bc

Mr. Willy and My Identity (INDONESIA)

book_age18+
598
FOLLOW
3.4K
READ
student
drama
comedy
sweet
bxg
bxb
city
highschool
mxm
like
intro-logo
Blurb

PART 21 SAMPE 31 YANG ADA TULISAN BAGIAN BEDA, DI SKIP JUGA GPP

|| A l***q CONTENT || BUKAN BOKEP || PENDEWASAAN || KEHIDUPAN ||

Gian ingin tenang dan menjalani apa yang sudah terjadi padanya. Namun faktanya, Ia ingin mengenal Pak Willy lebih dalam, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada guru baru di sekolahnya itu. Guru fisika itu telah mengusik hatinya, membuat ia yang awalnya tidak ingin terlibat dengan dunia yang sibuk, mendadak menjadi si pencuri perhatian.

Aa yang Gian butuhkan? Ketenangan? Kebahagiaan? Atau justru ruang yang ia huni sendirian?

chap-preview
Free preview
PART 1
Mereka bukan anak kembar. Gian dan Ginan sudah bertetangga sejak kecil. Mereka memang lahir di tanggal yang sama, juga di tempat yang sama. Ginan menjadi angin segar bagi Gian untuk menghadapi hidup. Ginan menjadi teman terbaik Gian, menolongnya dalam kesepian yang sungguh terus ada dalam hidupnya. Orang tua mereka menginginkan kedua anaknya itu untuk terus bersama, dalam keadaan apapun. Entah disebut perjodohan atau bukan, yang pasti dua remaja itu senang bisa saling mengenal satu sama lain. Bisa saling ada untuk menyelesaikan persoalan-persoalan klasik yang terjadi dalam hidup mereka. Gian memang bersyukur akan hal itu. Ia sangat bersyukur bisa dekat dengan Ginan, meskipun ada beberapa hal yang tidak bisa ia ceritakan langsung padanya. Lelaki itu takut jika sahabat terbaiknya akan kecewa. Sejujurnya Gian takut ditinggalkan karena ia pernah mengalami hal itu. Ditinggalkan oleh orang tersayang selalu saja menyakitkan. Meskipun di antara keduanya tidak ada ikatan yang bernama rasa cinta ala remaja. Tetap saja keduanya saling menyayangi. Seperti halnya rasa sayang antar saudara sekandung. Rasa sayang itu yang membuat Gian takut untuk bercerita pada Ginan. Ia benar-benar tidak bisa jujur. Sekali saja, dia memilih diam akan hal ini. Hal yang sebenarnya telah terjadi sejak awal ia masuk SMA. Ini bukan cerita perihal persoalan cinta atau terjebak friendz zone ala remaja SMA. Ini tentang Gian dan segala rahasianya. Gian berusaha untuk selalu ada. Ginan memang jenis remaja perempuan yang sangat aktif. Dia dan Gian sangat berbeda sekali. Gian terlalu tidak ingin terlibat dalam dunia yang ramai, sementara Ginan selalu menjadi pusat perhatian. Ginan tentu saja bukan jenis siswi populer yang high class, ia hanya murid aktif, yang kadang cerewet namun banyak yang suka padanya. Gian tidak suka jika Ginan membawanya pada keramaian itu. Gian bahkan pernah meminta Ginan untuk jangan dekat-dekat dengannya saat masuk SMA. Entah disebut anti sosial atau apapun itu. Yang pasti, Gian selalu merasa tidak nyaman dan kelelahan jika berada di keramaian. Ginan tetaplah Ginan, dia selalu berusaha untuk membuat Gian lebih terbuka pada dunia. Gian terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Ginan ingin Gian bisa menikmati hidup. “Gi..,” teriakan Ginan di luar kamarnya membuat Gian menutup laptop yang tengah ia nyalakan. Gian tengah menulis sesuatu, lalu dengan mudahnya Ginan berteriak. Mengetuk pintu. Masuk dalam kamar tanpa menunggu jawaban dari Gian. Lelaki itu sudah hapal dengan tingkah sahabatnya itu. Ia segera menghentikan hal yang sedang ia lakukan. Gian tengah menulis sesuatu di dalam laptopnya. Ia tidak ingin Ginan melihat hal itu. Ia harus menyembunyikannya. “Nggak sopan tahu,” balas Gian masih tetap duduk di kursi belajarnya. Ginan mendekati lelaki itu. Menyeringai. Lalu memijat pundak Gian. Mereka masih tidak berhadapan. Gian pura-pura sedang membaca buku. Untungnya di atas meja ada novel yang yang dulu dikasih Ginan. Gian membolak-balikkan halaman novel itu, sementara Ginan masih memijatnya. “Pasti ada maunya ya?” Gian sudah tidak heran lagi. Ginan bersikap manis. Dia pasti menginginkan sesuatu. Perempuan bernama lengkap Ginan Nirmala itu memang sering bersikap manja. Terutama pada sahabatnya. Gian Asraf, seseorang yang menginginkan hidup tenang, harus tetap bersabar dalam menghadapi kehebohan Ginan. Menghadapi segala permintaan Ginan, segala sikap manja yang memang wajar saja dilakukan terhadap sahabatnya sendiri. “Gi.., anterin Ginan dong,” lagi Ginan memang sering memanggilnya Gi. Namun nada manjanya itu mengartikan segala hal. “Mau kemana lagi? Beli novel?” Gian menghentikan tangan Ginan yang masih saja memijatnya. Ia menolah ke arah kiri. Menatap Ginan yang sedang tersenyum lebar. “Anterin ke Gramedia ya, aku dandan dulu, kamu siap-siap ya, “ begitulah Ginan. Tanpa menunggu jawaban dari Gian, ia segera meninggalkan kamar lelaki itu. Ruangan kamar Gian menjadi lengang. Kamar yang hanya berisi sebuah ranjang, sebuah lemari, juga meja belajar dengan kursinya. Serta peralatan yang biasa. Tidak heboh, dan tidak banyak benda-benda aneh. Kamar yang nyaman untuk Gian tempati. Cat kamar berwarna biru laut. Salah satu warna favorit Gian. Lelaki itu sejujurnya menyukai warna-warna cerah. Cerah yang menangkan. Berbeda dengan Ginan. Segalanya penuh warna. Gian segera mengganti baju. Memakai kemeja putih dipadukan celana chino panjang berwarna cream. Gian hanya menyisir rambutnya. Memakai parfum, lalu duduk kembali dan membuka laptopnya. Ia mengira Ginan pasti lama berdandan. Untuk itu lelaki bertubuh tinggi tegap itu, melanjutkan kegiatan yang tadi sempat terhenti karena kedatangan Ginan. Aku masih tidak tahu lagi kapan segalanya akan terungkap. Aku tidak tahu bagaimana jika segala hal yang kusembunyikan, tiba-tiba terpampang begitu saja. Aku tidak menginginkan semuanya tahu tentang apa yang kurahasiakan. Rahasia tetap rahasia. Aku tidak mau rahasiaku diketahui oleh siapapun, termasuk Ginan. Aku ingin tetap menjalani hidup seperti biasa. Bisa bernapas, bisa makan, bisa mendengarkan musik di kamar. Bisa membaca buku yang kusukai. Bisa bersekolah, yang sebenarnya tidak terlalu membuatku nyaman. Intinya, aku mau hidup dengan tenang. Tepat setelah kalimat itu diketik, Bela masuk. Adik perempuannya itu sama saja seperti Ginan. Seringnya, masuk tanpa Permisi. Untunglah dokumen yang tadi diketiknya, sudah ia simpan. Segera, laptop itu ia tutup. “Udah ditungguin teh Ginan tuh, katanya males masuk,” Bela yang masih menggenggam ponselnya mengabarkan hal itu. “Iya, tapi nanti kalau kamu masuk kamar, ketok pintu dulu!” Gian segera berdiri. Bela mengikutinya dari belakang. Kamar Gian berada di lantai dua. Dia menuruni anak tangga. Lalu tepat di bawah sana, di ruang keluarga. Mama dan papa sedang berbincang, sambil melihat berita di televisi. Ini masih pukul tujuh malam. Sepertinya mereka tidak lembur bekerja. Biasanya kadang pulang hingga jam sembilan-sempuluh. “Ma, pa, aku pergi dulu,” Gian berjalan ke arah pintu. Semantara Bela ikut duduk di sofa, di sebelah mama. “Jagain Ginan ya,” mama memberi pesan. Setelahnya mama tersenyum pada papa. Orang tua Gian memang terbiasa dengan hal itu. Dengan kebersamaan anaknya dengan remaja cantik bernama Ginan itu. Mereka sangat senang ketika Gian bisa diajak keluar oleh Ginan. Jujur saja, orang tua Gian sering melihat anaknya hanya berdiam terus di rumah. “Jangan malem-malem bang, kamu bawa anak orang,” papa bergurau. Membuat Bela tertawa. Begitulah mereka kompak memojokkan Gian. “Iya, udah ah aku pergi dulu,” Gian segera keluar rumah. Bela masih terkekeh dengan tingkah sang kakak. Gian selalu saja mudah digoda. Bela sangat senang bisa melihat kakaknya merasa malu. Dia memang adik yang seperti itu. Gian selalu berfikir bahwa Bela lah yang mengompori mama dan papa untuk menggodanya. Mereka tidak tahu saja jika Gian tidak menyukai Ginan. Pun sebaliknya. Tidak ada rasa antara pria dan wanita dalam hati mereka. “Abang cepet jadian sama teh Ginan ya, biar resmi, ” teriak Bela disusul mama dan papa yang ikut menyeringai. Bela memang memanggil Ginan dengan sebutan teteh. Dalam Bahasa Sunda, artinya kakak perempuan. Mereka memang berasal dari Suku Sunda. Namun, Gian tidak suka jika dipanggil aa atau akang. Ia memilih dipanggil abang. Lagi pula mereka tinggal di Jakarta. Lupakan masalah panggilan, sekarang lihatlah Ginan tengah berkacak pinggang. Menatap Gian yang keluar dari rumahnya. Ginan tengah berdiri di depan garasi rumah keluarga Asraf itu. Ia juga telah memakai helmnya. “Kamu dandan juga ya? Lama banget,” Gian tidak membalasnya. Ia mengeluarkan motornya di garasi. Menyuruh Ginan untuk mundur. “Ayo,” Ginan menuruti Gian sambil mengeluh kesal.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
307.9K
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M
bc

Naughty December 21+

read
512.4K
bc

HYPER!

read
556.8K
bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
924.2K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook