TWO

2652 Kata
PLAK!" Otomatis, tangan ramping Elena menampar wajah di depannya. Dia menahan rasa geli pada telapak tangannya ketika dalam waktu yang cepat itu merasai sekilas bulu-bulu lebat di rahang lelaki kurang ajar itu. Tak hanya urakan, berantakan, dan bau rokok saja, lelaki itu juga kurang ajar. Menjual dirinya pada Elena? Bahkan mengakui harga tubuhnya lebih mahal dari semua berlian kecintaan Elena? Yang benar saja! Rolf tahu bahwa kalimat yang dilontarkannya akan berakhir dengan satu tamparan di wajahnya tetapi sama sekali tidak menyangka bahwa tamparan itu begitu keras hingga rasanya pipinya membengkak. Perempuan ganas! Umpatnya di dalam hati saat melotot pada si pemilik toko berbibir seksi itu. Demi Tuhan! Sejak pertama melihat makhluk bermulut pedas itu perhatian Rolf selalu terarah pada bagian-bagian tertentu dari perempuan itu tanpa disadarinya. "Siapa sih kau? Kurang ajar sekali! Bayar saja ganti rugi berlianku dan kerusakan tokoku!" Elena bercakak pinggang, sama sekali tidak mau mundur dari kedekatannya dengan lelaki berambut kacau itu. Sambil menahan rasa nyeri di pipinya, Rolf tersenyum miring. "Rolf Zimmberman. Aku seorang penulis dan baru saja dicampakkan kekasihku. Aku meminta tanggung jawab karena tokomu menjual cincin sialan yang menguras isi dompetku." Elena mengernyitkan dahinya ketika mendengar rentetan kalimat Rolf. "Aku bertanya siapa namamu bukan riwayat kegagalanmu dengan kekasihmu!" lagi, Elena melipat tangan di d**a hingga kembali mata Rolf terarah ke bagian tersebut. "Apa yang kau lihat heh!" Rolf menyeringai. "Melihat apa yang harus dilihat." dia memberi jawaban ringan dan hal itu membuat Elena menurunkan kedua tangannya ke sisi tubuh. Wajah Elena memerah. Dia seperti orang bodoh yang meladeni orang gila. Bukan seperti ini cara yang biasa dilakukannya. Ia mengedikkan bahu, menoleh manajernya dan memasang kacamata hitamnya. "Hubungi polisi. Katakan ada lelaki gila mengamuk di toko dan merusak berlianku." Elena menurunkan sedikit kacamata hitamnya hingga menggantung anggun di ujung hidungnya. "Kau harus ganti rugi! Kalau tidak dalam 24 jam kau akan berada di sel."   Rolf berdiri santai dan mengembangkan kedua tangannya ke udara hingga Elena dan semua pramuniaga melihat d**a terbukanya di balik jaket yang terbuka. Beberapa menatap lekat pada d**a berbulu dengan bentuknya yang padat dan kecokelatan, namun Elena tak mau melihat pemandangan itu terlalu lama, dia lebih fokus pada wajah serampangan Rolf serta cengiran yang menyebalkan itu. "Sudah kukatakan aku miskin. Aku tak sanggup membayar ganti rugi kecuali kau mengembalikan uangku yang membeli cincin berlian sialan dari toko ini." Rolf mengeluarkan bungkus rokok, bersiap menyulut rokoknya. "Jangan merokok di sini! Aku benci baunya yang mengotori udara." Elena berteriak keras, tanpa sadar menepis lengan Rolf namun yang terjadi adalah wajahnya disembur oleh asap rokok lelaki sialan itu.   "Kau akan menyukai baunya jika sudah membeliku." Rolf menyerigai tepat di depan wajah Elena. Elena terbatuk dan mundur selangkah. Dia menggeram sakit hati dan memakai kacamatanya dengan sempurna. "Aku akan menelpon polisi sekarang juga, meminta mereka mengurungmu." dia mengeluarkan ponselnya hingga dikejutkan oleh panggilan dari benda itu. Nama salah satu bibinya terpampang di layar ponselnya, bibi yang gemar menyodorkan lelaki-lelaki muda yang bersedia kencan buta bersama Elena. Sudah ratusan kali Elena memenuhi kencan buta yang diatur sang bibi namun hasilnya selalu sama, Elena tak tertarik dengan semua lelaki itu, dan bibinya tak pernah jera, selalu mendapatkan daftar lelaki muda yang siap kencan buta. Sambil dengan sengit melepas lagi kacamatanya, Elena menyambut panggilan itu dengan jengkel. "Ya!" Elena menunda menelpon kantor polisi dan menyambut panggilan bandel sang bibi. Deretan kalimat berbahasa Perancis menerpa telinga Elena. Seluruh yang ada di toko itu sunyi, menatap lekat pada Elena yang mengerutkan dahi. "J'ai tout dit en vain. Je ne veux plus de blind date!" (sudah kukatakan semua sia-sia. Aku tidak mau lagi kencan buta!) kerap kali mendapatkan telepon yang mengarah pada keadaan lajangnya, entah itu masalah jodoh atau daftar kencan buta dari keluarga di Swiss, Elena akan berbicara dalam bahasa Perancis. Sambil bersandar di meja pesanan, Rolf mendengar dan mengerti percakapan Elena. Hingga perempuan itu menyudahi percakapannya dan kembali pada ponselnya, siap menghubungi polisi, Rolf berkata santai dan membuat Elena mengurungkan niatnya. "Tak bisa menghindari desakan bibi untuk kencan buta? Jika kau bawa aku, takkan ada lagi lelaki yang berniat kencan buta denganmu." Elena mengatupkan bibirnya, menyembunyikan rasa kagetnya saat mendengar Rolf mengetahui percakapannya dengan sang bibi. Apakah si urakan ini tahu bahasa Perancis? Rolf merasa di atas angin mendapati perubahan air wajah di depannya. Dia belum tahu siapa dan bagaimana karakter perempuan ketus itu, tapi dari hasil mengupingnya, dia bisa menyimpulkan bahwa perempuan itu bosan dengan anjuran kencan buta. Rolf tak bisa mengganti rugi berlian yang retak serta kekacauan yang ditimbulkannya. Dia juga tak mau masuk penjara karena sebuah berlian retak. Bisa-bisa karir menulisnya hancur. Elena mendapat satu pesan. Ia menunduk dan membuka pesan yang datangnya dari salah satu General Manajernya di perusahaannya. "Elena. Asistenmu mengundurkan diri. Dia tak sanggup bekerja dengan penyihir. Itu katanya bukan kataku." Elena mendengar suara di depannya. "Bagaimana? Kau bisa menyuruhku apa saja asalkan aku tidak mengganti rugi berlian retak itu." Rolf melumat rokoknya di lantai toko. "Kau boleh mengecek rekeningku. Tak ada dolar yang cukup untuk mengganti kerusakan yang ada. Kecuali kau mengambil kembali cincin kawinku dan mengembalikan... " "Tak ada uang kembali setelah kau membeli produkku!" Elena membentak. Rolf tersenyum. "Dan bagaimana keputusanmu?" Elena menggenggam erat ponselnya. Pesan tak hanya masuk dari GMnya namun dari teman-temannya yang menuntutnya membawa pasangan dalam pernikahan teman yang lain, jika tidak Elena diminta menari striptis di pesta lajang. Astaga! Belum lagi bibinya kembali menelpon. Menuntut lelaki miskin di depannya juga tak membawa hasil memuaskan. Apa yang mau dituntut jika dengan percaya dirinya si urakan itu mengakui dirinya miskin bahkan sudah bersedia agar Elena memeriksa rekeningnya. Dan sialannya, Dolar yang ada di rekening itu hanya cukup untuk makan yang paling sederhana di Manhattan sementara apakah ada yang sederhana di Manhattan? "Bagaimana?" Rolf memajukan wajahnya dan Elena tetap pada posisinya. "Aku ingin bicara denganmu di ruanganku di sini." **** Toko perhiasan itu memiliki beberapa lantai di atasnya dan ruangan si nona bermulut ketus itu ada di tingkat tiga. Berada di satu lift dengan perempuan yang berdiri berjauhan dengannya membuat Rolf menyengir. Elena mendelik pada Rolf. "Ada apa dengan bibirmu itu?" ia melipat tangannya di d**a sehingga Rolf berpikir bahwa itu memang kebiasaan Elena. "Kau seperti tak ingin berdekatan denganku?" Rolf menyindir sambil mengendus lengannya. "Kurasa bauku wangi."   "Kau bau rokok." Elena menjawab ketus. "Dan berantakan." Bibirnya membentuk sudut miring. "Sesuai dengan pengakuanmu tadi. Miskin." Ia merasa laki-laki di depannya itu sengaja. Rolf mengacak rambutnya sendiri. "Aku penulis. Patah hati dan miskin. Makanya tak bisa membayar ganti rugi." Elena melihat pintu lift terbuka. Dia mendengus dan melangkah mantap dengan salah satu kaki jenjangnya. "Aku bukan tempat penampungan kisah patah hatimu. Kau pelanggan gila yang merusak propertiku." Rolf melihat bagaimana perempuan berambut gelap itu berjalan di depannya. Elegan. Itu satu kata yang diberikan Rolf untuk perempuan itu. Mahal. Satu kata berikutnya yang disematkan Rolf saat melihat atribut yang menemani penampilan perempuan itu. Dalam satu pandangan, Rolf tahu bahwa seluruh perhiasan yang dikenakan perempuan itu adalah berlian. Tubuh perempuan itu dihiasi berlian-berlian berkilau dari anting-anting, gelang, kalung bahkan jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya yang ramping. Rolf melihat taburan berlian kecil di seputar arloji. "Siapa namamu?" Rolf mencetuskan pertanyaannya pada saat Elena mendorong pintu ruangannya. Elena menoleh Rolf dan balik bertanya. "Memangnya aku belum memberitahu namaku padamu?" Rolf bersandar pada dinding lorong. "Well, kau terlalu sibuk ingin memintaku ganti rugi." "Dan kau sibuk berkeluh kesah bahwa kekasihmu mencampakkanmu. Kasihan!" Elena balik mengejek. Apa rasanya bergelut lidah dengan si ketus ini! pikir Rolf jengkel. "Oke, jadi siapa namamu. Bukankah selangkah lagi kau akan membeliku? Jadi aku harus tahu siapa nama orang yang membeli tubuhku." Elena nyaris membanting pintu ruangannya saat dia masuk ke dalam ruang namun benda itu ditahan oleh Rolf. Lelaki itu menatap Elena dengan serius dengan bola mata birunya yang berbinar-binar bagai permata yang biasa dilihat oleh Elena sejak kecil, bagai bola mata kucing yang bersinar terang di kegelapan. "Aku serius. Kau akan melihat lelaki putus asa di hadapanmu kali ini." Sialan! Dia tak perlu berbicara dengan lagak memelas seperti itu kan? maki Elena dalam hati. Ia melepaskan pintu dan membalikkan tubuhnya. "Elena Von Arx!" dalam sekejab dia sudah berdiri di balik mejanya. "Itu namaku."   Rolf mengelus dagunya dan menatap ruangan elegan yang rapi itu dan berdecak kagum akan semua barang mahal yang ada di dalamnya. Ia adalah seorang penulis dan kerap kali mencari banyak referensi untuk keperluan menulisnya sehingga dia sangat mengenal beberapa barang di ruangan itu beserta brand yang melekat. "Kau harus mengganti berlianku." Suara tegas Elena membuat Rolf menatap perempuan itu yang telah duduk tegak di kursinya. Tanpa ditawarkan sebelumnya, Rolf mengundang dirinya sendiri untuk duduk di kursi empuk di depan meja licin Elena. Sekilas dia melihat beberapa pigura yang menampilkan Elena bersama beberapa orang serta dengan latar belakang gedung tinggi di suatu negara lengkap dengan bagian depannya yang bertuliskan Von Arx Family Jewelry Group. "Kau harus mengganti berlianku..." Rolf menatap Elena. "Sudah kukatakan..." "Dengan bekerja untukku sebagai asisten." Elena memotong kalimat Rolf. Dia melihat alis lebat lelaki di depannya berkerut. "Asisten untuk segala kepeluanku dan gajimu secara otomatis akan dipotong separuh untuk menyicil ganti rugi berlianku." Rolf terdiam sejenak. Dia menatap wajah aristokrat di depannya. "Asisten..." Elena berdiri dari duduknya dan mendelik pada Rolf. "Kau bilang aku boleh menjadikanmu apa saja kan?" ia menekan kedua tangannya di meja dan tersenyum pada Rolf. "Kau menjual dirimu padaku dan aku cukup berbaik hati masih memberikan separuh gaji padamu mengingat kau berulang kali mengaku miskin." "Kau siapa sebenarnya?" Elena melirik Bonianya dan melempar kunci mobil pada Rolf yang segera menangkap benda itu. "Aku pewaris tunggal dari Von Arx Jewelry Group dan mengelola cabang Amerika Serikat.Sekarang kau bertugas menjadi supirku. Bawa aku ke kantorku." Ia keluar dari balik meja, mengibas rambut gelapnya dan menatap Rolf. "Ingat kau adalah asisten segala urusanku. Dan tolong tutup jaketmu dan rapikan rambut berantakanmu itu." Rolf ternganga mendengar perintah Elena yang terorganisir. Suara tumit sepatu Elena serta suara perempuan itu membuat Rolf berdiri dengan kaget. "Buka pintu untukku." Elena tersenyum kecil, sinar mata gelapnya berbinar senang ketika lelaki urakan itu berjalan ke arahnya dengan wajah keruh. "Silakan." Rolf berkata dengan rahang terkatup. "Terima kasih." Elena memasang kacamatanya dan berjalan mendahului Rolf. Rolf membanting pintu ruang kerja itu dan mengumpat saat mengetahui bahwa benda tersebut dipasang alat peredam. Tubuh ramping bercelana panjang itu menerpa pandangan Rolf. Salahnya sendiri menawarkan dirinya pada Elena. Pikiran kotornya berpikir mungkin saja Elena akan lebih senang tidur dengannya, kenyataannya adalah dia menjadi pesuruh perempuan itu berkedok asisten. Rolf terkekeh dalam hati. Sialan! Baiklah Elena Von Arx! ****   Elena meminta supirnya kembali ke kantor dengan menggunakan taksi sementara ia menaikkan alisnya pada Rolf yang terpaku di depan pintu toko saat melihat kendaraan apa yang akan dikemudikannya untuk Elena Von Arx.  Sebuah Maserati GranTurismo S hitam pekat terparkir gagah di depan toko, sebuah mobil super mewah yang digemari perempuan berselera tinggi sekelas Elena. Tak hanya sekadar menjadi penggemar, Elena bahkan memiliki mobil yang menjadi bagian dari film Fast and Furious itu.   Rolf tak berani memikirkan harga mobil tersebut hingga dia bisa menelan ludah saat Elena menatapnya dari balik kacamata hitamnya. Perempuan itu meminta Rolf membuka pintu mobil untuknya. Rolf menekan tombol kunci dan membuka pintu bagi Elena, mendengar kalimat perempuan itu padanya. "Setelah hari ini tak ada lagi aku memberi tahu padamu kapan kau harus membuka pintu untukku. Semuanya harus bisa kau ketahui dengan cepat." Elena membungkuk dan masuk ke bangku penumpang belakang. sebelumnya, dia menuding wajah Rolf. "Dan tak ada acara merokok saat di dekatku." Rolf membanting pintu mobil mewah itu tepat Elena sudah berada di dalamnya. Oh ya, Rolf akan tetap merokok hingga Elena sadar bahwa benda itu bisa mengalihkan banyak hal termasuk mendatangkan inspirasi bagi Rolf. Apakah Rolf masih memiliki inspirasi? Rolf memutari mobil, menahan napas saat duduk di joknya yang empuk dan memegang setirnya yang kokoh. Meski itu adalah mobil mewah gagah yang mampu membuat perempuan manapun mengilar pada lelaki mana saja yang berada di belakang setirnya, tetap saja saat itu terasa demikian feminim dengan aromanya yang lembut. Itu jelas mobil milik Elena yang elegan. "Di mana kantormu?" Rolf melihat Elena yang duduk tenang di belakang, menatapnya dengan kacamata hitam yang masih betah berada di batang hidungnya yang mancung. "Tanya saja pada alat GPS di depanmu itu." "Maaf?" Rolf membalikkan badannya dan bertanya bingung pada Elena yang mengembuskan napas. Elena akhirnya melepas kacamatanya dan menunjuk bagian depan dengan jari runcingnya. "Katakan saja Von Arx Jewelry Group. Komputer akan otomatis menunjukkan arahmu." Rolf menatap ke depan dan menaikkan alisnya. "Baiklah." Dia menekan tombol GPS dan berdoa bahwa tindakannya tepat. "Von Arx Jewelry Group." "Selamat datang. Ikuti arah navigasi yang ditampilkan pada layar. Terima kasih." "Wooow!" Rolf tanpa sadar berseru kagum. "Ini luar biasa." Ia menekan gas dan mulai menjalankan mobil itu dengan arah yang dituntun oleh suara dari GPS. Elena bersandar dan memerhatikan bagaimana lelaki asing yang baru dikenalnya itu kini berada di mobilnya, menyupirinya dan berulang kali berseru waah dan wow. "Jangan sampai kau menabrak apa yang ada di depanmu. Jika itu terjadi maka ganti rugimu akan bertambah berkali-kali lipat." Rolf tertawa dan menatap Elena melalui kaca spion. "Mengapa kau menolak kencan buta yang ditawarkan bibimu?" ia membelokkan setir menurut perintah GPS. "Mengapa kau menguping pembicaraan orang lain?" Elena balik bertanya. Sepertinya Rolf harus mulai membiasakan telinganya mendengar kalimat ketus Elena di hari-hari berikutnya. "Yeah, salahkan saja telingaku yang memahami bahasa Perancis." Ia tersenyum miring. "Kau orang Perancis?" Elena bertanya dengan nada masa bodoh meski dia lumayan tertarik sejak Rolf sok menebak isi pembicaraannya bersama sang bibi. "Non. Aku dari Jerman." Rolf menjawab santai. Elena menoleh keluar jendela. "Terdampar di Amerika?" ia menyindir. Rolf tertawa pelan. "Keinginan menjadi seorang penulis." Mereka sudah mendekati gedung perusahaan yang dimaksud. "Memangnya di Jerman kau tak bisa menjadi penulis?" Elena kembali menatap ke depan. Rolf tampak tak menjawab pertanyaanya. "Hei, aku bertanya padamu." ia memajukan tubuhnya tepat didengarnya suara komputer. "Anda telah sampai pada tujuan. Terimakasih." "Sudah sampai." Rolf menoleh ke belakang dan nyaris bersentuhan dengan wajah Elena yang segera memundurkan wajahnya. Ia menyeringai. "Tak sabar ingin tahu tentang penulis miskin ini, Miss?" Elena membetulkan letak kacamatanya dan meraih Hermesnya. "Buka pintunya." Rolf tertawa pelan dan keluar dari mobil, berjalan ke arah pintu penumpang dan membukanya bagi Elena yang segera keluar. Elena merapikan rambutnya yang disentuh angin lembut Manhattan. Harus Rolf akui bahwa aura Elena begitu memikat. Perempuan itu menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian.   Gedung puluhan tingkat itu menerpa mata Rolf dengan huruf-huruf raksasanya yang bertuliskan Von Arx Jewelry Group. Elena melangkah masuk ke dalam gedung yang dalam sekejab disambut oleh para pegawainya yang memberi salam bahkan mereka yang tengah melayani pelanggan di bagian galeri penjualan di lantai dasar.   Elena mengaitkan kacamatanya di puncak kepala, melepas blazernya yang menutupi kemejanya dan menyerahkan benda itu ke tangan Rolf. "Bawa blazerku sampai ke ruanganku." "Apakah ini salah satu tugas asisten?" Elena menoleh Rolf dan tersenyum lebar. "Ya, salah satunya." Ia menegakkan punggungnya, mengangguk anggun menerima sapaan dari semua pegawainya. Bahkan lift khususnya telah tersedia dengan pintu terbuka. Rolf memerhatikan semua mata tertuju pada Elena dengan kagum sekaligus takut. Wajar saja, Elena tak hanya terlihat elegan tapi juga mengintimidasi secara nyata. Rolf sudah merasakannya, saat ini, berjalan di belakang perempuan itu dengan membawa blezer beraroma parfum mahal. Tentu mahal kan? Apa yang dipakai Elena serba mahal. Rolf mengintip merk blazer yang dipegangnya. Ya Tuhan, ini DIOR! "Selamat pagi, Miss Von Arx." Petugas keamanan membungkuk hormat pada Elena sebelum menekan tombol tutup pada lift yang berisi sang nona dan lelaki asing yang penampilannya cukup membuat siapapun mengerutkan dahi. "Mereka hormat padamu sekaligus takut. Apa aku salah?" Rolf menatap Elena yang bersandar tenang di dinding lift. Elena membalas tatapan Rolf. Mata lebarnya terpaku tepat pada Rolf. Senyum tipis membayang di sepasang bibir penuhnya yang berwarna merah. "Mereka memberiku gelar penyihir." Ia mengatupkan bibirnya dan melihat pintu lift telah terbuka pada lantai teratas gedung. "Asistenku sebelumnya berhenti dan memakiku sebagai penyihir." "Asistenmu seorang perempuan?" Rolf melangkah keluar. "Ya." "Kupastikan dia memang tak sanggup berada di dekatmu." Rolf menukas santai. Ia melihat Elena menoleh ke arahnya. "Dia tak sanggup menandingi penyihir cantik."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN