bc

My Lavender Dream

book_age18+
903
FOLLOW
3.6K
READ
second chance
arranged marriage
brave
self-improved
royalty/noble
drama
tragedy
bxg
lies
like
intro-logo
Blurb

Abigail, hampir seumur hidupnya tidak pernah terlihat nyata.

Dia disembunyikan dan terlupakan oleh Ayahnya di sebuah pulau kecil, Pulau Lavender.

Tak pernah mengenal cinta, tak pernah memikirkan apa yang akan terjadi pada hidupnya atau bagaimana masa depannya kelak.

Tapi sebuah pertemuan mengubah seluruh hidupnya.

Lionell, tiba-tiba saja diputuskan oleh tunangannya.

Dia sebenarnya tak peduli.

Tapi....

Bagaimana bila ternyata tak hanya diputuskan, dia malah ditinggalkan di tengah lautan luas terikat dengan kemungkinan untuk selamat hanya 1%?

Pertemuan apa yang mengubah hidup Abigail?

Apakah Lionell dapat bertahan hidup?

Cover :

Gambar oleh Amazing works of h****://pixabay.com/id/users/darksouls1-2189876/

Thank You.

h****://pixabay.com/id/illustrations/potret-fantasi-wanita-gadis-3377271/

Enrique Meseguer dari Pixabay

chap-preview
Free preview
Part 1 : Kematian
Part 1 : Kematian   Angin laut bertiup kencang, geladak kapal dipenuhi wajah-wajah masam. Seorang gadis yang mengenakan gaun bepergian berwarna emas dengan hiasan swaroski putih serta sebuah payung renda kuning cerah berdiri di tepi geladak menatap ke bagian lambung kapal. “Di kapal ini, akulah penguasanya!” ucapnya sinis. Gadis itu tersenyum mengejek, “Aku mendapatkan dua keuntungan dari hilangnya satu nyawa manusia tidak berguna sepertimu.”   “Berengsek! Kamu tidak bisa meninggalkan aku dalam keadaan seperti ini,” teriak seorang pria bertubuh tegap dengan tangan dan kaki terikat, dari sebuah perahu kayu kecil. Perahu kayu yang sudah pasti tidak akan mampu menahan hempasan ombak laut maupun terjangan angin badai. Beberapa awak kapal tampak terkekeh, mereka menarik ulur tali pegikat perahu sekedar untuk mempermainkan pria di atas perahu. Beberapa kali pria itu kehilangan keseimbangannya, lalu terjatuh hingga terjerembap. Bersusah payah dia kembali bangun hanya untuk melihat orang-orang menertawainya lagi. “Tentu saja aku bisa meninggalkanmu!" Gadis itu menatap tajam.  "Ingat baik-baik Sir Hebat, yang serba bisa, sekarang ini kamu tidak berdaya. Tidak ber…da...ya..," ucapnya mengkonfrontasi pria tersebut, sudut bibirnya terangkat meski ditutupinya dengan kipas yang dipegangnya.   "Kamu akan menyesali ini! Aku akan membuat perhitungan denganmu!" teriak pria itu lagi. “Aku akan membalas semua perbuatanmu!” “Dengan apa kamu hendak membalas?” “Mungkin dia akan menghantuimu setelah dia mati, My Lady.” Klakar Kapten disambut tawa awak kapalnya. "Kamu, berkoar-koar tanpa kekuatan itu sama saja dengan sia-sia.” Tunjuk Gadis itu masih dengan senyum mengejeknya. “Lihatlah dirimu, sangat menyedihkan. Layaknya… narapidana yang menantikan tiang gantungan," ucap Si Gadis, kepalanya dimiringkan, diberikan sebuah kecupan jauh pada tawanannya. Bukan sebagai tanda kasih, tapi ejekan.  "Ah, Tuan Sempurna hari ini jatuh ke dalam perangkapku.” Gadis itu kembali menepuk tangan dengan senang dengan mempertahankan gaya anggun seorang lady kelas atas, walaupun kelakuannya bahkan lebih rendah daripada penjahat kelas bawah. “Walau kamu dapat membunuhku sekarang, tapi coba pikirkan, apa reaksi keluargaku. Sudah pasti akan ada begitu banyak pertanyaan dari keluargaku juga semua masyarakat London.” Pria itu masih berusaha melepaskan ikatan yang ternyata begitu erat. “Oh, astaga... keluargamu?” Dia berpura-pura terkejut, kemudian telapak tangannya dikibaskan. “Aku tidak peduli. Lagipula, tidak akan ada yang peduli atau menangisi kepergianmu... selamanya." "Kamu akan menuai masalah. Kupastikan itu!" "Aku melakukan segala sesuatu selalu dengan perhitungan dan rencana yang matang, Sir. Bukankah itu yang selalu kamu ajarkan padaku? Rencana sempurna, Sir.” Gadis itu tersenyum licik. “Jika kamu pikir aku adalah gadis bodoh yang tidak tahu apapun, kamu salah Sir. Akan kukabari pada semua kalangan masyarakat di London bahwa kamu, mengalami kecelakaan di lautan luas ini. Mereka hanya akan mendengar betapa besar perjuanganku untuk menemukanmu, hingga menyebabkan kehilangan beberapa awak, harta, serta barang-barang kesayanganku. Tentu saja, pendampingku, Lady Garnetta akan mengatakan hal yang sama denganku.” Dia menepuk kipas hingga tertutup sempurna lalu mempertunjukkan wajah yang begitu sedih. “Kemudian, untuk sedikit mengenang hubungan pertunangan kita. Akan kukatakan kamu berkorban untuk mengeluarkanku dari badai. Jangan lupa, pesan terakhirmu, kekasih jiwaku…." “Sial! Kamu benar-benar penipu yang pandai berakting!” “Kamu mau mendengar pesan terakhirmu?” “Pesan terakhirku, membusuklah kamu di neraka!” Gadis itu meletakkan jemari pada dadanya, "Hiduplah bahagia, Cintaku. Aku akan menjagamu sebagai bintang di langit.” Sapu tangan dari sutra halus mengusap mata gadis yang sama sekali tidak menangis. “Bukankah, itu terdengar sangat romantis dan manis? Oh… kekasihku." Tawanya meledak. "b******k! Iblis!" "Aku hampir lupa. Bahkan bila aku menambahkan sebuah ratapan untuk bentuk penyesalan, kesedihan karena kehilangan tunangan tercinta, tentunya akan terlihat lebih meyakinkan dan mengundang simpati.” “Sebegitu inginnya kamu melihat aku mati. Lalu mengapa harus dengan cara seperti ini?" Pria itu merujuk pada kapal kayu kecil serta ikatan pada kaki dan tangan. "Tidak kah lebih mudah dan pasti bila langsung kamu tenggelamkan saja aku ke dasar lautan ini, b******k,” umpat pria itu. “Aku tidak sejahat itu, Sir. Lagipula hatiku terlalu lembut perasaannya. Dan jangan katakan aku tidak memberimu kesempatan untuk hidup.” Gadis itu menunjuk pada sekeping roti tergeletak di samping pria terikat itu. "Berjuanglah, Kekasihku." Setelah mengucapkan itu sang gadis meninggalkan geladak menuju ruang peristirahatan tanpa menoleh barang sekalipun walau pria itu berteriak dan memaki. Perlahan tali pengikat dilepaskan para awak. Perahu kayu kecil terombang-ambing dihempas air laut. “Sudah, My Lady,” lapor salah satu awak kapal. Gadis itu kemudian memberi tanda agar perjalanan segera dilanjutkan. Masih begitu banyak hal yang harus dikerjakannya. Salah satunya adalah berganti kapal. Sementara itu si pemuda terombang ambing di atas perahu kecil dalam keadaan terikat di tengah lautan yang ganas. Usahanya melepaskan diri malah membuatnya terjatuh dan menghantam tepian perahu kayu. * Beberapa orang berdiri dengan pakaian serba hitam, di depan mereka terdapat sebuah peti mati yang siap di turunkan ke dasar lubang. Seorang wanita paruh baya terlihat enggan menatap, sementara di sampingnya seorang gadis muda tidak meneteskan air mata sedikitpun. Matanya tajam, keras dan tegas. Bisik-bisik terdengar dari jajaran peziarah di belakang. “Lihat, Miss Lataasha sama sekali tidak menangisi kepergian abangnya.” Gadis muda yang ternyata adalah adik dari pria yang dimakamkan itu bergeming, mengangkat wajahnya dan menatap penuh keyakinan. Dia yakin saudara laki-lakiya masih belum meninggal. Selama belum ada jasad ataupun bukti yang menunjukkan kebenaran dari cerita sang tunangan, maka Lataasha menolak untuk berkabung. Menolak percaya pada perkataan tunangan saudaranya. Sementara itu bisa dipastikan gadis menawan yang menangis di dekat liang kubur adalah tunangan yang bersedih. Dia berteriak histeris, menangis bahkan berkali-kali sang gadis mencoba menahan peti mati untuk dikuburkan. “Lady Penelope, kalau kamu begitu enggan peti itu dikuburkan, mengapa kamu memaksakan sebuah upacara pemakaman?” Lataasha menyindir tunangan saudaranya. Keduanya saling pandang sesaat. Dengan tatapan yang sangat berbeda jauh. Kedua gadis ini sama mempesonanya. Dua-duanya sama cantiknya. Hanya saja, Penelope cantik dan terlihat rapuh. Sedangkan Lataasha, si cantik nan keras kepala. “Apakah salah jika aku hanya ingin memberikan ketenangan dan penghormatan terakhir untuk tunanganku. Apalagi dia telah mengorbankan nyawanya untukku.” Penelope kembali menangis, suaranya begitu pilu menyayat hati. Tatapan orang-orang mulai menusuk Lataasha, sang adik dianggap tidak memiliki hati karena terus menyerang tunangan saudaranya. Tangis Penelope kian menjadi, dia bahkan tampak memegang kepalanya dan agak terhuyung. “Astaga, Penelope, apakah kamu sakit?” Lady Garneta berteriak. “Penelope-ku tidak tidur berhari-hari meratapi kepergin tunangannya tercinta.” Kemudian dia berbalik menatap Lataasha, “sungguh seharusnya kamu malu, Miss. Bagaimana bisa kamu menyerang tunangan saudaramu. Bahkan membuat keributan pada prosesi sakral ini.” “Tidak apa-apa Bibi Garnetta, kurasa dia tidak pernah akan mengerti kesedihanku ini.” Penelope mengusapkan sapu tangan pada sudut matanya. Seorang pria segera mendekat dan mencoba menenangkan Penelope. Beberapa peziarah mengangguk, membenarkan kata-katanya. “Aku tidak yakin kamu benar-benar bersedih!” ucap Lataasha, kedua lengannya terlipat di depan d**a. Dia muak dengan drama yang dipertunjukkan Penelope. “Lihatlah dirimu, kamu sama sekali tidak menghargai upacara pemakaman saudaramu. Mengapa kamu tidak mengenakan gaun hitam? Kamu bahkan tidak berkabung untuknya. Lionell pasti akan sangat sedih melihat adik kesayangan tidak peduli sedikit pun.” Penelope kembali berteriak histeris. "Kamu melukai perasaan, Lionellku." Penelope terus menangis, bersandar pada d**a pria yang terus mendampinginya tadi. Sesekali diusapnya air matanya. “Aku menolak berkabung untuk pemakaman ini. Aku hanya berduka akan keberadaan Lionell, kakakku yang belum ditemukan.” Lataasha menatap tegas, sementara Ibunya hanya memeluk Lataasha erat. Di dalam hati wanitta paruh baya itu, dia juga ingin meneriakkan kata-kata seperti diucapkan oleh anak perempuannya. Namun, masihkah ada harapan? Lataasha yang mengenakan pakaian berwarna hijau gelap—tanda berduka—tidak mau ikut menaburkan tanah di atas peti mati yang telah di turunkan sebelum para petugas pemakaman menutupi. Dia berdiri tegak dan hanya berdoa. Di dalam sana tidak ada jasad saudaranya, hanya peti mati kosong. Jika memang Lionell telah meninggal, maka nanti saat jasad ditemukan dia akan mengali kuburan, memakamkan serta memberikan penghormatan terakhir. Namun saat ini dia akan terus berusaha mencari hingga batas terakhir kemampuannya. Itu janji Lataasha pada ibu, saudaranya dan dirinya sendiri. *

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bad Prince

read
508.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K
bc

Marriage Not Dating

read
549.2K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.5K
bc

Everything

read
277.3K
bc

Just Friendship Marriage

read
506.1K
bc

OLIVIA

read
29.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook