bc

Sister Complex

book_age16+
2.4K
FOLLOW
28.5K
READ
friends to lovers
arrogant
badboy
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Elang Trinarenra Abraham ingin seorang adik. Bukan adik kandung tapi adik angkat, Elang tau jika mamanya sudah tidak bisa mengandung lagi makanya ia meminta adik angkat pada kedua orang tuanya.

Elang tidak memikirkan sama sekali jika orang tuanya akan membawa gadis kecil kedalam rumah mereka. Elang terpaku pada sosok gadis kecil itu yang bersembunyi dibalik punggung papanya karena takut. Elang tidak pernah berpikir akan jadi kakak dari gadis kecil itu namun Elang akan berusaha menjadi kakak terbaik untuknya.

Tapi, bagaimana jika perlakuan Elang lebih dari seorang kakak padanya?

Bagaimana jika rasa sayang Elang melebihi rasa sayang seorang kakak pada adiknya?

Dan bagaimana jika Elang mencintai adik angkatnya itu?

Apa yang harus Elang lakukan? Tetap menganggapnya sebagai adik atau menganggapnya sebagai gadis yang ia cintai?

"Mencintainya berarti harus memilikinya"

chap-preview
Free preview
Keinginan
Elang Trinarenra Abraham terpaku menatap kedua orang berbeda jenis kelamin didepannya. Melihat mereka saling menjahili membuatnya Elang juga menginginkannya. Andai saja mamanya tidak keguguran waktu itu pasti Elang telah memiliki seorang adik seperti adiknya Marcel. Elang bukan tipe orang yang suka iri pada apa yang dimiliki orang lain karena ia telah memiliki semuanya. Tampan, cerdas, kaya dan digilai banyak gadis diluar sana membuat pria sebayanya iri padanya. Tapi satu hal yang membuat rasa iri didalam dirinya muncul, memiliki seorang adik. Mendengar cerita Marcel yang selalu membicarakan adiknya yang katanya nakal, membangkang dan suka mencari masalah padanya. Marcel berbicara seakan ia kesal tapi melihat raut wajahnya Elang tau jika Marcel menikmatinya. Elang ingin merasakan bagaimana rasanya punya adik meski kadang Marcel mengatakan jika punya adik itu tidak enak, itu tidak membuat keinginan Elang meluap, bahkan keinginannya itu semakin besar. "MAMA! MIRAH BUANG CDKU DICLOSET!" Teriak Marcel membuyarkan lamunannya Elang. Elang tersentak tangan Mirah memegang ujung kaosnya meminta perlindungan. Elang hanya menatap Mirah, tak peduli dia adiknya Marcel atau bukan tetap saja Elang tak suka ikut campur. "Dasar nakal kamu ya?!" Omel Marcel menarik Mirah kearahnya lalu menyentil-nyentil kening adiknya itu berkali-kali. Mirah mengadu sambil meminta bantuan pada Elang namun Elang hanya mengedikkan bahunya. Toh mereka kakak adik. "Abang tuh yang nakal, masa nyimpan poto cewek nggak pake baju?!" Balas Mirah membuat mata Marcel melotot. Adiknya itu memang kurang ajar, dia telah membongkar laci dimana tempat ia menyimpan foto-foto itu. Padahal Marcel telah menyimpannya serapi mungkin agar tak seorangpun yang melihatnya tapi adik setannya itu berhasil mendapatkannya? Apa mungkin adiknya itu punya sinar lazer dimatanya hingga bisa menemukan benda apa saja? "Aku aduin ke mama!"  Marcel gelagapan, kalau Mirah mengadu sudah pasti mamanya akan marah dan akibat kemarahannya Marcel akan hidup melarat selama sebulan, ia hanya akan mengandalkan belas kasih Elang dan Ben atau temannya yang lain untuk mentraktirnya. Itu pun dapatnya setelah kedua telinganya dapat wejangan dari mereka, kadang Marcel berpikir mereka mentraktirnya makan ikhlas apa tidak? Kalau tidak, Marcel akan mengembalikan makanan itu dengan bentuk yang berbeda. Elang meraih tasnya untuk beranjak dari sana membiarkan Marcel dan Mirah berdebat. Menunggu mereka akur sama saja menunggu tom dan Jerry salaman. "Kak Elang mau pulang?" Elang berbalik mengangguki pertanyaan Mirah "Mirah antar ya kak!" Lanjut Mirah melingkarkan tangannya dilengan Elang. Tanpa bicara apapun, Elang melepaskan tangan Mirah darinya. "Nggak usah! Aku pulang dulu!" Pamit Elang pada Marcel yang berjalan menghampirinya. Marcel dan Mirah mengantar Elang kedepan dimana mobilnya sudah terparkir disana. "Hati-hati! Perasaanku nggak enak" ujar Marcel "Makanya jangan nahan boker!" "Iya kali ya" "Ihhh kalian jorok!" Elang tersenyum tipis dan Marcel tertawa melihat wajah merenggut adiknya. Seorang adik bisa menjadi teman dan sahabat dalam bersamaan tapi seorang adik tidak akan pernah menjadi musuh. * * * "Bagaimana sekolahnya?" Elang menghentikan makannya lalu menoleh kearah pria paruhbaya yang masih terlihat tampan diusianya sekarang ini "Baik." "Kalau kamu butuh sesuatu bilang sama papa dan mama, okey?!" Meski Edwin sangat sibuk dengan perushaannya ia tidak akan lupa jika ia memiliki anak yang harus ia perhatikan. Kasih sayang dan perhatian Kanaya istrinya belum cukup untuk Elang makanya Edwin juga sangat memperhatikan kehidupan putranya mulai dari lingkungan pergaulannya di sekolah dan diluar sekolah. "Apa mama dan papa akan mengabulkannya?" Keduanya mengangguk antusias, ini kali pertama Elang berkata demikian. Selama ini ia hanya diam dan bicara seperlunya "Aku mau adik." "ELANG!" Elang menatap papanya tanpa ekpresi, apa ia salah bicara? Elang hanya mengeluarkan apa yang ada dalam kepalanya, adik. Elang ingin adik, bukankah mereka sendiri yang memintanya untuk melakukannya "Elang" lirih Kanaya menatap putranya sendu. Elang menghela napas panjang, sepertinya ia salah. Pasti mamanya teringat kembali dengan kejadian 8 tahun yang lalu mengharuskan rahimnya diangkat "Mama, maaf!" Elang pindah kesamping mamanya untuk meraih tangannya "Aku nggak bermaksud bikin mama sedih" Kanaya mengelus wajah putranya yang terlihat merasa bersalah "Tidak sayang, ini salah mama yang nggak bisa kasih kamu adik" Adwin menyandarkan punggungnya dikursi melihat wajah sedih istrinya, selalu saja seperti ini. 8 tahun berlalu istrinya tetap tidak bisa melupakan semuanya "Lang, kamu ini kenapa sih? Kenapa tiba-tiba minta adik? Kamu kan tau sampai kapanpun kamu tidak akan punya adik. Kamu lebih dari cukup untuk kami!" Selama ini Edwin tidak pernah mendengar Elang meminta apapun darinya ataupun mamanya tapi sekali minta malah membuat ia kaget dan istrinya sedih, jika rahim istrinya masih ada tanpa memintapun Elang akan memiliki adik tapi ini tidak mungkin lagi "Aku tau. Aku cuma mau adik angkat, cuma itu!" Jika mamanya tidak bisa lagi mengandung setidaknya jalan lainnya adalah mengangkat anak "Adik angkat?" Kanaya dan Edwin berpandangan, lalu kembali menatap Elang yang tampak serius "Cuma adik angkat, nggak lebih!" Ucap Elang meninggalkan orang tuanya disana. Ini permintaan pertama Elang selama sekolah dimenegah atas. Jadi Elang harap mereka mengabulkannya. * * * "SHOOT!" Teriakan dan sorakan bergema didalam stadion basket setelah tembakan terakhir sebelum waktu habis masuk kedalam ring. High five antara pemain kini terlihat untuk merayakan kemenangan mereka maju ke babak final minggu depan. "Yooooo! Nggak salah nama kamu Elang," Marcel berhigh five sebelum memeluk Elang "SITANGGUH" lanjut pemain yang lain memeluk Elang, jika bukan karena Elang sudah pasti tim mereka sudah habis ditangan tim lawan. "Kerja bagus semuanya." Ucap Elang keluar lapangan menghampiri sang pelatih. Setelah mengobrol sedikit, Elang dan rekan setimnya merayakan kemenangan mereka disebuah restoran dekat sekolah mereka. "Boleh aku bawa cewek?" Tanya Ben rekan setim sekaligus sahabat Elang dan Marcel "Jika kau ingin makan terpisah maka lakukan!" Ujar Marcel melirik Elang disampingnya. Sahabatnya itu tidak suka jika ada cewek disekitarnya, bukan karena dia tidak suka cewek hanya saja menurutnya cewek itu merepotkan. Banyak cewek yang mendekatinya tapi Elang tak pernah membuka hati untuk mereka. Malahan Elang menjauhi atau bersikap dingin pada mereka kecuali Mirah, adiknya Marcel. Elang welcome pada Mirah, mungkin karena dia adik sahabatnya. "Boleh pesan lagi, kan pak?" Tanya Marcel pada pak Bondan guru sekaligus pelatih basket mereka "Makan sepuasmu!" Ujarnya yang dapat sorakan dari anak didiknya. Mereka sungguh-sungguh bekerja kerasa demi turnamen ini, pikir pak Bondan "Saya keluar dulu pak." Izin Elang membawa ponselnya yang baru berdering, setelah diluar restoran Elang akhir menjawab telfon dari mamanya. "Iya ma? Sekarang? Tapi kenapa? Aku masih ada jan," mendengar penuturan mamanya Elang langsung mematikan ponselnya untuk beranjak dari sana. Entah apa yang terjadi pada mamanya hingga Elang didesak untuk pulang sekarang. Seperti biasa, turun dari mobil Elang  memberikan kunci mobilnya pada satpam untuk ia garasikan. Elang yang masih menggunakan seragam basketnya berwarna merah hitam dan sepatu sport putih berjalan memasuki ruang tamu meneteng tas ransel ditangan kanannya. Elang hanya mengangguk melihat beberapa maid berjejer memberinya salam. "Anda sudah datang tuan Muda" Elang berhenti melihat bu Widya selaku ketua maid dirumahnya menghampirinya "Mama sama papa mana?" Tanyanya to the point "Beliau ada di ruang keluarga tuan, mereka sudah menunggu Anda." Jawab Widya sesopan mungkin, meski Elang selalu menegurnya untuk tidak memanggilnya tuan muda tidak membuat Widya berhenti memanggilnya demikian, biar bagaimanapun Elang adalah anak tuannya maka dari itu Widya juga harus memanggilnya sebagai mana mestinya. "Makasih ya, bi!" Ucap Elang memberikan ranselnya pada Widya lalu melangkah menuju ruang keluarga. Terdengar gelak tawa menusuk pendengaran Elang, suara itu adalah suara mama dan papanya. Elang mempercepat langkahnya, palingan kedua orang itu bermesraan lagi. Dasar tidak tau tempat, cibir Elang. Pernah suatu waktu Elang mendapati kedua orang tuanya berciuman mesra di taman, ingin sekali rasanya Elang berteriak jika ada dirinya yang masih dibawah umur jadi tidak seharusnya mereka memberikan contoh yang tidak baik. Tapi yang namanya anak tidak boleh durhaka sama orang tua, merusak kesenangannya orang tua sama saja durhaka. "Ma! Pa!" Panggil Elang memasuki ruang keluarga. Tawa kedua orang tuanya berhenti setelah melihat putra mereka berdiri masih menggunakan seragam basketnya. "Lang?" Elang menatap papa dan mamanya bergantian hingga matanya terpaku pada seorang gadis kecil berdiri diantara kedua orang tuanya. Gadis kecil? Tatapan Elang membuat gadis itu menyembunyikan tubuhnya dibelakang Edwin. Gadis itu memegang kaki kemeja papanya sembari memiringkan sedikit kepalanya melihat Elang berdiri didepan pintu. "Apa dia," "Ya, benar!" Potong papanya mengelus kepala gadis itu "Dia adikku?" Elang melangkah pelan tanpa melepaskan matanya dari gadis kecil yang meringkuk dibelakang papanya. "Iya dia adikmu, namanya Arum." jawab sang mamanya meminta Arum  kedepan agar Elang bisa melihatnya dengan jelas. Dengan ragu Arum melangkah kedepan lalu mendongak melihat Elang mengulurkan tangan padanya "Elang, panggil aja kakak!" "Kalau gitu kakak bisa jaga aku?" Elang tersenyum menarik Arum masuk kedalam pelukannya "Tentu saja, Itu emang tugasku sebagai seorang kakak, Adikku." Elang memeluk Arum erat. Jika biasanya Elang benci dengan orang baru maka kali ini rasa beda. Entah kenapa Elang langsung menyukai Arum. Hari-hari Elang sebagai kakak akan dimulai hari ini. Tau ketakutan Arum melihatnya membuat Elang bertekad untuk melakukan segala cara agar Arum menerimanya dan akan menjaganya sepenuh hati. * * * "Jadi umur Arum baru 13 tahun?" Tanya Elang tap percaya, Elang kira umur Arum 15 tahun. Dilihat dari postur tubuhnya, Arum terlihat lebih tinggi dari anak-anak seusianya "Jadi Arum sekolah dimana? Dan selama ini tinggal sama siapa?" Tanya Elang menoleh pada Arum disampingnya. Elang dan Kedua orang tuanya tertawa kecil melihatnya, Elang mengajaknya bicara tapi dia malah ketiduran "Sepertinya aku punya putri tidur sekarang" gumam Elang memperhatikan wajah Arum yang terlihat kelelahan "Arum pasti kelelahan, papa yang akan gen," "Aku aja!" Elang membawa Arum kedalam gendongannya dengan sangat hati-hati agar tidurnya tidak terusik. Setelah sampai kedalam kamar yang telah disulap jadi kamar seorang putri, Elang membaringkan Arum dan melepas sepatunya. Elang menatap kesekelilingnya lalu berdecak, kapan mereka menyiapkan ini? Cup "Selamat malam adik kecilku" ucap Elang setelah mencium kening Arum begitu lembut. Tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sister Complex

read
28.5K
bc

Fifty Shades of Handerson

read
25.4K
bc

Dear Calon Imamku

read
14.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook