12. Kenyataan yang Pahit

1185 Kata
Sepasang mata melihat raut wajah sedih dengan apa yang terjadi di depan matanya. Semua perkataan yang terucap dari Fabian dan Kiren terdengar sangat egois. Mereka dengan sadar dan sengaja berselingkuh, mengkhianati orang-orang yang mempercayai mereka, khususnya Aurel. “Apa itu?” Dia tak sengaja melihat sekilas semburat senyuman licik di wajah Fabian. “Apa yang sebenarnya direncanakan Fabian? Kenapa Kiren begitu mudahnya dimanipulasi laki-laki licik itu?” Wajahnya semakin kesal dengan kelakuan Fabian. “Aku harus menyadarkan Kiren kalau perbuatannya ini bisa menghancurkan hidupnya sendiri.” Saat di bioskop tadi Okin yang sedang menunggu pesanan makanan dan minuman untuk mereka melihat dari kejauhan wajah cantik blasteran antara Indonesia dan Macedonia. Nenek Kiren yang warga negara asing menikah dengan Kakek Kiren. Walaupun blasteran generasi ketiga tetap saja ada karakteristik wajah campuran. “Cantiknya calon ibu dari anak-anakku,” ucapnya dengan mata tak berkedip. Okin sangat menikmati asyik keindahan mahluk ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna tersebut di matanya. Seorang wanita tinggi semampai dengan lekukan tubuh bak gitar Spanyol, kulit putih bersih dengan surai panjang berwarna coklat mampu membuat pria dan wanita menoleh menatapnya. Awalnya Okin tidak curiga saat Fabian berbicara dengan Kiren. Akan tetapi, ada sesuatu yang aneh. Dia mengernyitkan dahinya saat merasa ada sesuatu yang berbeda. Dia tahu kalau Kiren itu sosok yang tegas, berwibawa, dan angkuh. Semua itu menurut wajar karena kedudukan Kiren yang merupakan pemilik perusahaan. Okin menoleh ke arah Aurel yang masih dalam antri membeli tiket nonton dan fokus menatap layar ponselnya. Dia berusaha memanggil Aurel, tapi wanita itu terlalu asyik sendiri lalu mengirim pesan singkat. Okin : Kak Aurel kayaknya Kak Kiren dan Bang Fabian lagi bertengkar. Okin tersenyum lega saat Aurel menoleh e arah Kiren dan Fabian, tapi hanya sesaat lalu kembali sibuk dengan ponselnya lagi. “Loh kok…” Okin menoleh bolak balik dengan tak percaya, “masa cuman gitu doang. Wah gak beres ini.” Tak lama sebuah pesan masuk di ponselnya. Bu Aurel : Astaga Okin, kamu jangan berlebihan gitu deh. Sudahlah santai aja. Mereka berdua kalau akur malah aneh, kalau kayak sekarang itu wajar. Okin terkejut dengan pesan Aurel hal seperti itu dibilang wajar! Belum selesai rasa terkejut Aurel kembali mengirim pesan singkat lagi. Bu Aurel : Jangan ganggu aku lagi. Aku lagi push rank nih kalau aku sampai kalah kamu tanggung akibatnya! Okin menelan ludahnya sendiri dan tidak percaya ada perempuan seperti Aurel yang tidak peka dengan yang terjadi di depan matanya. “Hadeh si Aurel malah asyik, asyik sendiri gak lihat cowok nya lagi bertengkar sama Kiren. Perempuan model Aurel begini pasti gak percaya kalau misalnya Fabian selingkuh dengan wanita lain kalau pun tau udah terlambat.” Okin mendengus kesal dengan tingkah Aurel lalu mengalihkan pandanganya ke Kiren dengan khawatir. “Gawat ini kalau gak segera di relai bisa terjadi Perang Paregreg di jaman kerajaan Majapahit nih.” Dengan langkah percaya diri dan merasa bagaikan pahlawan kesiangan dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan menuju ke Kiren dan Fabian yang sepertinya sedang bertengkar. Dia tak ingin pertengkaran keduanya menjadi pusat perhatian dan membuat malu. Dia bergidik ngeri saat teringat kejadian beberapa hari yang lalu tentang proyek terbaru. Seharusnya sudah menjadi tugas Kiren sebagai Creative Director mengatur strategi pemasaran baik secara online dan offline. Kiren bersama tim creatif salah satunya dia merancang, menyusun, dan membuat postingan konten tertulis maupun visual mewakili brand agar tepat target market. Seharusnya semua sudah sesuai dengan keinginan client, tapi Fabian selalu menginterupsi hasil strategi marketing mereka. Fabian sebagai Account Executive memiliki tanggung jawab berbeda meskipun tidak bisa lepas dari tim kreatif, tapi caranya terlihat jelas kalau sengaja mencari masalah, terutama dengan Kiren. Pertengkaran Fabian dan Kiren yang tidak ada mau mengalah membuat staf yang ada di ruang rapat pusing sendiri. Sebenarnya konsep dan target market sama persis hanya cara penyampaiannya yang berbeda. Fabian dan Kiren, dua orang cerdas yang seperti sedang mencari perhatian dalam pertengkaran yang tidak ada penyelesaian. Untunglah, Rio, Direktur perusahaan sekaligus Abang Okin berhasil memisahkan pertengkaran keduanya. Rio bahkan mengambil alih tanggung jawab Fabian. Bagi Rio apa yang dilakukan Fabian sudah diluar tanggung jawabnya tugasnya, bahkan konsep dan target market sama saja dengan penyampaian Kiren. Tiba-tiba langka kaki Okin berhenti mendadak. Dia merasakan sekujur tubuhnya panas seakan hawa uap panas mengalir dalam tubuh. Desiran aliran darah seperti mengalir deras sampai di pusat otaknya lalu secara tiba-tiba berhenti dan membeku. Dengan mata kepalanya sendiri Okin melihat Fabian berusaha mencium Kiren, meskipun mendapatkan penolakan dari wanita tersebut bahkan mendorong Fabian, tapi yang dia tak habis pikir kenapa Kiren dan Fabian malah pergi bersama. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam pikiran pemuda yang masih tertegun tak percaya dengan apa yang disaksikannya. Perasaannya sendiri juga tidak karuan berusaha mencerna serta memahami apa yang telah terjadi dan bagaimana penyelesaiannya. “Loh mereka ke mana?” mata Okin melirik ke sana ke sini mengedarkan pandangannya mencari keberadaan dua manusia yang sangat mencurigakan tersebut. Hampir 10 menit dia mencari keberadaan Kiren dan Fabian. Okin sembunyi di balik dinding pintu keluar masuk parkir mobil, walau dia tidak mendengar seluruh pembicaraan mereka berdua, tapi dilihat dari gerak gerik kedua sudah dapat dipastikan mereka berselingkuh. Seluruh sendi-sendi di tubuhnya seakan melemah, hatinya tersayat perih melihat Kiren dan Fabian saling berpelukan sampai berciuman mesra. Dalam hatinya mengutuk perbuatan mereka, tapi semua berubah saat seulas senyuman licik di wajah Fabian. “Laki-laki b*****t! Nyesel aku pengen dia kemarin.” Okin kecewa dengan yang dilakukan sosok idolanya. Dia sangat kagum sama dengan cara Fabian berkerja. Menjabat sebagai Account Executive bukan hal yang mudah karena harus sabar, percaya diri, bisa membaca situasi, menghadapi karakteristik client yang berbeda-beda, dan bertanggung jawab. “Fabian musuh yang licik, pintar, cerdas, playing victim, manipulatif dengan modal wajah tampan dan kepercayaan diri tinggi. Jangan kan Kiren kalau aku jadi cewek juga bakalan meleyot.” Okin sambil manggut-manggut kepalanya memuji kemampuan Fabian. “Stop! Nih mulut stop. Sekarang bukan saatnya muji kelicikan si kucing oyen barbar penguasa komplek itu bermulut manis bikin diabetes.” Dengan tatapan tajam dia kembali mengintip. “Woy Okin!” Okin tersentak saat mendengar teriakan seorang wanita yang memanggil namanya. Betapa terkejutnya dia saat tau kalau itu Aurel yang berlari kecil menghampirinya. Dia sangat gugup keringat dingin membasahi dahinya, suaranya terceka. “Mati aku jangan sampai Aurel melihat kejadian gila ini.” Okin berkata dalam hatinya. “Hoi Kak Aurel ngapain di sini.” Okin bersuara nyaris tak terdengar. “Aku harus tenang, tarik napas buang.” Namun seiring Okin membuang napas bersamaan dengan buang angin yang senyap, tapi menebarkan aroma semerbak. “Aduh malah kentut lagi.” Dia menggeleng cepat dan kembali fokus. “Hoi Kak Aurel ngapain di sini!” Kali ini suaranya terdengar keras, tapi tidak kencang. Okin pun mengulanginya lagi, “Kak Aurel ngapain di sini!” Dia sangat lega akhirnya bisa berteriak sangat kencang dan keras mungkin berharap kedua pasangan selingkuh itu dapat mendengarnya sambil berjalan menghampiri Aurel. “Ada apa sih kok kamu kayak lagi nguping sih. Aku jadi penasaran.” Aurel berusaha mencari tahu walau dihalangi oleh Okin. Aurel berpura-pura nurut, tapi di saat ada cela berlari cepat melihat apa yang ada dibalik tembok. Okin sangat panik menutup mata dengan pasrah dan berkata lirih, “maafkan aku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN