3. MAMI TIRI

1198 Kata
Rea baru saja selesai mandi setelah tidur beberapa jam akibat jetleg. Adel yang satu kamar dengan Rea masih bergulung dengan selimut. Mereka bertujuh sudah menyusun jadwal untuk hari pertama di Paris. Jam menunjukkan pukul 10 waktu Paris, Rea tidak ingat perbedaan jam antara Paris dan Indonesia yang jelas ia sangat lapar sekarang. Rea mendekati Adel yang tertutup selimut “Kak bangun, udah ditunggu sama yang lain. Rea laper nih,” tangannya mengguncang tubuh Adel. “Ngantuk Re, aku nggak ikut makan ya,” ucapnya pelan. “Nggak, harus ikut. Cepetan bangun,” Rea menarik selimut yang ada pada tubuh Adel, membuat kakaknya mendengus kesal. “Ck, iyaiya,” Adel bangun dan berjalan menuju kamar mandi dengan sedikit terhuyung. *** Rea dan yang lain tengah menikmati menu makan siang yang ada di restoran dekat dengan hotel tempat mereka menginap. Udara kota Paris sangat segar, karena bertepatan dengan musim semi. Dimas beberapa kali mengambil gambar dengan kameranya. Entah mengarah pada pemandangan sekitar atau mengambil gambar saudara sepupunya. “Anya, gaun buat besok aman kan?” tanya Adel yang sudah menghabiskan hidangan yang ada di piringnya. “Aman kok, tadi aku sudah sempat cek lagi.” “Besok tiga tempat kan kak Anya?” Rea ikut bertanya. “Iya baby, semoga cuaca mendukung,” jawab Anya penuh harap. “Wah bisa jalan-jalan nih Re,” ujar Gio menggoda Rea. Mata Rea penuh binar mendengar kalimat jalan-jalan. “Pokoknya kak Gio harus nganterin Rea ke tempat itu ya,” ucapnya memelas. “...” Semua mata menatap Rea penasaran. “Tergantung bayarannya dong,” jawab Gio enteng. “Kemana?” tanya Dimas dan Raka berbarengan. “Dasar anak kembar, apa-apa emang harus barengan ya?” kekeh Gery. “...” Dimas dan Raka tersenyum geli melihat kekonyolan mereka sendiri. “Kamu mau ke mana Rea?” saat Anya bertanya, Rea tidak akan berani bungkam kalau atau berbohong. “Jangan ketawa tapi ya,” ucap Rea ragu sambil melirik yang lain bergantian. “Buruan kenapa sih, gemes deh” terlihat mata Anya sedikit melotot ke arah calon adik iparnya. “Itu loh, ke tempat terkenal yang jual Croissant,” Adel tidak tahan melihat orang di hadapannya begitu penasaran. “...” Rea nyengir dengan bodohnya mendengar ucapan Adel. “Astaga..” Raka dan Dimas menepuk jidatnya dengan tangan mereka sendiri secara bersamaan. “Kamu ya, aku kira kemarin cuma candaan. Jadi serius?” “...” Rea mengangguk tanpa rasa bersalah. Lagi pula apa salahnya jika ia begitu giila dengan Croissant. “Tenang Re, aku temenin kok. Mau masuk ke berapa toko bakalan kak Gio temenin.” Gio memang yang paling sayang dengan Rea. “Bayarin juga ya kak?” tatapan manis penuh rayu dari Rea. “Kalau yang itu harus sama si kakak kembar, biar sama-sama berkontribusi,” ucap Gio sambil tertawa. “Gampang, jangan aja minta beli tokonya sekaligus. Bangkrut gue, honor dari Gery belum turun,” ujar Dimas sambil menatap Gery sekilas. “Ihh, katanya gratis gimana sih? Kan liburannya sudah kita yang traktir,” protes Anya. Semua tertawa melihat Dimas mati kutu di semprot oleh Anya. Padahal niatnya hanya menggoda Rea dan Gery tapi ia lupa sudah membangunkan macan yang sedang berada di samping Gery. Liburan kali ini memang Gery dan Anya yang traktir karena adiknya juga yang ikut direpotkan untuk persiapan pernikahan mereka. Gery  ikut dalam menjalankan bisnis dengan papanya sedangkan Anya berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Belum lagi Anya juga bekerja sebagai Dokter Obgyn di rumah sakit yang sama dengan Adel. Dan Adel lah yang mengenalkan Gery dengan Anya. “Ampun kak, bercanda kali. Tenang, dokumentasi aman sampai kalian bulan madu. Bila perlu pas iya iya juga aku dokumentasikan,” bela Dimas dengan tatapan takut pada Anya. “Gila aja, gue masukin lo ke koper kalau sampai ngikutin kita bulan madu.” Gery melempar buah ceri yang ada dalam minumannya. Begitulah interaksi mereka jika berkumpul, tidak ada kecanggungan dan jarak. Mereka tumbuh menjadi saudara yang saling menyayangi dan saling menjaga. Beruntungnya Rea bisa menjadi adik paling bontot, membuatnya menerima begitu banyak kasih sayang dan cinta. Mengusir sepi tanpa kehadiran sang mama yang telah pergi lebih dulu. *** Rea sedang berada di kamar Gio, merengek meminta agar ditemani ke menara Eifell. Gery yang sekamar dengan Gio sedang pergi bersama Anya dan mereka tidak ingin di ganggu. Adel sedang sibuk video call dengan Vito, calon suaminya. Sedangkan Dimas dan Raka sedang bertemu dengan teman semasa kuliahnya di Paris. Jadilah Rea merengek pada Gio, karena cuma pria itu yang bebas tanpa acara. “Kak, ayo dong. Rea pengen lihat menara Eiffel malam hari,” rengek Rea di samping Gio. “Capek Re, besok juga kita jalan-jalan,” Gio sedang asik memainkan ponselnya. Rea mengerucutkan bibirnya “Besok itu seharian ngikutin kak Gery dan kak Anya. Mana bisa melenceng dari acara mami tiri.” Gio tergelak mendengar Rea menyebut Anya mami tiri, walaupun bukan maksud yang sebenarnya. Anya tetaplah wanita penyayang pada adik-adiknya. Walaupun rasa sayangnya ditujukkan dengan cara meninggikan suara dan matanya sedikit melotot namun masih terlihat manis di mata Gery. “Iyaiya, ayo kita ngedate berdua” Gio merangkul pundak Rea dan membawanya keluar kamar. Rea bersorak riang karena berhasil membujuk Gio walau hampir membuat mulutnya berbusa. Dan di sinilah keduanya, menikmati malam di Eiffel sesuai keinginan Rea. Rea dan Gio sedang duduk di bangku taman dekat menara Eiffel. Setelah berjalan dan mengambil beberapa gambar, Gio membelikan Rea segelas hot chocolate. Mereka asik duduk sambil bercerita hal konyol dan lucu. Gio memiliki selisih umur lima tahun dengan Rea yang berumur 22 tahun. Sama dengan Adel. Tapi Gio lah yang paling sering menghabiskan waktu dengan Rea, si adik sepupu paling bontot. “Re, kalau kamu punya kesempatan ke sini lagi kamu mau datang dengan siapa?” tanya Gio. “Hhmm, sama siapa ya? Nggak tahu kak,” jawab Rea asal. Ia juga bingung harus datang dengan siapa. Mungkin dengan suaminya kelak. “Kok nggak tahu sih? Bukanya cewek selalu punya angan pergi ke tempat romantis dengan orang yang spesial” Gio manatap Rea heran. Ia tahu adiknya belum pernah pacaran, tapi setidaknya Rea punya mimpi tentang seorang jodoh. “Ya untuk sekarang Rea nggak tahu kak Gio. Mungkin beberapa tahun lagi Rea menemukan jawaban dengan siapa Rea ke sini lagi.” Rea mencecap hot chocolate yang sudah terasa hangat. “Memangnya sampai sekarang kamu belum menemukan pria yang bisa membuat kamu jatuh cinta?” pertanyaan Gio dalam namun terlihat ringan bagi Rea. “...” Rea menggeleng. “Apa karena kami suka menjaili kamu agar jangan dekat dengan pria?” Gio dan yang lainnya memang sering mengatakan hal itu, kadang serius atau hanya sekadar membuat Rea jengkel. “Berhadapan dengan kalian saja membuat aku pusing. Apalagi nanti aku punya pacar, bisa-bisa pacarku cemburu sama kalian karena dia tahu aku sayang sekali sama semua kakakku.” Rea menyeruput hot chocolate miliknya sebelum melanjutkan kalimatnya. “Jadi bukan karena kalian aku belum punya pacar tapi memang belum ada yang cocok” Rea berusaha terlihat baik-baik saja, padahal dia sendiri tidak bisa membedakan bagaimana rasa suka dan rasa cinta. Ia belum berniat mempelajari itu semua karena masih ingin mengejar mimpinya. ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan*
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN