bc

Arjuno

book_age4+
574
FOLLOW
2.2K
READ
friends to lovers
playboy
badboy
drama
comedy
bxg
office/work place
first love
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Arjuno adalah seorang laki-laki yang mempunyai kisah asmara yang suram, semuanya berubah disaat dia bertemu dengan Shopia, seorang gadis yang menjadi rebutan karyawan di tempatnya bekerja. Dengan sebuah bucin-an yang dibajaknya dari sebuah majalah pemuda itu berhasil menaklukkan hati gadis bermata sendu itu. Tetapi hubungannya hanyalah manis dalam imajinasi karena cintanya yang tumbuh rimbun harus musnah karena ego yang tak sengaja dipupuknya.

chap-preview
Free preview
Sosok Manis Di Dapur Mimi
Sebuah pagi di rumah orangtua Arjuno, saat mentari belum terlalu tinggi naik. Rasanya dia malas sekali untuk meninggalkan tempat tidurnya. Sebenarnya tadi jam tujuh lewat lima belas sudah sempat melek sebentar hanya saja tidak langsung bangun dan akhirnya tidak terasa kembali tidur. Jam sebelas lewat tiga puluh menit dia baru bangun lagi.         Semangat hidupnya seperti sirna untuk meniti hari-harinya, terasa hilang semua gairah hidup. Semalam Shopia telah menikah dengan ‘si Bernasib Baik’ itu, Pemuda berkulit hitam buluk itu memilih untuk tidak menghadiri prosesi pernikahan itu, walaupun gadis yang kini membuat hatinya hancur memintanya langsung.     Arjuno berdialog dalam imajinasinya saat masih terduduk di atas kasurnya sambil membersihkan iler yang mengerak di bawah bibir.          “Apa yang akan gue lakukan nanti setelah tidak bersamanya lagi? Dunia masih terasa gelap. Sama sekali gue enggak berani membayangkannya karena yang terlihat di sana hanyalah kehampaan. Berhasil menghindar semalam untuk enggak datang ke pernikahannya bukan berarti malam Senin besok gue bisa lolos darinya di tempat kerja. Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan keluar menyerang dari mulutnya. s**t! Bodo amat.” Arjuno menggeserkan pantatnya beringsut ke tepi tempat tidur. “Mengapa baru bangun tidur otak gue udah memikirkan hal yang enggak baik untuk kesehatan otak dan mental gue. Stop it,  jangan memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan dia dulu. Otak ini harus tetap sehat, jangan jadi gila,” gumam pemuda itu lirih.          Akhirnya Arjuno bangkit dari tempat tidurnya, meninggalkan sisa-sisa iler yang menempel di bantal membentuk pulau-pulau di Nusantara. Dia melangkah dengan gontai menuju ke luar kamar sambil menggosok belek yang sepertinya masih bertahta di sudut mata.         “Mengapa rumah sepi banget pagi ini, ke mana para penghuni?” lirih pemuda itu.     Pemuda itu menjatuhkan dirinya di sopha lalu menyalakan televisi. Tangannya mulai mencari channel yang bisa membuat matanya melek normal dulu, mungkin sekitar setengah jam sampai satu jam cukup. Telinganya menangkap ada suara-suara yang terdengar dari dapur. Arjuno tersenyum kecil di ujung bibirnya karena ternyata masih ada kehidupan di rumah, tadinya dia mengira semua penghuni rumah keluar semua. “Ternyata Mimi ada di rumah, pasti sedang masak buat gue, Sang Pangeran Kodok b***k. Jadi lapar ni gue,” ujar Arjuno sambil meraba perutnya yang tiba-tiba lapar. “Makan dulu atau mandi dulu? Makan dulu berarti nanti gue makan dicampur dengan semur jigong. Berarti yang harus dilakukan adalah mandi dulu  tetapi  jangan gosok gigi dulu, supaya  bisa hemat odol. Mau mandi atau makan dulu itu sebuah pilihan gampang yang penting menu makannya hari ini apa. Apakah menu kesukaan? Semur jengkol.” Pemuda berkulit buluk itu memaksakan untuk bangun dari kenyamanan yang diberikan sopha, lalu berjalan ke kamarnya untuk meraih handuk. Benda  berwarna biru langit itu kini menjadi penghuni pundak kanannya. Baju yang tadi dikenakannya entah ke mana tadi waktu dilemparkan secara acak. Dia melangkah lenggang kangkung bertelanjang d**a dengan celana pendek menuju kamar mandi. Letak kamar mandi posisinya dekat dengan dapur, itu berarti dia akan bertemu dengan Miminya  dulu di sana. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlewati, saat menuju kamar mandi jadi bisa mengecek Ibunya masak apa untuk menu makan siang. Arjuno menahan napasnya saat memasuki ruang masak itu, sosok yang sedang membelakanginya itu sepertinya bukanlah Mimi, jika dillihat dari bentuk tubuhnya. Ibunya kurus dan tinggi sedangkan yang ada di depannya badannya terlihat lebih berisi.       “Gue yakin sekali itu bukanlah Mimi, badannya lebih mirip seperti ....”     Perempuan di depannya tiba-tiba menoleh, sepertinya dia menyadari ada orang lain di belakangnya. Astaga! Pemuda itu tiba-tiba sesak napas.     “Halo, Juno?” ujar sosok itu sambil menyematkan senyumnya.      “Shopia? Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”         Pemuda itu nampak terkejut sekali saat dugaannya ternyata benar tentang siapa yang ada di hadapannya. Tiba-tiba dia dirambati rasa gugup. Untuk menjawab sapaan perempuan berjilbab biru di depannya saja dia gagap, terlebih dalam kondisi yang tidak ganteng seperti itu, bertelanjang d**a dan celana pendek dengan gambar Doraemon. Muncul tanda tanya segede bagong  di otak Arjuno. “Ngapain Shopia jam segini ada di sini? Di rumah gue dan sedang masak pula?”           “Aku sedang melakukan apa di sini? Yang kamu lihat aku sedang apa, Juno?” Gadis bermata sendu itu balik bertanya sambil tertawa, dia memamerkan giginya yang putih.         “Ya ... Aku tahu kamu sedang masak. Maksud aku mengapa kamu masak di sini, di dapur?” kata Arjuno sambil berusaha memperbaiki pertanyaan tadi.       “Itu sebuah pertanyaan aneh, Juno. Masak ‘kan memang lazimnya di dapur, kalau di kamar mandi itu namanya mandi.”         Shopia tertawa lagi setelah menggenapkan kalimatnya. Arjuno mengernyitkan dahinya gara-gara menggunakan narasi yang salah saat bertanya tadi? Pemuda itu menggaruk-garuk pelipis kanannya dengan telunjuk tangan kanan, berusaha mencerna apa yang terjadi di depannya sekarang. “Bukankah semalam Shopia menikah dengan si Sariawan? Si Laki-laki yang bernasib baik itu. Jika itu benar lalu apa yang dia lakukan di sini?” Arjuno berdialog dengan benaknya sendiri.    “Sudah mandi dulu sana, Juno. Kamu jelek banget, setelahnya aku ceritakan apa yang terjadi,” ujar Shopia sambil mendorong perlahan tubuh Arjuno masuk ke kamar mandi.    Rasa ingin tahu dan penasaran dengan kehadiran Shopia di rumah membuat pemuda itu tidak ingin berlama-lama di kamar mandi. Semuanya dia selesaikan kurang dari sepuluh menit saja, mulai dari mandi, mengeringkan badannya dengan handuk, memakai baju, cologne, bedak, lipstik.      Arjuno menagih janji Shopia untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Mengapa hari ini dia ada di rumahnya padahal semalam adalah pernikahannya? Menggantikan Mimi memasak lalu ikut makan siang bersama kedua orang tua  dan adik-adiknya sekalian alam yang pulang beberapa menit setelah azan Zuhur. Gadis bermata sendu itu berjanji akan menceritakan semuanya tetapi tidak di rumah pemuda itu karena terlalu ramai dengan adik-adik Arjuno katanya. Dia ingin menceritakan kisahnya berdua saja.     Pemuda berkulit legam itu mengajak Shopia ke sebuah saung yang ada di sawah Baba. Dia memilih tempat itu karena suasananya yang cukup nyaman di sana, banyak pohon kelapa yang tumbuh di pematang dilengkapi dengan angin yang siap mengusir panas.    Tidak jauh dari saung ada sumber mata air asin, airnya hangat dengan bau belerang yang tidak terlalu menyengat hanya saja tidak terlalu besar. Arjuno mempersilahkan Shopia duduk di bangku plastik berwarna hijau tua senada dengan bangku yang didudukinya juga.       “Jadi bagaimana ceritanya hingga kamu bisa ada di sini, Phia?” kata pemuda itu memulai pembicaraan. Bidadari bermata sendu itu terlihat menghela napas panjang, sebuah senyum kecil terukir di bibirnya. “Okey, aku akan menceritakan kejadian semalam,” Shopia memperbaiki duduknya dan bersiap memulai. “Semalam aku enggak jadi nikah, Juno.”        Arjuno memandang sosok di depannya dalam, dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja ditangkap oleh telinganya. Hal itu tidak mungkin terjadi di dunia nyata.       “Enggak jadi bagaimana, Phia? Kok kamu bisa enggak jadi menikah? Apa yang kurang? Dia adalah laki-laki yang kamu pilih setelah kamu mencampakkan aku ke lembah kebisuan dan kesedihan, si Sariawan itu juga adalah laki-laki yang kamu cintai.”       Shopia menempelkan telunjuk tangan kanannya ke bibir Arjuno, apa yang dilakuannya otomatis membuat pemuda itu terdiam padahal dia masih banyak stok kalimat yang sengaja disimpannya untuk pertemuan dengan gadis ini lagi.       “Biar aku lanjutkan dulu ceritanya ya, Juno,” kata Shopia.        Gadis itu menyematkan sebuah senyum kecil di ujung bibirnya lalu terlihat menghela napas panjang lagi bersiap melanjutkan ceritanya.       “Satu hari sebelum ijab kabul aku memberitahukan dia bahwa aku tidak bisa hadir secara penuh di sisinya sebagai seorang istri. Dia kaget dan bertanya alasannya mengapa. Aku menceritakan kepadanya bahwa di hatiku ada seseorang yang belum bisa aku usir pergi,” ujar Shopia lalu terdiam beberapa saat. “Dia lalu bertanya siapa orangnya. Aku sebutkan nama kamu. Malam itu aku baru tahu ternyata dia nggak tahu kamu yang mana.” Terselip senyum di ujung bibirnya saat menyelesaikan kalimat itu. “Pastilah si Sariawan enggak kenal gue, Phia. Bertemu saja baru sekali malam minggu itu dan tidak sempat  memperkenalkan diri,” gumam hati Arjuno.         “Dia meminta aku untuk mengusir kamu pergi, Juno. Aku bilang aku enggak bisa melakukannya, aku perlu waktu lama untuk menetralisir semua rasa yang ada di dalam d**a sehingga aku bisa penuh hadir di hidupnya. Kamu tahu apa reaksi dia setelah dia mendengar aku bicara seperti itu?” tanya Shopia yang dijawab dengan gelengan kepala sebagai jawaban.       Shopia melanjutkan ceritanya, “Dia bilang jika aku tidak bisa mengusir kamu dari hatiku, pernikahan lebih baik dibatalkan saja. Percuma menikahi perempuan yang hatinya diberikan kepada orang lain katanya. Aku kaget sekali mendengarnya. Ada dilema di hatiku antara tetap mempertahankan kamu di hati atau memulai hidup baru dengannya.”    “Akhirnya aku menuruti keinginannya untuk mengusir kamu, Juno. Aku mengorbankan semua cerita kita. Aku mengusir pergi semua kenangan tentang kita dengan sangat terpaksa.” Shopia menunduk setelah menyelesaikan ceritanya.    Arjuno menatap gadis bermata sendu di depannya seraya memperbaiki posisi duduknya, sungguh apa yang diceritakan oleh Shopia itu sama sekali tidak pernah terpikirkan dalam benaknya.    Arjuno mengulurkan tangan kanannya untuk mengucapkan selamat kepadanya. “And finally you married with him, congratulation!”       Shopia menggelengkan kepalanya merespon kalimat yang diucapkan oleh pemuda itu, ada sebuah senyum kecil di bibirnya. Arjuno berusaha menafsirkan arti dari senyuman yang disematkan itu. “Tidak mungkin itu sebuah senyum kemenangan? Ataukah itu senyum untuk mengejek kekalahan gue?” Pemuda itu mulai berdialog dengan dirinya sendiri.      “Jika aku menikah dengannya semalam, enggak mungkin sekarang aku ada di sini bersama kamu, Juno,” ujar Shopia sambil tertawa.      Arjuno mengaruk-garuk kepalanya yang tiba-tiba gatal tidak jelas, dugaannya adalah kutu dan kecoa sedang tawuran di sela-sela rambutnya. Di dalam hatinya pemuda itu mengiyakan kalimat Shopia barusan. “Aku lanjutkan dulu ya ceritanya, Juno,” kata Shopia, pemuda itu mengangguk mengiyakan. “Akhirnya malam pernikahankupun tiba, saat di depan penghulu aku tiba-tiba diterpa keragu-raguan dengan membabi buta. Khawatir nanti aku telah salah mengambil keputusan. Aku berpikir ulang, bisakah aku menepati janjiku untuk hadir dengan total di hidupnya sebagai seorang istri? Aku tidak yakin dengan keputusanku untuk menjadi istrinya. Akhirnya aku memantapkan hati untuk menggagalkan pernikahan dengannya malam itu. Dia terkejut dan terlihat shock sekali, semua orang di sana juga terkejut.” Gadis berjilbab biru  itu tersenyum getir dan menghela napas panjang lagi. Entah sudah berapa kali dia melakukan hal itu.           “Aku seharusnya senang ataukah sedih mendengar cerita kamu, Phia?” ujar Arjuno nampaknya kalimatnya ditata dengan sangat hati-hati sekali.          “Aku berharap kamu senang, Juno.” Shopia menyematkan senyum yabg sangat disukai oleh pemuda itu. “Bukankah ini berarti adalah sekuel dari cerita kita, kita bisa melanjutkan cerita cinta yang sempat terputus gara-gara iklan kemarin. Walaupun jujur sebenarnya ada yang aku khawatirkan.” “Khawatir?” Arjuno menatap sosok di depannya sambil mengerutkan dahi. “Ya aku ada perasaan khawatir, Juno ... khawatir kamu tidak mau menerimaku lagi. Aku sudah korbankan cerita yang baru akan dimulai dengan orang lain demi kamu. Demi bayangan kamu, demi kenangan-kenangan indah yang tak bisa kuhapuskan dari dalam hati.” Shopia merambati wajah pemuda di depannya dengan kedua mata sendunya. “Jadi kamu ingin kembali lagi ke dunia kita, Phia?” pemjuda itu memandang lekat ke wajah Shopia. “Iya. Juno,” jawabnya pendek dan mantap. Sebuah senyuman terselip di bibir Shopia, melengkapi harapan yang ada di matanya. Arjuno menghela napas panjang, nampaknya apa yang pernah dikhayalkannya menjadi kenyataan hari ini. Pemuda itu pernah berimajinasi Shopia akhirnya akan kembali kepadanya untuk kembali meneruskan cerita yang sempat berantakan di tengah jalan. “Tidak akan semudah itu kamu kembali lagi setelah membuat luka lebam hatiku, menyayat pedih tanpa berdarah. Tidak akan semudah itu,” Arjuno tersenyum getir ke gadis di depannya. “Jangan pernah mimpi, Phia.”     Shopia terlihat terkejut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Arjuno tadi. Dia sama sekali tidak menduga untaian kata itu akan keluar dari mulut orang yang diharapkan akan menjadi tumpuan setelah keputusan kemarin. Gadis bermata sendu itu memandang dengan tatapan tak percaya ke arah pemuda di depannya. Senyum manis di bibirnya tadi mendadak sirna tak berjejak berganti dengan senyum getir. “Maksud kamu bagaimana, Juno?” Suara gadis di depan pemuda itu tiba-tiba terdengar parau dan berat. “Tadi kamu bilang ingin kembali ke dunia kita ‘kan, Phia? Kembali ke dunia kita yang pernah ditinggalkan? Aku bilang jangan pernah mimpikan hal itu.”     “Aku kecewa sekali, Juno,” Shopia menelan ludah dan membuang pandangannya jauh sekali. “Ternyata aku salah langkah telah mengorbankan pernikahanku demi orang plin-plan seperti kamu. Salah mengambil keputusan yang ternyata yang hari ini menghancurkanku.” Suara Shopia seperti tercekat setelah menyelesaikan kalimat itu, terlihat ada gurat kesedihan menyapa wajahnya kala itu. “Aku plin-plan?” ujar Arjuno seraya tersenyum kecil.      Shopia menanggapi kalimat pemuda di hadapannya itu dengan tatapan bete dan kesal, jelas sekali dia ingin menumpahkan amarah yang mulai menguasainya. “Iya, kamu itu laki-laki plin-plan yang sama sekali enggak bisa dipegang omongannya. Katanya kamu sayang aku, cinta aku. Katanya kamu akan tetap bertahan di samping aku apapun yang terjadi. Mana buktinya? Setelah aku memutuskan untuk menggagalkan pernikahanku kamu bilang jangan mimpi, Juno.”        Kalimat yang diucapkan oleh Shopia berintonasi tinggi, khas sekali miliknya saat sedang dikuasai marah. Sorot matanya kian bete saat melihat pemuda di depannya tersenyum. Menurutnya itu adalah sebuah ejekan oleh Arjuno. Di benak gadis bermata sendu itu ada firasat apa yang dilakukan oleh orang di depannya ini adalah sebuah balas dendam karena rasa sakit yang pernah dilakukan olehnya dulu. “Memang aku cinta kamu dan aku tetap akan bertahan di samping kamu, Phia.” Lagi sebuah senyuman melengkapi kalimat Arjuno.      “Bullshit! Lalu apa maksud kata-kata kamu tadi, Juno? Jangan pernah mimpi kembali ke dunia kita?” Arjuno meraih tangan Shopia berusaha untuk menenangkannya, tetapi nampaknya gadis berjilbab biru ini sangat dikuasai oleh emosi.        “Don’t touch me!” kata Shopia dengan nada membentak disertai dengan tatapan mata tajam ke arah Arjuno.        Shopia menarik tangannya yang hampir berhasil digenggam pemuda itu dengan keras, sehingga tangan Arjuno tertarik oleh tangan kanan gadis itu.       Arjuno memberanikan diri kembali untuk meraih tangan kanan gadis itu lagi lalu menggenggamnya dengan erat supaya tidak bisa ditarik lagi olehnya. Benar saja, Shopia menarik tangannya kembali hanya saja kali ini tidak bisa dilepaskannya. Pandangan matanya dilempar jauh sekali, melewati pematang-pematang sawah yang hijau oleh rumput liar.        “Honey ... ” Arjuno berusaha mengalihkan pandangan Shopia, dia  bergeming. “Honey, listen to me, please!”  Gadis bermata sendu itu menoleh perlahan, terlihat ada air mata  yang mulai merambati kedua pipinya. Mendadak Arjuno tidak kuat menahan tertawanya ketika melihat pemandangan di depannya itu. “Kamu menangis, Phia? Ternyata kamu bisa menangis juga.”       Arjuno berusaha meredam tertawanya, saat terlihat mata gadis di depannya menyorot kesal ke arahnya. Shopia menggosok air mata dengan punggung tangan kirinya.       “Memangnya aku tidak boleh menangis. Aku juga ‘kan manusia, Juno,” ujarnya sambil terus menyeka air mata.            “Shopia si Perempuan Besi yang tidak pernah menitikkan air mata, sekarang sedang menangis.” Arjuno meledeknya.               “Kamu jahat sekali, Juno. Kamu senang sekali melihat aku menangis,” kata gadis itu sambil mencubit tangan pemuda di hadapannya.         “Pemandangan baru ini, air mata Shopia si Perempuan Besi. Bagus sepertinya untuk judul novel aku.” Pemuda itu tertawa.        “Dari pada kamu, seorang laki-laki plin-plan yang jahat terhadap perempuan.” Shopia  tersungut kesal saat menyelesaikan kalimat itu. “Satu hal lagi, aku enggak suka dibilang Perempuan Besi.”      “Dulu kamu yang bilang, Phia. ‘Aku ini perempuan besi yang enggak pernah menitikkan air mata sedikitpun’. Ingat?” ujar Arjuno sambil menirukan suara Shopia di suatu malam itu.      Kalimat pemuda itu dijawab oleh sebuah gelengan kepala Shopia, nampaknya dia tidak mengingat malam di mana dia mengucapkan kalimat itu.         “Okey, no problem kalau kamu tidak mengingatnya lagi. Berarti memanggil kamu jangan Perempuan Besi lagi, tetapi belimbing besi saja.”         Sebuah cubitan oleh tangan kiri Shopia mampir lagi ke tangan kanan Arjuno yang sedang menggenggam tangan kanannya.         “Kamu dengar dulu ya, Shopia Sayang. Bidadari dengan senyum termanis tiada duanya di dunia dan akhirat,” gadis itu memandang Arjuno dalam dan menunggu kalimat selanjutnya. “Kamu ingat baik-baik kalimat ini, jangan sampai kamu lupakan, aku cinta kamu, kemarin saat kita masih bersama, sekarang saat kamu kamu ada di sini dan besok disaat kita entah masih tetap dekat ataupun sudah sama-sama  menjauh.”           Gadis bermata sendu itu diam, tiada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Matanya mulai merayapi wajah pemuda di depannya perlahan.        Arjuno berdoa dalam hatinya, “Semoga tadi gue mandi bersih, tidak ada sisa belek ataupun iler yang masih melekat.”         “Kamu boleh telusuri cinta aku dari awal sampai akhir, Phia. Pasti tak akan kamu temukan ujung dari cintaku ini, cinta milikku tak bertepi.”         Shopia masih diam, matanya belum beranjak dari wajah pemuda di hadapannya. Arjuno sejenak berpikir akan kalimat yang keluar dari mulutnya begitu saja.       “Mengapa pada akhir kalimat tadi seperti sebuah judul lagu? Cinta tak bertepi. Enggak apa-apa sepertinya yang penting kedengaran oke di telinga bidadari tanpa sayap gue ini.”      “Jika tadi aku bilang ‘kamu jangan mimpi untuk kembali ke dunia kita’, maksudku itu adalah kamu jangan hanya mimpi tetapi kamu harus melakukan itu juga di dunia nyata, bukan di mimpi.”     Nampak secercah senyuman mulai menghiasi bibir gadis itu kembali setelah mendengar penjelasan Arjuno.           “Kamu jahat banget ih, Juno. Aku enggak menyangka maksud dari kalimatmu itu ke sana arahnya,” sebuah cubitan kembali mampir di tangan pemuda itu. “Tapi terima kasih sudah menerimaku kembali, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan kedua di samping kamu. Aku janjikan aku tak akan pernah membuat kamu sakit dan sedih lagi seperti dulu.”             Shopia tersenyum manis, senyuman itulah yang selalu membuat pemuda itu susah move on darinya walau sudah berkali-kali ganti kekasih. Arjuno pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan gadis di hadapannya, tersenyum dengan maha manis. Tiba-tiba banyak bunga warna-warni bertebaran di sepanjang pematang sawah menghiasi rasa cinta mereka yang kembali bersemi.    Alarm dari ponsel Arjuno berbunyi keras sekali, suaranya sangat menyakitkan telinga karena suaranya yang di-setting full. Pemuda itu tersungut sambil meraih benda itu dan mematikan deringnya.    “Mengganggu tidur saja ‘ni hape, sama sekali enggak ada akhlak punya kelakuan menganggu orang yang sedang tidur.” Ponsel itu dilemparkan ke atas kasur setelahnya.        Arjuno mengucek matanya, seperti ada ketidak sesuaian antara yang baru dialaminya di pematang sawah dengan bunyi alarm yang memekakkan telinga tadi.         “What the ... Mengapa gue tidur di sopha? Tadi ‘kan sedang  bersama dengan Shopia di saungnya Bokap.” Pemuda itu mengernyitkan dahinya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Matanya melihat jam dinding di ruang tamu, jam satu siang terpampang di sana, dia baru menyadari bahwa dirinya pindah tidur dari kamar ke sopha yang ada di ruang tamu di ruang tamu.         “Ini hanyalah sebuah mimpi, hanyalah sebuah bunga tidur,” katanya sambil mengucek matanya. “Shopia tetap menikah dengan si Sariawan beberapa tahun lalu, enggak mungkin banget dia ada di sini, masak pula. Wake up, Juno! Shopia has gone a few years ago. Mengapa dalam mimpi pun kamu tetap menyakiti, Sayang?”             Pemuda itu duduk di sopha, sambil berusaha mengingat-ingat mimpinya tadi, sebuah helaan napas melengkapi dirinya yang tiba-tiba terjebak dalam ruang kenangan bersama dengan Shopia yang entah mengapa masih saja dia tinggali setelah lebih dari dua puluh empat purnama.                          

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Switch Love

read
112.4K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.3K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.2K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
464.5K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.2K
bc

Rujuk

read
907.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook