8. Bakso Bakar

2457 Kata
Sore hari ini, Kristi menghabiskan waktu dengan jalan-jalan sore. Tidak dengan sepeda atau sepeda motor. Benar-benar jalan-jalan dengan ke dua kakinya. Ia melangkah pelan di atas trotoar samping lapangan hijau. Dengan pepohonan yang tumbuh di sisi trotoar dan dapat dilihat lurus ke depan pepohonan itu tumbuh tak berujung. Lapangan hijau ini terletak di belakang lingkungan rumah Kristi. Kira-kira dua blok jauhnya dari Olana’s Bakery. Dulunya sebelum tinggal di sana, Kristi tinggal di sebrang lapangan hijau ini. Sebab dulu, toko Olana's Bakery belum ada, dan orang tua Kristi hanya menjual kue pesanan dari orang-orang dari rumah mereka langsung. Namun, setelah beberapa waktu berlalu dan pesanan semakin banyak, keluarga Kristi memutuskan pindah ke lingkungan mereka yang sekarang ini. Selain bisa punya toko sendiri dan memperlebar usaha juga bisa menghemat biaya daripada menyewa toko di tempat lain. Kristi mengunjugi rumah tempat tinggalny dulu, hanya melihat dari kejauhan. Lagipula rumah itu sekarang sudah dihuni oleh keluarga yang lain. Kristi ingat sekali, dulu ia punya tetangga anak laki-laki lebih tua setahun darinya yang baru pindah ke rumah sebelah. Awalnya Kristi kecil kira anak laki-laki itu jahat dan akan terus menjahilinya seperti anak laki-laki teman sekelasnya di taman kanak-kanak. Namun, ternyata tidak, anak laki-laki tetangga Kristi malah menganggapnya seperti seorang adik. Lalu setahun penuh Kristi merasa ia punya seorang Kakak laki-laki. Dan saat keluarga Kristi memutuskan pindah, anak laki-laki tetangga sebelah menangis dan meminta Kristi untuk tetap tinggal. Namun, karena Kristi hanya pindah beberapa blok saja, Ayah Kristi menenangkan anak laki-laki itu dan menyuruhnya agar berkunjung setiap hari. Tapi, sampai Kristi sudah masuk SMA, anak laki-laki tetangganya dulu tak pernah mengunjungi Kristi. Mungkin anak laki-laki itu sudah lupa pada Kristi, namanya juga anak umur lima tahun dan waktu itu Kristi berumur empat tahun. Ingatan mereka belum terlalu kuat. Rumah tempat tinggal Kristi dulu sudah direnovasi lagi. Sekarang rumah itu memiliki dua lantai dengan cat warna abu-abu dan putih. Terlihat cantik. Kristi penasaran siapa yang menghuni rumah itu kali ini. Sebab setelah beberapa tahun dan Kristi sesekali datang, sudah ada dua keluarga yang pernah tinggal di rumah itu. Makanya, Kristi jadi penasaran siapa yang tinggal di rumah itu kali ini. Terdapat banyak tanaman bunga di halaman depan dan yang paling menonjol ada ring basket mini di sudut halaman. Kristi yakin, anak pemilik rumah pasti hobi bermain basket. Kristi lalu melangkah masuk ke dalam lapangan dan memilih duduk di salah satu bangku semen yang ada di pinggir lapangan sembari melihat ke sebrang jalan yaitu rumahnya dahulu. Sebenarnya alasan Kristi melihat rumah lamanya dulu adalah ingin mengetahui kabar anak laki-laki tetangganya dulu, namun saat pertama kali Kristi datang setelah ia pindah, anak laki-laki itu sudah tidak tinggal di sana. Kristi rasa ia pasti juga pindah. Namun, kebiasaan Kristi pergi sesekali mengunjungi rumah lamanya sudah menjadi rutinitas sendiri. Alhasil daripada mengetahui kabar anak laki-laki itu, Kristi lebih penasaran pada keluarga yang tinggal di rumah lamanya. Kristi bersandar pada bangku semen itu seraya melihat langit biru. Ia lalu menggeledah kantong plastik yang ia bawa, tadi sebelum ke sini ia sempat jajan di minimarket. Lalu ia mengambil sebuah kripik kentang dan teh botol dingin. Saat Kristi membuka bungkusan kripik kentangnya, seorang bocah laki-laki dan Ibunya melintas di depan Kristi. Si bocah laki-laki itu menatap lurus pada keripik kentang dalam pangkuan Kristi hingga ke duanya menyebrang jalan menuju rumah yang dulu pernah Kristi tempati, si bocah laki-laki itu tetap melihat keripik kentang dalam pangkuan Kristi. Kristi tertawa kecil dan gemas dibuatnya. Ingin sekali Kristi memanggil bocah itu dan memberikan keripik kentangnya, namun nanti ia malah dianggap aneh oleh Ibu si bocah. Sebab akhir-akhir ini berita tentang penculikan anak sudah merebak. Sekarang Kristi tahu siapa yang menghuni rumah lamanya. Ia tersenyum singkat saat si bocah laki-laki itu mengintipnya dari jendela. Lalu ia acuh saja memakan kripik kentangnya lagi. Sudah jam lima sore, lapangan hijau di belakang Kristi masih sepi. Dulu, saat Kristi masih tinggal di sebrang lapangan ini saat sore hari lapangan akan penuh dengan anak laki-laki yang bermain bola. Merasa aneh, diintip bocah laki-laki itu dari jendela terus menerus, Kristi memilih berbalik. Ke sisi belakang bangku semen itu yang menghadap lapangan hijau. Kristi ingat, ia tiap sore sering duduk-duduk di bangku semen ini melihat sekelompok anak laki-laki bermain bola. Kadang ditemani Ibunya, kadang Kristi sendiri saja. Dan di lapangan inilah Kristi bertemu Amal untuk pertama kali. Dulu, Amal masih bocah berumur empat tahun yang mengikuti pengajian sore hari di TPQ tak jauh dari lapangan hijau ini. Pulang dari TPQ itu Amal akan singgah bermain bola dengan teman-temannya. Kristi selalu tertawa tiap kali Amal yang bertubuh lebih kecil dari yang lain terhuyung-huyung mengejar bola. Saat itu, Amal dan Kristi belum saling mengenal nama masing-masing, namun sudah kenal wajah karna tiap sore sering bertemu. Hingga saat Kristi pindah ke sebrang jalan rumah Amal, saat itulah mereka benar-benar kenalan dan dekat sampai sekarang. "Loh Kristi!!" Seruan dari samping kanan Kristi membuat gadis itu terlonjak kaget. Ia segera menoleh dan mendapati Amal menatap heran ke arahnya. "Loh Amal! Lo ngapain di sini?" Agaknya Amal akan berumur panjang, sebab baru saja Kristi teringat saat pertama kali ia melihat Amal di lapangan ini dan malah benar-benar bertemu dengan Amal sekarang. "Lo yang ngapain di sini? Ntar lo diculik loh dikira bocah kehilangan emaknya." Amal menyahut asal, seasal tangannya yang main rebut keripik kentang dari pangkuan Kristi. "Lo kira gue masih bocah?!" Kristi berseru kesal, hendak merebut keripik kentangnya lagi namun gagal karna kalah gesit. "Ya kan siapa tau penculiknya punya mata bindeng, gak bisa bedain mana bocah yang mana enggak. Lagian ngapain sih lo di sendiri? Kayak gak ada kerjaan." "Emang gak ada kerjaan." "Ck." Amal berdecak pelan. Tapi, ia tetap menatap Kristi meminta jawaban. "Lo liat rumah yang cat abu-abu itu dan banyak bunganya?" Kristi menunjuk rumah lamanya. Amal mengangguk. "Liat." "Itu rumah lama gue." "Oh, jadi lo tinggal di sini dulu sebelum pindah ke sebrang rumah gue?" Amal mangut-mangut. Kristi pun mengangguk. "Jadi, gue ke sini karna pengen tau siapa sih yang tinggal di sana sekarang. Soalnya gue pernah liat udah ada dua keluarga yang pernah tinggal di sana setelah gue." "Gue tau siapa yang tinggal di sana sekarang." Kristi mengernyitkan kening. Meragukan perkataan Amal. Namun, tak urung ia bertanya, "Siapa?" "Bang Rafdan." Bersamaan dengan itu, seorang cowok muncul dari dalam rumah dengan kaus latihan tim basket sekolah Kristi dengan nomor punggung 11. Kristi mangap. Ia tak percaya dunia ternyata sesempit itu. "Amal! Ini flashdisk udah penuh sama game online gue. Lo pindahin aja, ntar pindahin juga yang punya lo." Rafdan melangkah mendekat, ke arah Amal. Dari jarak yang lumayan dekat, Kristi bisa melihat dengan jelas wajah Rafdan. Cowok itu tinggi tegap lebih tinggi dari yang Kristi lihat kemarin lusa di gedung olahraga. Tubuhnya atletis dengan otot bisep yang menonjol di ke dua lengannya, Kristi bisa melihat itu dengan jelas karna kaus latihan tim basket tak memiliki lengan. Rafdan punya alis mata yang tebal seperti Amal. Hidung cowok itu mancung serta punya bibir tipis nan seksi berbeda dengan bibir Amal yang terlihat penuh. Tanpa sadar Kristi meneguk salivanya. "Thanks ya Bang, besok gue balikin." "Sama-sama. Btw, ini siapa?" Rafdan lalu menunjuk Kristi, membuat gadis itu sontak berdiri dari duduknya dan gelagapan sendiri. "Dia..." "Bentar. Kayaknya gue tau." Amal baru saja hendak memberitahu saat Rafdan segera menghentikannya. "Lo Kristi kan?" Kristi mengangguk kaku. Ia tersenyum canggung. Berbanding terbalik dengan Rafdan yang tersenyum lebar. Cowok itu lantas memberi atensi penuh pada Kristi. "Gue liat foto lo dari profil chat lo di hpnya Fikri. Sorry ya, gue gak sengaja liat chat kalian." Rafdan pun menggaruk belakang kepalanya canggung. "Tapi kalau gue boleh jujur lo lebih cantik dari yang di foto." Lanjutnya kemudian. Dipuji oleh Rafdan membuat Kristi kepanasan. Gadis itu tertawa kecil yang terdengar aneh di telinga Amal. "Makasih Kak." "Jangan manggil gue pake Kak, pake Abang aja kayak Amal." Rafdan masih saja tersenyum. Senyum cowok itu teduh, tipikal cowok-cowok di dalam drama romantis yang Kristi tonton. "Oke Bang." Kristi menjawab malu-malu. "Ehem." Karna merasa dikacangi, Amal pun berdeham. Cowok itu terlihat sedikit kesal. "Btw Bang, rumah lo yang itu kan?" Amal menunjuk rumah abu-abu di sebrang jalan, tempat Rafdan keluar tadi. Rafdan mengangguk, merasa aneh dengan pertanyaan Amal membuat ia mengernyitkan kening. "Kata Kristi, rumah lo itu rumah lamanya dia." "Kok lo ngomong gitu sih!" Kristi protes. "Ya kan sekalian gue ngasih tau," balas Amal acuh. "Oh, jadi lo pernah tinggal di sini ya?" Rafdan malah antusias. "Eh, iya Bang." Kristi tak membayangkan akan bicara dengan penghuni rumah lamanya, terlebih lagi penghuni itu adalah Rafdan. "Kenapa pindah kalau boleh tau?" "Soalnya di rumah sekarang buka usaha toko kue Bang." "Toko kue? Olana's Bakery di blok sebelah?" "Iya." "Oalah, jadi itu rumah lo? Gue sering ke sana bareng Adek gue beli roti." "Wah, pelanggan toko ternyata." Kristi tertawa kecil. Jadi seperti ini ya ternyata rasanya dipertemukan oleh orang-orang yang sebenarnya dekat namun baru sekarang benar-benar dipertemukan. Perbincangan mereka jadi berjalan lancar. Kristi tak merasa gugup lagi. Sebab aura Rafdan membuatnya nyaman bicara dengan cowok itu. Amal jadi menyesal telah bicara kalau rumah Rafdan adalah rumah lama Kristi, sekarang ia semakin dikacangi. "Kacang oi kacang," ujar Amal asal. "Eh, sorry sorry Mal. Abisnya asik sih ngobrol bareng Kristi." Rafdan tergelak. "Oh iya berarti rumah kalian depan-depanan dong?" "Iya Bang," jawab Kristi. "Pantesan." "Pantesan?" "Eh." Rafdan menutup mulutnya. Agaknya ia kelepasan bicara. "Sorry. Gue salah ngomong." Kristi memiringkan kepala, ia tak puas dengan jawaban Rafdan. Namun, kalau ia bersikeras tau agaknya itu akan membuatnya merasa sakit sebab ekspresi Rafdan benar-benar terlihat menyesal. "Ehm, jadi kenapa kok lo ada disini? Janjian sama Amal ya?" Rafdan dengan cepat mengalihkan pembicaraan. "Bukan Bang. Lagi pengen jalan-jalan ke sini aja. Nostalgia," jawab Kristi. "Oh gitu." "Kalau gitu gue udah boleh bawa dia pulang kan Bang?" Amal langsung bicara setelah dirasa tak ada lagi percakapan antara Rafdan dan Kristi. Rafdan tertawa lepas. Dalam sekejap Kristi dibuat terpana. "Bawa aja." Setelahnya Rafdan berujar. Amal lalu mengambil sepedanya yang ia sandarkan di pagar rumah Rafdan dan menuntunnya sampai ke depan Kristi. Cowok itu lalu memposisikan diri duduk di sadel. "Naik Kris!" kemudian memerintahkan Kristi untuk naik di jok belakang. "Gue pulang dulu ya Bang." Kristi pamit pada Rafdan. Kemudian ia duduk di jok belakang sepeda Amal. "Duluan ya Bang!" Amal berseru dari sadel depan. Rafdan tersenyum dan mengangguk, menanggapi. Setelahnya ia melambaikan tangan pada Kristi yang juga melambaikan tangan. Selepas Kristi dan Amal hilang dari belokan, Rafdan mendesah pelan. "Fikri bener-bener salah gue pastiin lo gak bakal jatuh di tangan Fikri, Kris." ** Siang ini sekitar jam 3, Bapak pelatih memberitahu akan mentraktir semua tim bola makan enak sebagai ganti janji di hari pertandingan pada hari minggu lalu. Meskipun sinar matahari menyengat kulit tak mengurungkan rasa senang Amal dengan traktiran itu. Ia langsung bergegas menggoes sepedanya ke rumah makan lesehan yang tak jauh dari sekolah. Sesampainya di sana, sebagian besar tim bola sudah berdatangan. Makanan juga di antar tiada henti oleh pelayan di rumah makan. Dan makan besar tim bola pun dimulai. Acara makan-makan diakhiri dengan bersih-bersih lapangan sepak bola di sekolah. Kata Bapak pelatih sih, supaya memperlancar pencernaan dengan cepat maka bekerjalah. Tak ada yang protes. Bapak pelatih terlau menyeramkan untuk diberi protes. Acara bersih-bersih lebih lama selesai daripada acara makan-makan. Sekitar dua jam kemudian, menjelang jam 6 sore. Bersih-bersih diakhiri. Amal menuntun sepedanya menuju gerbang depan. Bersama rekan setimnya yang lain. Bersamaan dengan itu tim basket juga keluar dari gedung olahraga. Fikri dan dua temannya berlalu melewati Amal begitu saja. Dari belakang, Amal ingin sekali melempar sepeda ke arah Fikri. Saking ia tidak sukanya dengan cowok itu. "Mal!" Tiba-tiba Rafdan menyapa. Cowok itu mendekat ke arah Amal dan ke duanya melakukan tos ala laki-laki. "Tumben latihannya jam segini baru selesai, Bang." Setahu Amal semua latihan yang diadakan sore hari pada gedung olahraga akan berakhir jam lima sore. Namun, kali ini sudah hampir jam enam sore tim basket baru keluar gedung olahraga. "Biasa, bakal ada pertandingan hari minggu." "Ohh." "Oh iya Mal. Bentar." Rafdan menahan stang sepeda Amal. Ia menunggu semua tim basket berjalan lebih dulu. Amal menoleh, penasaran. Namun melihat gesture Rafdan, ia memilih diam. Sesudah semua tim basket berlalu, Rafdan lebih dulu memastikan tak ada lagi tim basket di belakangnya sebelum berkata, "Ehm Mal, minggu pas gue tanding suruh Kristi buat gak dateng ya liat tim basket main." Amal mengernyitkan kening. "Loh kenapa Bang?" "Soalnya Fikri mau nembak dia kalau tim basket sekolah kita menang." "Fikri nembak Kristi?" Amal seolah tak percaya dengan yang dia dengar. Rafdan mengangguk dengan wajah serius. "Gue tau Kristi teman dekat lo dan lo tentu tau gimana brengseknya Fikri." Amal menggeram pelan. Ia menahan amarahnya saat suara Fikri dari luar gerbang menggema ke telinganya. "Lo tau darimana dia bakal nembak Kristi?" "Gue denger langsung di ruang ganti." "Sialan!" "Sabar." Rafdan tertawa kecil. Ia lalu merangkul Amal. "Ke rumah gue yuk. Gue ada game baru." Begitulah sore itu berakhir dengan Amal yang tiba-tiba menemukan Kristi di bangku semen tepi lapangan hijau tepat di depan rumah Rafdan. Sudah jam 6 lewat. Sunset berwarna jingga di langit membuat Kristi menggumamkan 'wow' berkali-kali dari jok belakang. "Lo berisik banget!" seru Amal, tapi cowok itu tertawa tidak sesuai dengan seruannya yang terdengar kesal. "Biarin. Lo tuh ya gak tau esensi sunset sebelum gelap." "Apaan tuh esensi sunset?" "Sunset itu mengingatkan kita buat gak terlalu terlena dengan keindahan yang bakal bertahan sebentar. Karna malam gak selalu gelap, akan ada bintang yang ikut menerangi gelapnya malam. Itu berarti akan selalu ada kebaikan tiap kita terpuruk, akan selalu ada orang-orang yang nemenin kita disaat kita sedih." "Duh kata-kata lo bikin gue merinding,” sahut Amal cepat. "k*****t!" Kristi memukul punggung Amal pelan. "Lo gak bisa diajak serius." Ia terdengar merajuk. "Ck. Serius apanya. Abis kena apa lo dari Bang Rafdan kok tiba-tiba ngomong soal esensi sunset segala? Udah kayak anak indie aja." Kristi tergelak. "Bang Rafdan itu kayak lo Mal, bisa bikin gue nyaman cuma dengan kehadirannya dia." "Kenapa lo samain gue sama Bang Rafdan?" "Karna emang itu kenyataannya." Setelah berkata seperti itu, Kristi melingkarkan tangannya di perut Amal. Ia menyandarkan kepala ke punggung Amal. Meskipun dulu Kristi sering memeluknya dari belakang saat mereka berboncengan Amal merasa biasa saja. Namun, entah kenapa ia malah deg-degan sekarang. Seiring degup jantungnya yang menggila, Amal menggerakkan kakinya dengan cepat menggoes sepeda. Ia tak ingin Kristi mendengar suara jantungnya. "Amal jangan cepet-cepet, nanti kita jatuh!!” Kristi berteriak. "..." "Amal!" "..." Kristi melepaskan pelukannya dan melayangkan pukulan pada punggung cowok itu. "Amal k*****t! Lo budeg ya?" Amal tiba-tiba mengerem. Membuat Kristi menubruk punggung Amal seketika. "AMAL!" Dan gadis itu pun murka. Namun, Amal segera menahan kemurkaan gadis itu dan berseru. "Kris! Ada bakso bakar Kris!" Kristi segera menoleh pada tukang bakso bakar yang mangkal di trotoar. "Wuah! Bakso bakar!!" Keduanya pun bergegas mendekat. Dan sunset di cakrawala perlahan menggelap bersamaan dengan asap pembakaran bakso pesanan mereka. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN