bc

COPDAR 21+

book_age18+
3.7K
FOLLOW
35.0K
READ
murder
killer
dark
sex
kidnap
bxg
scary
male lead
city
cruel
like
intro-logo
Blurb

Menceritakan tentang Copdar (Copy darat) Melani Bastian dengan Edoardo yang membawa Melani ke sebuah tempat yang membuatnya terperangkap dan harus berjuang untuk melarikan diri.

Akankah usaha Melani membuahkan hasil? Atau ia gagal dan menjadi korban hasil Copdar bersama Edoardo?

"Kali ini aku takkan melepasmu! Dan jangan bermimpi kau bisa melarikan diri lagi karena kau takkan bisa pergi dari sini Melani Bastian!" (Edoardo / Leonardo)

"Apa yang harus aku dengarkan, Mister? Melupakan Deny karena dia sudah tewas? Atau tetap setia padamu?" (Melani Bastian)

“Kumohon jangan kau lakukan itu, Mel. Aku masih mencintaimu. Aku melakukan semua semata-mata untuk membebaskanmu dari Leon. Agar kita bisa bersama lagi seperti dulu. Kumohon percayalah padaku.” ( Deny )

chap-preview
Free preview
COPDAR
'Apa kabarmu hari ini? Sudah makan? Aku kangen, Mel.'  Kalimat itulah yang sering Mela baca pada isi Direct message Instagramnya selama sebulan ini. Pria yang mempunyai akun edoardo94 kerap mengirim pesan dan melakukan video obrolan setiap hari.  Ya, setiap hari ! Melani Bastian, wanita berumur 24 tahun blasteran Filipina Indonesia itu memang aktif berkomentar pada tiap feeds akun gosip dan akun horror yang sering memposting tentang deepweb, baik itu video atau sebuah gambar yang tak jarang membuat netizen bergidik ketakutan saat membacanya. Dari akun horror itu juga Mela berkenalan dengan Edoardo.  Awalnya Mela berkomentar dan Edo, nama panggilan Edoardo, membalas komentarnya. Percakapan mereka pun berlanjut pada Direct message.  Seperti hari ini. 'Kabarku baik, Do. Aku baru saja selesai makan siang.' Mela membalas pesan Edo sambil tersenyum. Ia juga sudah mengirim Post a picture atau foto terbaru sama halnya dengan Edo. 'Bisa kita Copdar?' Tanya Edo. Mela mengerutkan kening tanda tak memahami arti dari Copdar. Jari jemarinya mulai menulis membalas pesan Edo. 'Apa itu Copdar?' 'Copy darat.' 'Maksudmu?' 'Kita ketemuan.' Balas Edo dan disambut dengan senyum lebar wanita cantik berambut panjang sepunggung. Wanita mana tak ingin Copdar dengan seorang pria tampan yang mirip Christian Ronaldo dengan usianya yang terbilang masih muda sudah mempunyai sebuah penginapan di daerah Sukabumi. Sebagai wanita normal dan tak sabar ingin mengakhiri masa jomblonya, Mela menyetujui ajakan Edo tanpa berpikir panjang dan menaruh rasa curiga sama sekali. Sepanjang usia hubungan yang mereka jalin di sosial media, Mela meyakini Edo adalah pria yang baik dan bisa di percaya. 'Hari Jum'at aku off. Kita bisa bertemu di hari itu, Do.' Balas Mela sambil tersenyum mengetik kata demi kata pada layar ponselnya. Bagai gayung bersambut, tak ada satu menit Edo membalas. 'Ok, hari Jum'at aku akan menemuimu. Di depan Mall tempatmu bekerja.' 'Ok, lusa aku akan menunggumu disana.' ⚫⚫⚫ Dua hari kemudian, Mall SuperMall Mela mendekati sebuah mobil Pajero hitam yang berhenti tepat di depan lobi Mall. Pengemudi mobil itu membuka jendela samping kursi supir lalu menampakkan wajahnya yang tersenyum lebar menatap Mela. "Kamu Mela 'kan?" Tebak pria tampan sambil menaruh kacamata hitam di atas kepalanya. Mela mengangguk. Dalam hatinya ia menjerit kegirangan melihat wajah Edo lebih tampan aslinya dibandingkan saat melakukan obrolan video di **.  Oh my God, dia lebih ganteng dari yang gue duga. Pekiknya dalam hati. "Masuklah." Suara Edo membuyarkan lamunan Mela. Hati Mela makin berbunga-bunga ketika Edo turun dari mobil dan membukakan pintu.  "Terima kasih, Do." Mela menaiki dan duduk di samping kemudi. Ia merasa menjadi wanita yang paling bahagia didunia saat ini terlebih lagi beberapa pasang mata menatapnya penuh iri, melihat seorang pria tampan bersamanya saat ini. "Kamu cantik," ucap Edo mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melirik ke arah Mela yang tersenyum sembari menundukkan wajah. "Kamu bisa aja, Do." Wajah Mela bersemu merah, bukan karena mendengar pujian Edo tapi satu mobil bersama pria yang sebulan ini menjadi gebetannya. Pria tampan, kaya dan sopan. Hanya wanita abnormal yang menolak pria semacam Edo dan tentu saja ia wanita normal dan tidak menolak ajakan Edo yang akan membawanya ke suatu tempat walau belum mengetahui arah tujuan Edo membawanya pergi. "Kita mau kemana?" tanya Mela tercengang ketika mobil Edo memasuki jalan tol yang mengarah ke jalur Bogor. Edo tersenyum lebar sambil melirik. "Bogor. Ke rumahku," jawabnya santai, tak menambah kecepatan mobilnya sejak awal berangkat bahkan tak menyalakan musik hanya karena ingin terus berbincang-bincang bersama Mela. "Rumah? Bukannya rumah kamu di Kelapa gading? Atau--" "Itu rumah orang tuaku, Mel." potong Edo. "Maksudku yang di Kelapa gading itu rumah mereka dan di Bogor itu rumah pribadiku," sambungnya lagi dan Mela mengangguk paham.  "Gila! Nih cowok bener-bener gila! Sudah ganteng, punya penginapan dan dia punya rumah pribadi di Bogor." Pekik Mela lagi dalam hati membayangkan kehidupan Edo yang sempurna. Berbeda dengan dirinya yang hidup dalam keadaan pas-pasan.  Mela dibesarkan oleh kedua orang tua yang hidup sebagai buruh pabrik dan dirinya pun tak seperti kedua sahabatnya yang mampu kuliah. Setelah lulus SMK ia bekerja sebagai SPG baju pada sebuah Mall selama 7 tahun terakhir ini dan tak ada yang bisa ia banggakan dari hidupnya kecuali mampu menghasilkan uang hasil dari jerih payahnya. "Apa kamu gak malu jalan sama aku?" tanya Mela, mengejutkan Edo yang seketika menoleh sambil menggeleng. "Malu kenapa, Mel?" tanya Edo, tak mengerti. "Karena aku gak selevel kamu. Aku...orang miskin sementara--" Mata Mela menyusuri sebagian isi mobil Edo. "Harga mobil ini lebih mahal dari harga rumah orang tua ku." sambungnya, menundukkan kepala. Edo tertawa kecil. Ia melambatkan laju kecepatan lalu menepikan mobil di bahu jalan. "Mela sayang. Aku mendekatimu bukan karena cantik, kaya atau terkenal. Sejak awal aku tertarik karena kamu asik diajak ngobrol. Kita nyambung dan aku---" Edo meraih tangan Mela lalu menciumnya. "Menyayangimu. Aku sayang kamu, Mel," ucap Edo lagi. Tatapan matanya teduh dan lembut membuat semua wanita yang menatapnya pasti akan luluh pada pelukan pria yang masih ada keturunan darah Portugis itu. Tentu saja Mela luluh dengan kata-kata manis Edo yang membuat hatinya kembali berbunga-bunga. Mela mengangguk, ia tahu hubungan mereka seperti sepasang kekasih di dunia maya. Itulah sebabnya ia tak menepis saat Edo mencium tangannya karena ia pun menyukainya..pria yang senasib dengannya. Sama-sama jomblo ! Edo kembali melajukan mobil dan membawanya kembali. Mela menikmati pemandangan di sekelilingnya, tepat ditengah perjalanan ia merasakan kantuk. Mungkin karena ia tidur terlalu larut tadi malam atau.. menghirup parfum mobil Edo yang beraroma lavender membuat tubuhnya merasa rileks dan mengantuk. Ia menguap dan memejamkan mata.  Gelap… Mela hanya mendengar deru laju mobil dan mencium aroma wangi lavender, selebihnya tak ada.. ⚫⚫⚫ Mela membuka matanya perlahan. Pandangannya menyusuri setiap sudut tempat ia berada sekarang. Sebuah kamar yang besarnya hampir keseluruhan luas rumahnya. Ia bangkit dan duduk di sebuah ranjang besar yang biasa ia lihat di film bertema kerajaan. Terbuat dari kayu jati dan dihiasi ukiran yang bergambar bunga. Tak hanya ranjang, meja hias dan lemari pakaian besar juga ada disana dengan model ukiran yang sama. Pandangan Mela terhenti pada sebuah jendela besar yang sudah terbuka lebar dan membawa masuk angin segar ke dalam kamar. Ia beranjak dari ranjang lalu berjalan mendekati jendela. Di bawah sana ia dapat melihat seorang wanita tua menyapu halaman belakang rumah dengan pelan memakai baju sejenis kutu baru dan kain panjang yang sedikit usang. Rambutnya yang beruban dicepol ke belakang. "Hah!" Mela membalikkan tubuhnya setelah merasa disentuh oleh seseorang. "Kamu ngagetin aku, Do," ucapnya melihat Edo tertawa kecil karena berhasil mengejutkannya. "Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" tanya Edo, berusaha menghentikan tawanya. Mela mengangguk, tapi ia harus menanyakan sesuatu pada Edo, "Kenapa aku bisa ada disini, Do? Apa aku ketiduran saat di mobil?" Penasaran bisa berada di sebuah kamar mewah dengan desain klasik dan menarik. "Ya. Aku gak tega bangunin kamu, Mel. Makanya aku langsung bawa kamu kesini. Maaf aku--" "Terima kasih, Do," potong Mela, cepat. "Maaf aku nyusahin kamu, tadi aku benar-benar ngantuk dan--" Edo meraih tangan Mela. "Ayo kita ke bawah. Aku mau mengajak kamu makan," ajaknya. "Sebentar, Do," pinta Mela. Ia kembali melihat kebawah. "Kok gak ada?" Gumam Mela sambil celingak-celinguk mencari sosok wanita tua tadi. Tak ada. Wanita tua yang menyapu halaman tadi sudah tak ada. Edo mendekati dan melakukan hal yang sama. "Apanya yang gak ada?" tanya Edo,  hanya melihat pepohonan dan bunga di bawah sana. Mela menatap Edo dengan tatapan serius lalu menunjuk. "Tadi aku lihat di bawah sana ada nenek-nenek lagi nyapu halaman. Tapi kok gak ada sekarang ya?" Pandangan Mela kembali menyusuri ke bawah. Edo mengerutkan kening. "Nenek-nenek? Di sini gak ada nenek-nenek. Adanya Mbok Tijah, pengurus rumah ini," terang Edo, seketika membuat Mela tercengang tak percaya. "Tapi aku benar-benar liat nenek-nenek itu, Do. Dia pake baju kayak kebaya sama kain gitu sambil nyapu halaman rumah ini," Mela meyakini Edo lagi bahwa ia tak salah lihat dan memang benar adanya. "Mungkin yang kamu liat tadi Mbok Tijah. Ayo kita kebawah sekarang," ajak Edo lagi sambil menarik tangan Mela. "Tapi, Do--" Mela tak dapat menepis tarikan tangan Edo selain mengikuti langkahnya yang panjang berjalan meninggalkan kamar. Mereka berjalan melewati sekitar empat kamar lalu menuruni tangga yang terdapat di ujung lorong. "Rumah? Dia bilang ini rumah?! Buat gue ini lebih mirip kayak kastil atau istana. Kamarnya aja segede rumah gue dan masih ada empat kamar lainnya. Hebat! Lu emang hebat, Mel. Bisa dapetin cowok ganteng plus tajir." Sorak Mela dalam hati. Tiba di lantai satu Mela tercengang melihat sebuah meja makan persegi panjang terbentang di sana. Sebuah meja makan yang dapat memuat sekitar sepuluh kursi di sisi kanan kiri dan dua kursi berada di tengah-tengah saling berhadapan. Lauk pauk beserta buah-buahan sudah terhidang diatas meja. Dua orang pelayan yang mengenakan seragam maid dan seorang wanita separuh baya membungkuk memberi hormat ketika Edo dan Mela berjalan mendekati meja. "Silahkan duduk disini, Nona." Sapa seorang pelayan mempersilahkan Mela untuk duduk di kursi bagian tengah sebelah kanan. Sementara Edo duduk di sisi paling ujung sebelah kiri. "Wow gue seperti menjadi Shan Cai numpang makan di rumah Tao ming Tse." Pekik Mela dalam hati, merasa bahagia diperlakukan seperti tuan putri dan makan siang ala orang kaya. Melihat banyak lauk yang terhidang hanya ikan bakar yang menggugah selera Mela untuk segera melahap dan menghabiskannya. Tapi ada beberapa pertanyaan yang sempat terlintas di benaknya. Apakah setiap cewek yang datang dia bersikap seperti ini? Dan apakah setiap hari mereka harus memasak lauk sebanyak ini walaupun hanya ada Edo? Mela kadang tak habis pikir dengan apa yang ada dipikiran orang kaya, termasuk Edo. Menghidangkan lauk pauk yang banyak tapi hanya dimakan oleh dua orang saja. Sungguh pemborosan ! Itu yang ada dipikirannya sekarang. "Kamu jangan heran, Mel. Mereka gak tiap hari masak sebanyak ini," ujar Edo, membuyarkan lamunan Mela.  Ucapan Edo seakan bisa menebak apa yang ada dipikirannya saat ini. Seperti orang indigo.  "Mereka masak sebanyak ini spesial menyambut kedatangan kamu. Dan sisa makanan yang gak dimakan, akan dikirim buat gelandangan yang ada di pasar nanti malam," terang Edo sambil mengunyah pelan. Mela mengangguk paham, ia mengakui telah salah sangka dan ternyata...Edo tak seboros yang ia kira, melainkan pria yang dermawan. Setelah menghabiskan makan siang, Edo mengajak Mela untuk duduk di halaman belakang rumah. Tempat dimana ia melihat wanita tua tadi. "Kamu duduk dulu disini ya? Aku mau ke toilet dulu," pinta Edo. Mela duduk di atas kursi rotan dan mengangguk. "Ok. Aku tunggu kamu disini," balasnya. Edo pergi memasuki rumah lagi dan meninggalkannya di sana. Kedua mata Mela menyusuri sekeliling halaman dan rumah yang berdiri tegak di depannya. Tiada henti ia berdecak kagum pada Edo yang bisa menjadi pria sukses di usia muda. "Gue foto ah..sayang rumah sebagus ini gak gue post di Instagram." Gumam Mela sembari mengambil ponsel dari saku celana jeans-nya. 'Cekrek cekrek cekrek'  Mela mengambil gambar tiap sudut rumah dan halaman tempat ia duduk sekarang. "Sekarang tinggal post.." Gumamnya lagi. "What! Kok gak ada sinyal?!" Mela setengah berteriak melihat ponselnya tak mendapat sinyal sama sekali. Ia mengangkat ponsel itu ke atas sambil menggoyang-goyangkan bermaksud mencari sinyal, tapi kembali ia harus menelan kekecewaan. "Aduh gimana ini, masa di tempat ini gak ada sinyal. Ini kan Bogor buka di daerah pelosok!" Ia kembali memeriksa ponselnya lagi. "Pergi!" Mela terkejut mendengar suara wanita tua dibelakangnya. Spontan ia menoleh kebelakang dan melihat wanita tua itu menatap penuh dengan tatapan kemarahan. "Kamu harus pergi dari sini!" pinta wanita itu lagi bermaksud mengusir. Mela bangkit dari kursi. Ia tak memahami ucapan wanita itu. "Apa maksud nenek? Saya gak ngerti," tanyanya dengan dahi mengerut. Jantungnya berdetak kencang dan pandangannya ke bawah, memastikan bahwa wanita itu menapak pada tanah. Wanita tua itu berjalan mendekati Mela dengan langkah kaki terseok-seok. "Sebaiknya kau pergi dari sini, Nona! Jika tidak, kau akan.." "Apa? Edo merayu saya?!" potong Mela, mencoba menebak jalan pikiran wanita tua itu yang sama sekali tak tersenyum. Wanita tua menggeleng. "Tidak. Tapi kau---" 'Drt--drt--drt--'  Mela tersentak terkejut merasakan ponselnya bergetar di saku belakang celananya. "Kok ada sinyal?" Gumamnya heran. Mela melihat nama Edo di layar ponselnya lalu segera mengangkat. "Ada apa, Do?" "Apa kamu bisa ke kamar sekarang? Tas kamu ada disini," pinta Edo. Pandangan Mela keatas melihat jendela yang terbuka, tak lama Edo berjalan mendekati jendela sambil tersenyum dengan tangan yang masih menempelkan ponsel di telinganya sementara tangan lainnya mengangkat tas Mela. Mela tersenyum lalu mengangguk. "Baik, aku kesana sekarang." balasnya lalu menutup panggilan itu. "Hah!" Sekali lagi Mela terkejut. Wanita tua yang berdiri di dekat nya telah menghilang lagi. Seketika bulu kuduknya berdiri, ia merasakan hawa yang tak enak. Jantungnya kembali berdetak kencang dan darahnya berdesir cepat. Mela kembali melihat ke atas jendela. Edo masih berdiri di sana sambil tersenyum lebar penuh makna dengan tatapan misterius. Seketika terngiang ucapan wanita itu. "Pergi! Pergi dari sini!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
290.7K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Naughty December 21+

read
509.0K
bc

LAUT DALAM 21+

read
289.1K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
923.3K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook