Bagian 01

1379 Kata
Diandra memeluk Sasya sembari mengusap-usap punggung gadis itu yang kini tengah menangis sesenggukan di dadanya. Diandra sungguh tak tega mendengar tangis memilukan dari sahabatnya itu sehingga tak terasa ia juga menitihkan air matanya. "Di, kenapa sih papa harus ninggalin gue mulu, padahal kemarin dia baru pulang dari luar negeri sekarang dia berangkat lagi keluar kota," gumam Sasya lirih. Ia memeluk pinggang Diandra dan membenamkan wajah di d**a sahabatnya itu. "Udah Sya jangan nangis lagi, papa lokan pergi buat kerja bukan buat yang lainnya." "Tapikan gue ngerasa kesepian, Di." "Iya gue ngerti, tapikan lo juga harus ngertiin kalau papa lo kerja juga buat hidupin lo, buat lo sekolah, buat lo makan, buat lo belanja, buat menuhin semua kebutuhan lo dan satu lagi papa lo kerja karena dia sayang sama lo Sya, coba bayangin kalau papa lo enggak kerja pasti lo enggak punya duit enggak bisa sekolah enggak bisa segala-galanya, emangnya lo mau?" Sasya melepaskan pelukannya memandang Diandra, ia berpikir sejenak. Semua yang diucapkan Diandra memang betul. Tak seharusnya ia bersikap kekana-kanakkan hanya gara-gara papanya tak selalu menemaninya papanya bekerja itu semua untuknya. Sekarang ia merasa malu, mengapa Diandra bisa berpikir sedewasa itu sedangkan dirinya tidak bisa padahal Diandra dan dirinya memiliki usia yang sama. Diandra merapikan rambut Sasya yang terlihat berantakan kemudian menghapus jejal-jejak air mata yang terdapat pada pipi gadis itu. "Udah Sya jangan nangis lagi," ucapnya. "Ish, dibilangin jangan nangis juga," rengut Diandra ketika setitik air kembali membasahi kedua pipi Sasya. Sasya terkekeh pelan ditengah-tengah tangisannya. "Lo juga nangis Di." "Kan gara-gara lo!" Sejenak Sasya terdiam kemudian menatap mata Diandra dalam-dalam. "Di, kenapa sih lo bisa berpikir dewasa kayak gitu padahalkan kita seumuran kenapa gue gak bisa berpikir sama kayak cara lo berpikir, gue tuh ngerasa kalau lo itu bukan cuma sahabat gue tapi juga mama gue." Tawa Diandra berderai mendengar celotehan Sasya, tangannya terangkat mencubit kedua pipi Sasya yang chubby dengan keras sembari menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan hingga membuat Sasya berteriak kesakitan. "Sasya-Sasya lo lucu banget sih masih pagi udah ngelantur. Ayo gue anter ke toilet, cuci tuh muka lo yang sembab nanti anak-anak mikir lagi kalau gue yang udah bikin lo nangis dan biar pikiran lo gak ngelantur juga." Diandra berdiri dari bangku yang ia duduki menarik tangan Sasya yang tengah mengusap pipinya yang terasa kebas karena Diandra mencubitnya terlalu keras. "Pedes banget cubitan lo Di," ringisnya. Diandra hanya nyengir memperlihatkan giginya yang terlihat putih dan rapi. "Sori." Kedua gadis dengan seragam putih abu-abunya itu pun berjalan bersama-sama keluar kelas yang tampak masih sangat sepi karena mereka datang pagi-pagi sekali atas permintaan Sasya. "Mau ke mana?" tanya Rendi —teman sekelas Sasya dan Diandra— saat melihat kedua gadis itu akan pergi. "Ke toilet, mau ikut?" canda Diandra. "Ikut Di ikut!" ucap Rendi semangat. "Mau-mauan lo aja itu mah," ucap Sasya sembari mendorong wajah Rendi. Sasya dan Diandra pun melanjutkan perjalanannya tanpa Rendi tentu saja. "Gue nginep di rumah lo ya?" ucap Sasya penuh harap. "Gak bisa Sya!" "Kenapa sih selama hampir tiga tahun kita sahabatan lo gak pernah ngizinin gue ke rumah lo, pernah sih waktu itu sekali tapikan langsung lo usir." Sasya cemberut saat lagi-lagi Diandra tak pernah mengijinkan untuk berkunjung ke rumahnya. "Lokan tau sendiri gimana keadaannya." Sasya hanya mengangguk-anggukan kepalanya walau dalam hati ia kesal setengah mati. "Kalau gitu lo yang nginep di rumah gue selama papa pergi, gak lama kok cuma dua hari. Gak ada penolakan oke!" Diandra menghela napas berat, kalau sudah seperti ini ia tak pernah bisa menolak permintaan Sasya maka dengan malas Diandra mengangguk kepalanya. "Oke." Sasya melompat-lompat girang, memeluk Diandra. "Kya makasih!" pekiknya. "Pulang sekolah langsung ke rumah gue berarti." Diandra menjitak kening Sasya cukup keras hingga gadis itu mengaduh. "Guekan harus izin orang rumah dulu!" ——— Sudah dua hari Diandra menginap di rumah Sasya dan hari ini papa Sasya akan pulang, Sasya meminta Diandra untuk memasak menu spesial untuk papanya, tentu saja Diandra mengiyakan, ia sangat senang karena memasak adalah salah satu hobinya. Semua menu masakan bisa ia masak dengan sangat lezat. "Mau masak apa Sya?" tanya Diandra. Sasya menggelengkan kepalanya sembari mengangkat bahu kebingungan. "Entah." "Kok entah sih?" tanya Diandra kembali. Keduanya kini berdiri di hadapan lemari pendingin, memerhatikan berbagai jenis bahan makanan di sana. "Makanan favorit papa lo apa?" Sasya berpikir sejenak, mengetuk-ngetuk jarinya ke dagu. "Sup, ayam goreng, ikan goreng. Kayaknya papa suka semua jenis makanan deh terserah lo aja mau masak apa yang penting enak dan bisa dimakan." "Oke, mari kita lihat ada apa aja di kulkas lo." Diandra mengobrak-abrik isi lemari pendingin di hadapannya, ia pikir mungkin akan memasak sosis asam manis saat melihat beberapa pak sosis. Sup ayam dan ikan goreng saat melihat bahan sup, ayam, dan ikan. Atau capcai udang bakso, kulkas Sasya sangat komplit isinya. Diandra mengeluarkan bahan-bahan makanan yang diperlukannya. dibantu oleh Sasya. "Setelah ini apa Di?" tanya Sasya sambil meletakan bahan-bahan di meja. "Masak nasi dulu." Diandra menaruh beras yang sudah dicuci ke dalam rice cooker kemudian lanjut memotong-motong bahan yang akan dimasak sedangkan Sasya hanya terdiam takjub memandang betapa lincahnya jari-jemari Diandra dalam mengolah bahan makanan. "Bantuin kek Sya," ujar Diandra ketika melihat wajah tak menyenangkan dari Sasya. "Gue bantu doa sama bantu nyicip aja ya," ucap Sasya diiringi dengan tawa. Diandra hanya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan kegiatan memasaknya. Satu jam berlalu semua masakan yang Diandra masak telah terhidang di atas meja makan, mulai dari ikan goreng, sosis asam manis, sup ayam, capcai udang bakso, dan tak lupa pula nasinya. Suara deruman mesin mobil terdengar menandakan papa Sasya telah datang. "Gue kedepan ya, jemput papa," Izin Sasya lalu meninggalkan Diandra yang sedang menata piring dan gelas di atas meja. "Papa!" pekik Sasya menghambur kepelukan Rega, papanya. "Kangen." Rega membalas pelukan putrinya kemudia mengecup kening Sasya serta kedua pipi gadis itu. "Papa juga, Sayang." "Papa, Sasya udah nyiapin makanan spesial buat Papa, Papa pasti laparkan, ayo Pa kita makan," ucap Sasya sembari menarik tangan Rega ke ruang makan. Aroma lezat makanan menusuk hidung Rega hingga tanpa sadar perutnya berbunyi keras mengundang Sasya untuk tertawa. Sesampainya di ruang makan Rega melihat seseorang tengah menuang-nuangkan air ke dalam gelas, sebelum otaknya mencerna pun Rega sudah tau seseorang itu ada karena akal-akalan anaknya. "Sasya!" geram Rega pelan sontak membuat sang empunya nama memandang. Sasya memberikan seringaian kepada papanya, mengkedip-kedipkan sebelah matanya bermaksud menggoda. Diandra menghentikan kegiatannya saat merasakan kehadiran ayah dan anak itu. "Om," sapa Diandra sembari mencium punggung tangan Rega. Diandra tersenyum canggung, walaupun sudah bersahabat hampir tiga tahun, tetapi Diandra tak pernah dalam satu ruangan sebelumnya dengan papa Sasya seperti ini. "Ayo Pa kita makan, ini semua Diandra loh yang masak pasti enak." Sasya menggiring papanya untuk duduk di maja makan paling ujung tempat biasanya ia makan lalu menggiring Diandra juga untuk duduk dekat papanya sedangkan ia sendiri juga duduk dekat papanya yang artinya Sasya dan Diandra duduk berhadap-hadapan. "Ayo Pa buruan Sasya udah gak sabar nih nyobain masakannya Diandra, eh gimana kalau Diandra aja yang mindahin lauk sama nasinya ke piring kita Pa?" cerocos Sasya mulai melancarkan aksinya. "Ayo Di tolong pindaih ya," ucap Sasya seraya tersenyum manis. "Sya!" tegur Rega. Dengan canggung Diandra mulai memindahkan nasi dan lauk sesuai selera dari wadah ke piring Rega. Bagaimanapun ini rumah Sasya, tak mungkin ia menolak permintaannya. Setelah itu Diandra mengambilkan makanan untuk Sasya dan terakhir untuk dirinya sendiri. "Aduh Sasya kok jadi berasa liat sinetron ya? Itu loh yang adegan suami-istri kalau lagi mau makan pasti si istrinya yang ngambilin lauk sama nasinya buat si suami, persis Diandra ke Papa gitu." Sasya semakin menjadi. Rega yang tahu maksud dari Sasya pun tersedak makanannya sendiri hingga terbatuk-batuk membuat Diandra reflek menyodorkan segelas air putih kepada Rega. "Aduh kalian romantis banget deh." Diandra menendang kaki Sasya di bawah meja membuat Sasya sedikit meringis ia memberi tatapan memperingati kepada sahabatnya itu ketika ia menoleh memandangnya. "Sasya, orang tua kok digodain sih," ucap batin Diandra. Sasya mengabaikan tatapan Diandra sekarang ia malah dengan sengaja menyalakan ringtone handponenya agar seolah-olah ada yang menelepon dirinya, hal itu ia lakukan agar bisa meninggalkan Diandra bersama papanya berduaan. "Sasya angkat telepon dulu ya, kalian lanjut aja romantis-romantisannya, eh maksudnya makannya." Semoga ada benih-benih cinta yang timbul ya, haha. Maafin gue ya Di gue gak maksud ngejebak lo kok cuma mau bikin lo jadi mama gue aja, ucap Sasya di dalam hatinya sebelum meninggalkan papa dan sahabatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN