3. Pagi yang indah

888 Kata
Seorang amak gadis masih asik terlelap dalam tidurnya. Bahkan bisa dikatakan sangat nyenyak. Tok.. Tok.. Tok.. "Dek, bangun.." entah sudah berapa kali Dzakki menggedor pintu kamar adiknya itu. Jika saja tidak di kunci, Dzakki sudah menerobos masuk ke dalam kamar. Tunggu, dirinya baru ingat jika memiliki kunci cadangan. "Kenapa ngga dari tadi aja ya." gumam Dzakki dan langsung membuka laci meja di dekat kamar adiknya. Dapat, tidak mau menunggu lama, Dzakki segera membuka pintu itu. Pintu terbuka, dia melihat adiknya yang masih berada di bawah selimut tebalnya. Dzakki langsung mencari remot ac dan mematikannya. "Dek, bangun ih. Udah siang loh." Dzakki menarik selimut adiknya. Tidak ampuh. Sebuah ide terbersit di kepalanya. Pasti cara ini ampuh membuat adiknya yang kebo itu langsung terbangun. Crek, Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamar adiknya. Merasa terganggu dengan tidurnya, Talita langsung menutup kepalanya dengan bantal. "Mas, silau ih." kesal Talita yang tidurnya terganggu. "Bangun Ta, Mas mau berangkat kerja. Kalo kayak gini terus ya ke depannya, mending kamu balik aja deh ke kampung." Kedua mata Talita langsung terbuka lebar. Dia juga langsung mendudukkan dirinya, "Jangan ih Mas." rengek Talita yang tidak mau di pulangkan ke kampung lagi. "Bangun mangkannya. Kamu bisa masak kan?" "Bisa. Kenapa?" "Di kulkas ada bahan makanan. Mas minta tolong kamu olahin ya. Dan nanti siang kamu anter ke kantor Mas. Tadi Mas ngga sempet masak buat makan siang." Talita mengernyitkan dahinya bingung, "Kenapa ngga beli aja Mas?" Dzakki duduk di hadapan adiknya, telunjuknya terulur untuk mendorong dahi Talita. "Ngga suka. Mas lebih suka masakan rumah. Biasanya tiap pagi Mas masak, tapi tadi telat. Keasikan jogging tadi Mas." Talita menganggukkan kepalanya. Bukan masalah besar untuk urusan memasak. Dirinya sudah terbiasa masa memasak di kampung. Ibunya selalu menyuruh dirinya untuk membantu ketika ibunya itu sedang memasak. "Oke. Jam beraoa Mas aku antarnya?" "Kamu berangkat jam 12 aja dari rumah. Nanti Mas wa, kita ketemuan nanti di lobby kantor Mas ya." Talita menganggukkan kepalanya lagi, "Okee, siap Mas." Talita mengacungkan jempolnya ke hadapan Dzakki. Dzakki ikut tersenyum ketika melihat orang yang dia sayangi tersenyum. Senyum yang dia rindukan ketika jauh dari adiknya. "Gitu dong nurut." bukan hal yang aneh jika keduanya bertengkar atau berdebat hanya untuk masalah kecil. Dzakki yang suka menggoda adiknya dan Talita yang gampang terpancing emosinya. "Yaudah, Mas berangkat ya." pamit Dzakki seraya bangkit dari duduknya. Cup, Dzakki mengecup puncak kepala Talita, "Di atas meja makan, Mas ninggali atm. Kalau perlu beli sesuatu ambil aja di situ ya." Dengan semangat Talita menganggukkan kepalanya. Ini yang dia rindukan dari sosok masnya, sangat royal kepada dirinya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti istri masnya itu, pasti selalu hidup berkecukupan. Semoga saja, masnya mendapatkan pendamping hidup yang tidak hanya menjadi parasit untuk hidupnya. Eits, tapi tentu saja Talita tidak mau masnya itu menikah sekarang. Nanti, entah kapan. Tapi hari itu pasti tiba, hari di mana dia akan melihat masnya bersanding dengan wanita lain selain dirinya dan juga ibunya. "Mas berangkat ya. Udah kesiangan soalnya." "Okee Masku." Melihat Dzakki sudah keluar dari kamarnya, Talita ikut bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi guna membasuh wajahnya dan juga menyikat giginya. **** Langkahnya sudah berada di dapur. Tidak besar memang dapur di rumah ini, tapi baru saja Talita menginjakkan kakinya, dia sudah betah berada di sekitar dapur. Dapurnya rapih, sangat estetik kalau istilah zaman sekarang. Jarang sekali, Talita melihat dapur rumah yang di huni oleh bujangan seperti masnya akan rapih seperti ini. Benar-benar, masnya itu berbeda dari kebanyakan pria di luar sana. "Masak apa ya?" Talita melihat banyak sayuran yang tetata rapih di dalam kulkas. Dan juga, banyak buah-buahan di dalamnya. Talita memutuskan untuk memasak ayam asam manis saja. Ketika menata sayuran yang dia butuhkan, ternyata ada yang kurang. Tidak ada bawang bombay. Sebenarnya tidak apa-apa jika tidak memakai bawang bombay, tapi bagi Talita rasanya akan berbeda nantinya. Lebih sedap memakai bawang bombay. Dengan terpaksa, Talita ke kamar guna mengenakan cardigannya. Tidak mungkin, dia keluar rumah menggunakan baju tanpa lengannya. Bisa-bisa habis dia jika Dzakki tahu. Bagi Talita, walaupun dia belum berhijab seperti ibunya, setidaknya dia keluar rumah dengan pakaian yang tertutup. Baru saja dia keluar dari gerbang rumahnya, dia melihat pemandangan yang membuat kedua matanya melotot. Lebih tepatnya, terpesona dengan apa yang dia lihat. Seorang pria baru saja keluar dari rumahnya dan berjalan menuju mobil. Tentu saja dengan pakaian yang sama persis dengan apa yang masnya kenalkan tadi. Setelan jas atas bawah. Tapi pria itu lebih mempesona di karenakan, dia menggunakan kaca mata hitam yang menambah kesan menly bagi Talita. "Siapa sih itu?" guman Talita dengan tatapan yang tidak lepas dari pria yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Bahkan Talita tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri. Ketika mobil itu sudah menjauh, Talita mengembangkan senyumnya. Senyum yang bisa di bilang, senyum yang bisa meluluhkan hati seorang pria. Bukan hal aneh bagi orang sekitar Talita ketika mengetahui Talita termasuk jejeran perempuan yang diincar untuk di jadikan pacar. Tapi dengan terang-terangan Talita selalu menolak laki-laki yang menembaknya. Dan memilih untuk sendiri sampai saat ini. "Fix, harus gue tanyain ke mas Dzakki ini mah." gumam Talita yang melanjutkan kembali jalannya. Pagi yang indah bagi Talita. Bagaimana tidak, baru saja dia melihat salah satu ciptaan Tuhan yang paling sempurna baginya. Bagaimana, Talita harus mencari tahu tentang pria yang baru saja dia lihat. Semoga saja, masnya tahu mengenai tetangganya yang satu itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN