihat apakah si gadis pesek itu masih di sana atau sudah pulang ke kosannya. Saat hendak membuka pintu aku mendengar suara musik dari dalam, itu artinya gadis pesek itu belum pulang. Sepertinya keberuntungan masih berpihak padaku, buktinya saat aku membuka pintu pemandangan yang tak pernah aku bayangkan kini terjadi. Iya, gadis culun itu kini sedang menari dengan hebohnya. Dia belum menyadari kehadiranku karena aku sengaja membuka sepatu saat hendak masuk tadi. Segera ku rogoh ponsel di saku celanaku, lalu ku rekam dia secara diam-diam. Setelah puas menonton aksi dia akhirnya aku memberi kode padanya, dia yang terkejut terlihat gelagapan melihatku.
Lucu sekali memang wanita mungil di hadapanku ini, tidak tahu saja dia, kalau aku sudah melihat bahkan mengabadikan momen langka yang ia lakukan barusan. Sekuat tenaga ku menahan senyum agar dia tak curiga, dengan mengulum senyum aku pura- pura mengecek kondisi unitku yang kini terlihat lebih bersih dan rapi berkat tangan cekataannya. Salah satu alasan aku mempekerjakannya juga karena dia adalah gadis cekatan dan tenang dalam menghadapi masalah.
Aku ingat betul saat hari dimana kami bertemu kembali setelah di jakarta dengan sabar dia menghadapi keangkuhan Jessica yang menghinanya di depan umum, dia juga tipe wanita yang apa adanya dan blak- blakan sama seperti aku. Dia akan bertanya langsung apa alasan lawan bicaranya kalau bertentangan dengannya, tipe wanita yang terbuka seperti dia sungguh menarik bagiku, dia juga bukan wanita manja yang selalu mengandalkan pria di sekitarnya.
Saat dia pamit akan pulang ada rasa tak rela dan ingin terus menahannya di sampingku, namun itu tak mungkin karena kami belum dalam ikatan yang sah. Akhirnya muncullah ide untuk mengantarnya pulang, belum sempat dia mengiyakan aku sudah bergegas siap- siap dan menyeretnya. Lima menit setelah naik mobil dia malah tertidur pulas, bukan jengkel saat melihat gadis itu tertidur hatiku malah terasa hangat dan senang menatapi wajahnya yang polos. Sampai akhirnya dia terbangun karena aku mampir ke sebuah restoran yang cukup ramai. Dia menawarkan untuk ke kosannya saja dan makan di sana. Sungguh aku merasa sangat beruntung hari ini, dengan mudahnya dia menawarkan untuk datang ke kosannya.
Sambil menyetir ku tersenyum juga memandanginya, sampai dia kembali protes takut terjadi kecelakaan. Ia mengeluarkan ponselnya , aku melirik penasaran sedang berbalas pesan dengan siapa gadis itu. Tapi nihil aku tak bisa melihat apapun.
Sampai tiba di depan gang kosannya. Dia malah memintaku untuk berhenti dan parkir. Tentu saja aku kaget, ku kira kita akan makan di kosan dia dan dia akan memasak untukku. Namun kenyataannya dia malah mengajaku makan di warung tempat dia makan. Seprtinya aku terlalu berharap banyak, sehingga akhirnya aku merasa tertipu dan kecewa sendiri.
***
Setelah selasai makan dan mengantar dia pulang ke kosannya, aku langsung pulang ke apartemenku. Baru saja ku rebahkan tubuhku sudah terdengar suara bel, dengan terpaksa aku menuju pintu untuk mengecek siapa yang datang. Ternyata Bagas yang datang dengan wajah yang terlihat serius.
“ Bagas? Ngapain Lo kesini? “ tanyaku heran.
Bukan menjawab Bagas malah menarikku masuk kedalam dan mengunci pintu. “ Ada apa sih Gas? Serius bener kayanya?! “
“ Lo harus liat ini. Gila ya tuh cewe, pake nyebar rumor ga bener segala! “ Bagas mengeluarkan ponsel kemudian menunjukan sesuatu padaku.
Aku menautkan alis. “ Ini foto tangan siapa? “ tanyaku kebingungan.
Kulihat Bagas hanya menepuk jidat. “ Itu tangan cewe yang nemplokin Lo Mulu! Si cewe ribet! “ sungut Bagas dengan muka yang menyeramkan.
“ Jessica? Terus itu yang satunya tangan siapa? “ tebakku, sekaligus bertanya karena penasaran juga. Bukankah akan bagus kalau Jessica sudah punya pacar dia tidak akan mengikutiku kemana aku pergi, terlebih saat bekerja sama harusnya dia tak akan kecentilan bukan. Sepeti itulah pikirku saat itu.
Tanpa aba-aba Bagas malah menepuk keras lenganku. “ Lo ga tau itu tangan siapa? Coba lu perhatikan lagi deh! “ menunjuk layar ponsel.
Aku menyipitkan mataku mencoba mencari tahu gambar tangan di layar ponsel itu. “ Siapa sih? “ tanyaku lagi masih belum menemukan jawabannya.
Lagi- lagi Bagas mengeplak lenganku, kali ini lebih keras karena terasa panas kulitku. “ Bodoh! Itu tangan Lo! Nih liat, terus lu juga baca komennya nih. Semua orang nebak kalau itu tangan Lo Abi! “ Semprot Bagas dengab wajah super geregetan menatapku.
“ Oh, tapi darimana dia dapet foto itu? “ aku balik menatap Bagas dengan bingung.
“ Nah itu yang gue pertanyakan. Baru aja gue mau tanya sama Lo. Lah lo aja bingung, tapi tenang kita pantau aja dulu ya Bi ?! “
“ Iya, gue lagi males banget ngeladenin dia Gas! Lu nginep aja, gue mau ngomong sama lu. Terus kita berangkat subuh besok. Jadi lu ga usah pulang! “ aku berjalan menuju kulkas dan mengambil dua kaleng alkohol dari dalam sana.
“ Lu ngajak gue minum di rumah aja nih? Kenapa ga ke club aja sekalian Bi? “ tangannya terulur menerima kaleng dari tanganku.
“ Males akh, nanti ketemu cewe kegantelan itu lagi. Gue trauma ke club gara- gara kejadian yang terakhir kali itu. Untung yang gue perawanin cewe baik- baik Gas. Coba kalau itu cewe lain yang gue ga kenal, bisa abis gue! “ aku bergidik ngeri.
“ Untung juga masih perawan ya Bi! “ canda Bagas sambil tertawa jahil menatapku.
“ Gila lu! jadi rencananya setelah acara ponakan gue beres, gue mau sekalian kenalin Rumi ke keluarga Gas. Menurut Lo gimana? Rumi bakal marah ga ya? Soalnya gue belum ngomongin ini ke dia, “ aku menyesap minumanku sedikit.