5

1321 Kata
Malam hari, aku dan keluargaku kembali berkumpul di meja makan. Membicarakan hal yang tak terlalu penting bagiku. Di setiap obrolan saat makan malam, pasti ada saja topik mengenai kisah semu diriku terhadap hal bernama cinta. Menyebalkan. Satu kata untuk menggambarkan perasaanku sekarang. Apalagi Arini yang sangat bersemangat menyindirku habis-habisan. "Aku kasihan dah sama brother, udah 25 tahun single dan herannya dia kok bisa tahan gitu ? Setelah kuhitung nih ya ma, udah 143 cewek yang brother tolak sejak SMP sampai sekarang !" Cerocos Arini panjang lebar tanpa mempedulikan makanan yang masih ada di mulutnya. Ibu menggeleng. "Setidaknya kakakmu yang dingin itu bukan player." Dalam hati aku merutuki nasibku yang bisa punya adik ceriwis macam Arini begini. Salahku apa sampai bisa punya adik sejenis ini ya tuhan. "Oh ya, kata Selma kamu sering ribut sama sekretaris barumu itu. Kiralya, ya ?" Aku hampir tersedak mendengar ucapan ayah. s**t, Selma niat comblangin aku lagi. Dari dulu ada saja caranya dia buat comblangin aku sama cewek yang entah dari mana asal usulnya. Sekarang dia berniat comblangin aku dengan si sekretaris pemalas itu ? Hell no. "Nggak terlalu, sudah berapa kali aku bilang buat jangan terlalu percaya sama celotehan Selma." Sahutku malas. Malas meladeni topik monoton ini. Ibu menghembuskan napas. "Rendra, ibu tau ini bukan lagi jaman Siti Nurbaya tapi, jika kamu gak serius mencari pasangan hidup sekarang, ibu akan jodohin kamu." Petir menyambar di malam bolong. Aku ingin tertawa keras mendengarnya. Apa ? Dijodohin ? Ini udah tahun 2015 dan jodoh-menjodoh masih marak rupanya. Tentu aku nggak akan mau dijodohkan dengan serius. Namun aku juga nggak punya calon pasangan hidup. Gila. Satu kata untuk menggambarkannya. "Bagus ma, bagus ! Biarin aja itu brother dijodohin sekalian. Biar khilaf." Seru Arini menyetujui ibu. Ayah mengangguk. "Iya, lebih baik begitu. Daripada dia jadi bujang lapuk bahkan telat nikah." Aku mendesah malas. "Ayah ibu aku udah besar, bisa cari pasangan hidup sendiri dengan benar." "Nggak ma jangan percaya ! Brother gak pernah serius cari pasangan hidup. Fokusnya hanya ke kantor, kantor, dan kantor mulu !" Sela Arini. Lama-lama ingin kusumbat mulutnya. Ayah berdehem. "Gini ya Rendra, jika kamu mendengar kisah lika-liku ayah dengan ibu sebelum menikah.. kau akan terkejut sekaligus terhura dengerinnya. Nah, berhubung sekarang kau bernasib sama seperti ayah sebelum ketemu ibu di umur 25 tahun, ayah sarankan kamu pedekate ke Kiralya." Detik itu juga aku tersedak air putih. Nggak salah dengar nih ? Kiralya ? Si sekretaris pemalas itu ? Oh nggak. Buat apa aku dekat-dekat sama si pemalas itu. Lebih baik aku mati diterkam singa daripada harus berdekat-dekat dengan Kiralya. Arini tersenyum lebar mendengar penuturan ayah. Ibu juga turut setuju. Disini aku terpojokkan seperti rusa yang sudah pasrah dimangsa harimau. Ini pertama kalinya ibu menyuarakan perjodohan setelah sekian banyaknya berceloteh tentang status singleku. Seperti kebanyakan orang, dalam hati tentu aku tak mau dijodohkan. "Kalian membuat nafsu makan ku hilang.." gumamku. Arini tersenyum miring. "Jangan khawatir bro, gue sama mama bakal cariin ISTRI yang cucok buat lu. Nggak nyesel dah pokoknya." "Terserah ibu buat ngejodohin gitu. Tapi kalo aku udah ada pacar, ibu gak akan pake jodoh-jodohan kan ?" Ibu mengangguk. "Gak akan, asal kamu cepetan aja sana nyarinya." Terkutuklah mulut ini. Bagaimana caranya aku dapat pacar dalam hitungan hari ? Ya untukku pasti gampang banget. Tinggal pilih, tembak, jadian deh. Yang kupermasalahkan adalah.. siapa perempuan itu ? Aku nggak akrab -sangat- dengan semua perempuan kecuali teman dekat SMA ku, Layla. Tapi sekarang dia ada di Semarang. Otakku nyut-nyutan mikirin ini. Aku tahu ini bodoh sekali, minta saran ke Rafa mungkin adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan. Tapi, hanya dia yang bisa kupercayai. *** Aku menuju kantor Collins Group saat jam istirahat makan siang. Tanpa mengabari maupun membuat janji terlebih dulu dengannya. Kenapa ? Repot. Aku hanya mempersingkat waktu. Berlama-lama bersama Rafa membuatku hipertensi. Dan aku nggak mau mengatakan penyebab hipertensiku pada dokter. Aku berdiri di depan ruang kerjanya. Mungkin kalian berpikir kenapa aku tak langsung masuk atau ketuk pintu ? Mau dibawa kemana harga diriku yang sangat tinggi itu. "Yo Rendra ! Gue tau lu ada disana, langsung masuk aja bro !" Seru Rafa dari dalam ruangan tanpa melihatku. Sejak kapan dia jadi paranormal begitu. Kumasuki ruangannya. "Gak usah bertele-tele, gua mau minta saran dari lo." Rafa meletakkan berkasnya. "Saran apa ? Tumben amat lu minta saran ke gue." Aku mengatur napas sambil duduk di sofa. Jujur, mengatakan ini membuatku malu setengah mati. "Lo pasti bakal ngakak pake guling-guling setelah denger kisah kelam gue semalam." Jawabku. "Emang apaan ? Lo bakal dijodohin sama tante Cia ?" Tanyanya balik disertai senyuman miring. Aku berdecak. "Lu kayak ngarepin gua cepet-cepet nikah." "Pffft, keliatan dari tampang lu yang udah kayak cowok habis diputusin pacarnya ! Bunda gue udah kasih tau kemaren tentang kesialan lo itu." "Persetan sama perjodohan. Jadi, saran lo apa sekarang ?" Benar kan, lama-lama aku bisa kena hipertensi sungguhan. Sifat humorisnya kadang membuat emosiku meledak. Rafa berdehem dalam tempo panjang. "Hmmmm...apa ya ? Bentar, butuh waktu berjam-jam buat dapetin ide." Kukepalkan tangan kananku. "Lo udah bosan hidup, huh ? Gue serius sekarang." "Wowowo ! Slow down, man. Nah ini gue udah dapet ide." "Cepetan gih, gue nanti ditabok sama ayah kalo ketauan kabur dari kantor." "Lo pura-pura pacaran sono." Entah kenapa ini hati sama pikiran bukannya tambah tenang atau apa tapi malah sedih. Kirain idenya lebih berkelas dikit kek atau apa, ternyata pura-pura pacaran. Kutuk saja aku sekarang. "Lu ngerti yang gue maksud, kan ?" Tanya Rafa sambil menyeringai iblis. Dia iblis, sungguh. "Pacaran tapi pura-pura, kan ? Astagfirullah, tobat lah kau nak. Lo nyuruh gue membohongi orang tua gue sendiri ?!" Rafa berdiri dari duduknya kemudian hendak keluar dari ruangannya. "Jadi lu mau nerima perjodohan itu ? Terserah sih. Selamat atas perjodohanmu. Kau sudah besar ya, nak." Aku langsung berdiri, menghampirinya setelah itu menggaet lehernya menggunakan tangan kiriku dari belakang. Enak saja mengatakan aku akan menerima perjodohan ala Siti Nurbaya itu. Sampai kapanpun nggak bakal aku terima. "Oke oke sepupu gue yang cakep, gue terima saran lo ! Jangan ninggalin gue gini kenapa !" Seruku. Rafa batuk beberapa kali akibat kaitan tangan kiriku di lehernya. "Ya udah bagus kalo gitu ! Njir lu woles aja kali, bang ! Lama-lama kita kayak homo disini !" Kulepas tangan kiriku dari lehernya dan kembali duduk di sofa. "Jadi intinya gue cuma perempuan buat jadi pacar pura-pura gue, kan ?" "Yo'i, biar cepet lu minta sekretaris lu aja." Demi Tuhan alam semesta, kenapa harus si pemalas itu lagi yang disebut ?! Aku mengerang malas. "Sumpah Raf, semalam ayah bilang mending gue pedekate sama si pemalas itu dan sekarang lo bilang gue pacaran pura-pura aja sama dia. Kiralya everywhere !" "Heh, kalo lu kagak mau cara cepet ya udah. Emangnya lo mau milih karyawan cewek lain ? Yang matanya item kayak kuntilanak, wajahnya ketebelan bedak 2 cm sama bibirnya menor itu ? Demi Arini yang kelewat ceriwis, lu sudi hah ?" Merinding banget dengerin celotehan Rafa. Ini yang paling nggak kusukai seumur hidup. Dan itu apalagi ? Adikku pake dibawa-bawa segala. "Kalo situasinya beda udah gue tabok mulut lo dari tadi. Tapi ya sudahlah, gue terima aja. Thanks." Rafa nyengir. "Sip dah, oh ya kasih kesan pertama lo waktu first date ya." Aku tersenyum sinis. "Oke, sebelum itu gue bakal kasih liat video waktu lo hangover sehabis putus sama gebetan pertama lo waktu masih kuliah." Rafa tertawa sinis. "Wah ! Lu mau dilaporin ke Tante Cia soalnya pura-pura pacaran ?" "Wey janganlah bro. Lo kan soulmate gue sejak kita masih pake popok, jadi lo ngerti sama perasaan gue kan ya." "Iya dah iya, hadeuh. Awas aja lu tunjukking video laknat itu, gue tenggelamin lu di kali ciliwung." "Ya udah gue cabut dulu, lama-lama kita kayak homo-an disini." Aku keluar dari ruangan sepupuku itu. Ini pasti ide tergila yang pernah kudengar seumur hidup. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, ada untungnya juga. Ibu akan membatalkan perjodohan abal-abalnya itu selama aku dan Kiralya bisa menjaga aib ini. Kiralya, I will get you. TBC 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN