Kasus Serupa

1568 Kata
Sesampainya di rumah Pak Bryan, Nicky langsung disambut oleh mertuanya yang sudah menunggu di ruang tamu. Wajah Pak Bryan terlihat cemas, sementara Bu Helena tampak kelelahan setelah seharian menduga-duga kabar dari Nicky. "Ada apa, Nick? Katamu penting?" Tanya Pak Bryan sambil bangkit dari duduknya. Tanpa menjawab panjang, Nicky meletakkan laptopnya di meja ruang tamu, mengeluarkan flashdisk dari saku, lalu memasangnya ke USB. Ia hanya berkata pelan, "Pak... Bu... Ini soal Diana. Aku... aku nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi kalian harus lihat ini." Bu Helena langsung mendekat, duduk di samping suaminya. Nicky membuka video yang tadi dia tonton. Di ruangan yang sunyi itu, hanya terdengar suara dari laptop, nyanyian lembut, suara perempuan yang terdengar seperti menimang bayi, dan wajah Diana. Ketika adegan-adegan itu bergulir satu demi satu, Bu Helena langsung menutup mulutnya dengan tangan, tubuhnya bergetar hebat. Air matanya tumpah tanpa suara. Pak Bryan mengepalkan tangan, matanya tajam dan wajahnya menegang menahan emosi. "Ya Tuhan... ini... ini Diana kita..." Suara Bu Helena tercekat. Pak Bryan tidak bisa berkata-kata. Ia hanya menatap layar dengan rahang mengeras dan napas yang memburu. Nicky menatap kedua mertuanya dengan hati berantakan. "Aku nggak tahu siapa yang tega memperlakukan Diana seperti ini... tapi dia jelas tidak baik-baik saja. Lihat, dia disiksa secara psikologis..." Ujar Nicky, mencoba mengendalikan emosinya. Setelah video berakhir dan tulisan,"Inilah bayiku, Diana... yang akan kusayangi selamanya" muncul di layar, suasana di ruangan itu makin berat. Tidak ada yang bicara selama beberapa detik. Kemudian, Nicky langsung mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi Pak Marco. "Halo, Pak Marco... Maaf mengganggu malam-malam. Tapi saya baru saja menemukan sesuatu yang penting. Sangat penting........... Ini soal Diana................ Ya, saya yakin sekarang dia tidak kabur atau hilang begitu saja, dia diculik, dan disekap oleh seseorang..... Ya, saya punya petunjuk sebagai buktinya....................... Tidak, pak. Biar saya yang akan kesana malam ini juga untuk memperlihatkan buktinya secara langsung." Dari seberang telepon, suara Pak Marco terdengar serius, "Baiklah, kabari saya jika sudah tiba di kota ini, maka saya akan langsung menemui anda. Bawa semua barang buktinya ke sini. Semoga kita bisa menemukan petunjuknya." Tanpa membuang waktu, Nicky, Pak Bryan, dan Bu Helena langsung bersiap. Mereka membawa laptop dan flashdisk itu. Malam itu juga, mereka kembali melakukan perjalanan menuju kota tempat Diana terakhir kali terlihat, kota tempat mereka bulan madu, dengan harapan menemukan petunjuk lebih jauh tentang siapa yang telah mengubah Diana menjadi "bayi" dalam kamar yang sangat misterius itu. *** Pak Marco duduk di depan meja kecil kamar hotel mereka, menatap layar laptop Nicky dengan sorot mata serius. Di sekelilingnya, Pak Bryan dan Bu Helena duduk diam, wajah mereka penuh ketegangan dan kengerian yang belum juga mereda sejak mereka melihat isi flashdisk itu. Video itu sudah diputar dua kali. Kali ini, Detektif Marco memperhatikannya bukan lagi dari sisi emosional, tetapi dari sisi penyelidikan. "Perhatikan gerak kameranya," ujar Pak Marco sambil menunjuk layar. "Kamera bergerak pelan ke kanan, lalu maju mendekati wajah Diana, lalu mundur. Ini bukan gerakan otomatis dari tripod atau kamera statis. Ada seseorang yang mengarahkan." Nicky mengangguk perlahan. Bu Helena menutup mulutnya, matanya mulai berkaca-kaca lagi. "Jadi... itu berarti..." Pak Bryan bergumam lirih. "Ya," sahut Pak Marco cepat. "Pasti ada dua orang di ruangan itu. Satu yang muncul di video, wanita yang memperlakukan Diana seperti bayi, dan satu lagi yang berada di balik kamera." "Ya Tuhan...," Bu Helena menunduk, tubuhnya bergetar. "Anak saya... dipermainkan begitu oleh dua orang... seperti mainan... Tega sekali dia terhadap anakku." Pak Marco menutup laptop perlahan. "Tapi sayangnya, kita belum bisa identifikasi siapa yang memegang kamera. Tak ada suara lain selain suara wanita itu dan Diana. Kamera juga tak pernah memantulkan bayangan siapapun selain mereka." Sunyi menggantung di udara. Nicky akhirnya berdiri dan berkata, "Kita tidak bisa diam saja. Kita harus cari tahu siapa mereka. Siapapun orang yang memfilmkan itu, dia tahu semua yang terjadi." "Pak Nicky, aku perlu tahu... darimana kamu mendapatkan flashdisk ini?" Tanyanya, suaranya tenang tapi terdengar serius. Nicky menghela napas panjang, lalu menjawab dengan jujur, "Tadi pagi, saat aku di rumah, tiba-tiba ada kiriman paket kecil. Tidak ada nama pengirim. Hanya sebuah amplop cokelat biasa... dan di dalamnya cuma ada flashdisk itu. Aku kira... cuma salah kirim. Aku juga sempat mengabaikannya." Pak Marco mengerutkan kening, fokus mendengarkan. Nicky melanjutkan, "Awalnya aku tidak terlalu peduli. Kupikir mungkin cuma kumpulan foto bayi orang lain yang salah kirim. Tapi..., karena aku gabut dan penasaran, aku akhirnya membuka isinya. Dan ternyata... isinya seperti yang tadi kita lihat." Pak Bryan yang duduk di sebelah Bu Helena, menepuk bahunya pelan, seolah berusaha menenangkan. Pak Marco mengangguk pelan, matanya tajam menatap jalan di depan. "Berarti ada kemungkinan besar... pengirimnya ini tahu kamu. Tahu kamu adalah suami Diana." Ujarnya berpikir keras. "Mungkin," jawab Nicky. "Atau mungkin... orang itu sengaja ingin aku menemukan ini. Aku tidak tahu." "Ini penting," kata Pak Marco. "Siapapun yang mengirim flashdisk itu, mungkin dia salah satu pelaku... atau mungkin dia saksi yang tahu sesuatu, dan ingin kita menemukan Diana." Malam itu di kamar hotel, setelah Nicky, Pak Bryan, dan Bu Helena duduk dan membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, Pak Marco masih berdiri di dekat mereka terdiam sejenak, raut wajahnya tampak berpikir keras. "Hmm.... Kalau nggak salah...." Tiba-tiba, Pak Marco berbicara dengan suara berat, "Kalau nggak salah... ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku." Nicky dan kedua mertuanya langsung menoleh penuh perhatian. Pak Marco mengusap dagunya pelan, lalu berkata, "Aku merasa kasus Diana ini... sangat mirip dengan sebuah kasus lain yang pernah kutangani beberapa bulan lalu. Tapi aku belum ingat persis detailnya. Seingatku, waktu itu juga ada seorang wanita muda yang tiba-tiba menghilang secara misterius... Dan pelaku mengirimkan dokumentasi tentang korbannya melalui flashdisk, sama seperti kejadian ini." "Benarkah, Pak Marco?" Bu Helena terkejut. Pak Marco berhenti sejenak, seolah mengumpulkan ingatannya. "Tunggu dulu," Lanjut Pak Marco dengan serius, "Aku perlu memeriksa kembali arsip-arsip lama di kantor. Aku harus mencari berkas kasus itu dulu. Mungkin saja ada keterkaitan antara kasus hilangnya Diana dengan kasus yang dulu." Pak Bryan mengangguk cepat. "Kami paham, Pak Marco. Lalu, apa yang harus kami lakukan sekarang?" Pak Marco menarik napas dalam-dalam. "Untuk sementara, kalian istirahat saja dulu disini. Kalian butuh istriahat karena habis perjalanan jauh menuju ke kota ini. Besok pagi, tolong datang ke kantor kepolisian. Kita akan lanjutkan penyelidikannya bersama-sama setelah aku mendapatkan dokumen yang kubutuhkan." "Baik, Pak." Sahut Nicky tegas, meski nada suaranya tetap terdengar cemas. Pak Marco mengangguk kecil, lalu menatap mereka satu per satu, memastikan mereka mengerti. "Setelah aku menemukan arsip itu nanti, jika itu memang benar kasus yang serupa...." tambahnya, dengan suara yang lebih dalam. "Mungkin... Diana bukan satu-satunya korban." Suasana mendadak menjadi lebih tegang. Setelah berpamitan, Pak Marco segera keluar dari hotel, melangkah cepat menuju mobil dinasnya. Tanpa membuang waktu, ia segera melajukan mobilnya ke kantor kepolisian untuk mulai membongkar semua arsip-arsip kasus lama. Sementara itu, Nicky, Pak Bryan, dan Bu Helena kembali ke kamar hotel. Sepanjang malam, mereka hampir tidak bisa tidur, bayangan tentang Diana dan video mengerikan itu terus menghantui pikiran mereka. *** Keesokan paginya, Nicky, Pak Bryan, dan Bu Helena datang ke kantor kepolisian, seperti yang sudah dijanjikan malam tadi. Mereka langsung menuju ruang kerja Pak Marco. Di sana, mereka menemukan Pak Marco sudah menumpuk beberapa berkas tua di mejanya. Matanya tampak lelah, seperti semalaman ia tidak tidur demi mencari berkas itu. Begitu melihat mereka masuk, Pak Marco segera berdiri dan menyambut, lalu mempersilakan mereka duduk. "Aku menemukan sesuatu," ucapnya serius sambil membuka map tebal berisi dokumen kasus beberapa bulan lalu. Pak Marco menarik napas dalam, lalu mulai menjelaskan. "Beberapa bulan lalu, kami menangani sebuah kasus serupa. Seorang gadis muda dilaporkan hilang. Sama seperti Diana, tidak ada tanda-tanda kekerasan, tidak ada jejak pelaku, hanya satu hal aneh yang terjadi, setiap bulan, keluarga korban menerima sebuah flashdisk yang dikirimkan secara misterius ke rumah mereka." Nicky dan kedua mertuanya menatap Pak Marco penuh perhatian. Pak Marco melanjutkan, "Isi flashdisk itu berupa video... Video korban, tapi kali ini korban diperlakukan bukan seperti bayi. Melainkan... seperti seekor anjing." Semua yang mendengar terdiam, ngeri membayangkan. "Korban itu dipakaikan kalung anjing di leher, diberi makan dari lantai, diperintah berjalan merangkak dan menggonggong. Sama seperti yang kita lihat di video Diana, wajah pelaku utama tidak pernah diperlihatkan ke kamera, hanya terdengar suaranya. Dan dari video yang kami periksa, sepertinya ada juga seseorang lain yang merekam, sama seperti kasus Diana." "Benar-benar kasus serupa, tetapi hanya beda cara dia memperlakukan korbannya." Pak Bryan berbisik, "Jadi... bisa saja orangnya sama?" Pak Marco mengangguk. "Ada kemungkinan. Tapi kita tidak bisa memastikan hanya dari pola ini saja. Yang membuatku tambah curiga, sejak tiga bulan lalu, keluarga korban tidak pernah menerima kiriman flashdisk lagi. Kami juga belum pernah menemukan korban sampai sekarang." Wajah Bu Helena tampak pucat mendengar hal itu. "Apakah korban sebelumnya sudah mati?" "Entahlah.. KArena hingga saat ini masih belum ada tanda-tanda jejak dari pelaku." Jawab Pak Marco. "Karena itu," lanjut Pak Marco,"untuk memastikan apakah ada keterkaitan, bagaimana jika kita menemui keluarga korban sebelumnya. Mereka tentu tahu lebih banyak, bisa saja ada petunjuk yang belum sempat digali dari kasus tersebut." "Ya, kami setuju sekali, Pak Marco." Jawab Pak Bryan dengan antusias. "Baiklah, mobil sudah kusiapkan. Kita berangkat sekarang." Kata Pak Marco sambil mengambil map berisi dokumen penting. Tak butuh waktu lama, mereka semua keluar dari kantor polisi dan menuju mobil. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa berat. Tak seorang pun berbicara banyak. Mereka hanya larut dalam pikiran masing-masing, membayangkan betapa kejam dan gilanya orang yang mungkin menculik Diana. Dalam hati kecilnya, Nicky berdoa, semoga pertemuan dengan keluarga korban sebelumnya ini bisa memberikan petunjuk, sebelum semuanya terlambat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN