bc

Rekonstruksi cinta

book_age18+
177
FOLLOW
1.1K
READ
drama
comedy
twisted
sweet
bxg
serious
like
intro-logo
Blurb

Ririn Armayani adalah gadis berusia 25 tahun baru saja masuk dan bekerja sebagai asisten SE (site enginer). Akan tetapi dia diperlakukan dengan kurang baik oleh Bosnya. Hal itu membuat Ririn menjadi sangat kesal dan geram terhadap sang Bos.

Sikap Bosnya yang seakan tidak punya perasaan itu bermula ketika Ririn menabraknya hingga membuat hidungnya sakit bukan kepalang. Sang Bos pun memberikan hukuman dengan memberinya pekerjaan yang tidak masuk akal. Kebencian Sang Bos pun berlanjut manakala ia curiga jika masuknya Ririn tidak lain karena adanya hubungan spesial antara Papanya dengan gadis itu.

Sang Bos yang bernama Ariel Darmansyah Putra, yang selalu bersama dengan Ririn setap hari, ternyata lama-kelamaan mulai menyukainya, namun sayang Ririn sudah memiliki pacar di sosial media, meskipun belum pernah bertemu, namun dia sangat mencintainya.

Mampukah Ariel mendapatkan cinta Ririn yang terlanjur membencinya?

Dan bagaimanakah hubungan asmara Ririn dengan pacar sosmednya?

cover by Bunda umu.

picture by pixabay

chap-preview
Free preview
Puisi cinta penenang hati
Ririn Armayani, begitulah namanya. Dengan senyum sumbringah tengah berdiri menatap gedung kantor pusat perusahaan kontruksi yang akan ditempatinya bekerja. Ririn sebenarnya tidak begitu mengerti mengapa tiba-tiba dirinya diangkat menjadi seorang asisten manager SE tetap di kantor pusat. Padahal dirinya hanyalah seorang pegawai biasa di kantor cabang. Itu pun hanya sekedar petugas penggandaan dan penyusunan laporan saja. Perasaan tidak enak hati sempat menyerang hatinya. Akan tetapi berkat dukungan dari teman dan keluarganya, akhirnya dia pun menerima kenaikan pangkatnya itu. Hari ini, adalah hari pertama Ririn masuk bekerja di kantor pusat. Kantor yang selalu diidam-idamkan oleh semua orang. Senyum ceria mengembang di bibirnya begitu memasuki ruangan kantor yang cukup besar. Matanya tak berhenti menjajaki setiap detil dari kantornya, hingga tanpa sengaja Ririn menabrak seseorang. Berkas-berkas ditangan orang itu pun jatuh berserakan di lantai. Ririn kaget bukan kepalang dan segera meminta maaf. "Maaf Pak, saya tidak sengaja, maaf ya!" Dengan mata melotot dia menatap Ririn. "Punya mata ga sih, jalan kok tidak lihat-lihat!" Sambil berjongkok hendak memungut berkasnya. Sial tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Saat orang itu membungkuk, Ririn pun membungkuk juga, sehingga kepala mereka pun bertubrukan. Tak ayal lagi, mereka pun terjungkang kebelakang hingga jatuh terduduk. "Aadduuuh!" Ririn mengelus-elus puncak kepalanya. "Aakhh!" Pak Bos meringis memegangi hidungnya yang memerah. Ternyata Ririn menabrak hidung orang itu dengan kepalanya. Ririn merasa sangat bersalah. Dengan cepat, dia bangkit dan membantu memungut kertas berkasnya. "Nih Pak berkasnya, maaf ya Pak, ma-aaf baget!" Ririn memasang wajah memelas. Pria itu pun menengadah memandangi Ririn dengan muka kesal teramat sangat. Masih mengelus hidungnya yang merah, dia bangkit dan meraih berkasnya dengan kasar. "Lain kali kalau jalan pake mata!" Berkas di tangan Ririn ditarik dengan keras kemudian berlalu dan masuk ke dalam ruangan yang tak jauh di depan Ririn. Ririn hanya berdiri mematung memandangi kepergiannya. Lalu seseorang datang menepuk pundaknya. "Hai kamu Mba Ririn ya?" Ririn menoleh ke samping, dia tersenyum sambil mengangguk, "iya, saya Ririn, ada apa?" Wanita itu tersenyum, "aku Lisa, aku dapat perintah menyambut pegawai baru namanya Ririn, karena aku lihat kamu baru di sini, jadi aku menyimpulkan kalau kamu mungkin pegawai barunya." Ririn ikutan senyum "makasih ya, oh ya, tempatku di mana?" Sambil celingak-celinguk mencari kemungkinan kursinya. Lisa tersenyum, "mari ikut saya!" Sambil melangkah menuju ke kursinya. Betapa kagetnya Ririn saat tahu kalau kursinya berada tak jauh di depan ruangan Pak Bos, "Ah apa jangan-jangan aku bekerja untuk dia? Oh tidaaaak!" Ririn meringis membayangkannya. "Mba Ririn kenapa?" Ririn gelagapan menanggapi pertanyaan Lisa. "Eh ti-tidak apa-apa kok, eh hehe." Lisa tersenyum sambil mengangguk pelan, “ooh gitu, oh ya silahkan duduk, aku harus melapor sama Pak Aril dulu ya!” Sambil berlalu masuk ke dalam ruangan Pak Bos. Ririn bergidik begitu Lisa berlalu. “OMG … bagaimana ini? Dia Bosnya? Aduh maaak!” Benar saja, begitu Lisa keluar dari ruangan Pak Bos, tampak Lisa mendatangi Ririn dengan wajah cemas. Ririn jadi bertanya-tanya, “ada apa Mbak, kayaknya cemas?” Lisa cuma mengangkat bahu mendapat pertanyaan dari Ririn. “Kamu disuruh masuk menghadap sama Pak Ariel! Sambil berlalu menuju kursinya. Dengan ragu-ragu Ririn bangkit lalu masuk ke ruangan Pak Bos. Ririn segera menyapa begitu sudah berada dalam ruangan. “Selamat Pagi Pak!” seraya membungkukkan sedikit kepalanya di depan Pak Bos. Dengan pongahnya, Pak Bos menatap Ririn intens. “Kamu baru kan di sini?’ Ririn mendongak mendapat pertanyaan itu. “Ya iyalah, udah tahu nanya!” Batin Ririn. Kemudian dia pun membuka suaranya, “iya Pak! “Mana berkas-berkas kamu?” Masih dengan tatapan pongah. Pertanyaan itu membuat Ririn jadi bingung. Untuk sejenak dirinya terdiam dengan mata mengernyit sambil menatap Bosnya penuh tanya. “Emm … anu pak, emmm bukannya semua berkas saya sudah dikirm sebelumnya?” Pak Bos mengangkat kedua tangannya sambil mencebikkan bibir. “Terus mana? Aku belum terima berkas kamu!” Ririn jadi gelagapan karenanya. “Ooh … eee … terus … aku …?” Ariel menatapnya kesal. “a e a e … sana ambil berkas kamu di bagian personalia!” Suara bentakan Ariel yang tiba-tiba, membuat Ririn terperanjat. Bahunya sedikit terguncang. “ I-iya baik Pak!” Dengan cepat Ririn berbalik dan sedikit berlari keluar ruangan. Sesampai di luar, Ririn segera menghampiri Lisa yang tengah sibuk dengan Komputernya. “Mba Lisa, maaf, boleh tanya gak?” Lisa menoleh mendengar Ririn bertanya, “ya, tanya apa?” Ririn sedikit menarik napas, “hhhmp, mmm … kantor personalia dimana ya?” Lisa menatap Ririn sambil sedikit mengernyit, “emm … kamu keluar, terus turun ke lantai 2, terus dari lift, kamu belok kanan lurus, terus ada ruangan di bagian kiri, kamu masuk di situ!” Ririn manggut-manggut mendengar penjelasan dari Lisa. “Makasih ya Mba!” sambil tersenyum dia berlalu meninggalkan Lisa menuju ke tempat yang disebutkan tadi. Sesampai di tempat yang ditunjukkan, Ririn segera masuk dan mengutarakan maksudnya kepada seseorang di sana. “ Pagi Pak, saya pegawai baru di staf SE, saya kesini mau ambil berkas-berkas saya, katanya Pak Bos, berkas saya belum sampai ditangannya!” Mendengar penuturan Ririn, pegawai itu mengerutkan kening, “Wah maaf Mba, tapi berkas-berkas tentang pegawai baru bukannya sudah dikirim seminggu sebelumnya, kalau belum sampai di tangan Pak Ariel, sebaiknya Mba coba tanya sama sekertaris Pak Ariel!” Ririn cuma bisa tersenyum masam mendapat penjelasan itu. “Iya deh Pak, terima kasih saya permisi dulu!” Orang itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Ririn kembali ke kantornya dengan perasaan dongkol. Sebelum membuka pintu ruangan Bosnya, dia menarik napas terlebih dahulu, kemudian dengan mantap membuka pintu perlahan. Ririn mendekat ke meja Sang Bos dengan hati-hati. “Permisi Pak!” Pak Bos yang tengah asyik menatap sebuah berkas langsung mendongak menatap Ririn. “kenapa? Ga ada ya?” Ririn hanya bisa senyum masam, sambil mengangguk lemah, “iya Pak!” Mendengar pengakuan Ririn, Pak Bos langsung tersenyum menahan geli. “ya memang ga ada, karena berkasnya sudah ada di sini!” Pandangan Pak Bos kembali pada berkas di tangannya. Da*a ririn kembang kempis menahan marah. Giginya mengerat kuat sambil mengepalkan kedua tangannya. “Iiih dasar Bos kurang akhlak!” Ririn memaki di dalam hatinya. Pak Bos yang tadinya asyik menatap berkasnya, kembali mendongak mentap Ririn. “Ambilkan aku kopi, sana!” Ririn menganga tidak percaya mendengar perintah dari Bosnya. “Aaaaa?” Melihat Ririn melongo, Pak Bos meletakkan berkas di tanganya lalu memukul meja dengan keras, membuat Ririn jadi kaget bukan kepalang. “Kamu dengar ga?” Matanya melotot menatap Ririn yang ketakutan. “I -i ... iya Pak, baik!” Ririn pun bergegas keluar dari ruangan itu. Saking ketakutannya, Ririn lupa bertanya pada Lisa dimana letak dapurnya, akhirnya dia pun memutuskan untuk menuju ke lantai bawah bagian belakang, karena dia berpikir bahwa dapur pasti ada di sana. Akan tetapi, apa yang didapatnya ternyata malah gudang dan ruang mesin. Ririn pun berbalik menuju lantai dua, di sana dia bertemu OB dan dia pun ditemani ke dapur. Untungnya, si OB mau berbaik hati membuatkan kopi untuknya, jadi dia bisa duduk dan istirahat sebentar. Ririn berjalan perlahan sambil membawa nampan di tangannya. Ada perasaan malu terselip di hatinya tatkala orang-orang yang dilewatinya menatapnya walau sekilas. Di dalam hatinya terus merutuki Bosnya yang tidak berperasaan. Sesampai di ruangannya, seisi ruangan lansung menoleh menatapnya penuh tanya. Seakan tidak percaya dengan apa yang dilihat. Setahu mereka, pegawai yang baru datang itu adalah asisten Bosnya, tapi ternyata seorang OB. Melihat tatapan itu, Ririn semakin merasa malu. Dengan kepala tertunduk dia melewati mereka dan masuk ke ruangan Pak Bos. Begitu sampai di dalam, Ririn meletakkan nampan berisi secangkir kopi di atas meja. “Ini kopinya Pak!” Akan tetapi yang ditawari tidak bergeming sama sekali. Lama Ririn menunggu respon atau perintah Pak Bos selanjutnya, namun tetap saja tidak ada reaksi. Setelah agak lama menunggu, akhirnya Pak Bos pun melirik kopinya dan menatap Ririn. “Kamu ngapain masih disini? Keluar sana!” Mendengar pertanyaan tak bermoral dan hardikan yang tidak mengenakkan hati, mata Ririn langsung terbelalak dengan gigi mengerat kuat. Dengan tangan terkepal kuat,Ririn memutar badannya dengan gusar sambil melangkah keluar dengan kaki sengaja dihentak-hentakkan di lantai. Pak Bos hanya menatapnya dengan senyum mengejek. Sekembali Ririn di tempatnya, belum lagi sempat ia meredakan rasa kebas di betisnya, Lisa Malah mengajaknya untuk berkeliling dan mengenalkan seluruh area gedung padanya. Hingga hampir seharian itu, Ririn hanya dikenalkan akan semua hal terkait gedung tempat kerjanya yang baru. Ririn meletakkan tasnya di atas nakas, lalu melempar tubuhnya di atas kasur empuk miliknya, membuat tubuhnya terguncang-guncang. Rasa penat di tubuhnya membuatnya malas untuk berganti pakaian. Ririn terus bergulingan kiri-kanan untuk menghilangkan lelah. Tapi kemudian ingatannya malah melanglang buana mengingat masalah tadi di kantornya. “Aaaakkhhhh ada ya Bos macam itu? Benar-benar ga punya moral sama sekali, heeeeeeeerrrrggg!” sambil mengacung-ngacungkan kepalan tangannya di udara. Kekesalan Ririn buyar saat nada pesan terdengar dari Ponselnya. Dengan malas dia bangkit dari tidurnya kemudian menyambar tasnya. Dengan segera dia menyalakan Ponsel dan membuka pesannya. Pak Bos “Besok cepat datang dan siapkan sarapan untukku, sekalian beresin ruanganku, mulai besok, kamu yang melakukan semuanya, bukan OB!” Dengan malas Ririn menuliskan balasannya. “Baik Pak Bos” Ririn melemparkan ponselnya ke kasur lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Aaaakkkhhh kesalnyaaa!" Ririn menendang-nendangkan kakinya yang menjuntai di ranjang secara bergantian sambil mengacak-acak rambutnya. Belum puas rasa kesalnya, dia pun membuang tubuhnya ke kasur, hingga telentang. Lalu berguling hingga tengkurap sambil memukul-mukul kasur saking kesalnya. "Aakkh kenapa harus dapat Bos jelek begitu, Aaa sangat jauh dari pengharapan amat sih!" Dengan malas Ririn bangkit dari pembaringan menuju kamar mandi. "Mungkin akan lebih segar jika badanku disiram air dingin ah." Hampir sejam lamanya, Ririn di kamar mandi, dan akhirnya selesai juga. Masih dengan handuk di kepala yang baru dikeramasinya, Ririn meraih ponsel hendak memesan makanan lewat online. Selesai memesan, Ririn iseng membuka Facelook, "bikin status ah, biar plong." Tak lama kemudian sebuah status terkirim. ‘Capek dan kesal datang menyerang’ Singkat dan padat statusnya. Seperti hari-hari sebelumnya, begitu dia mengapload status, maka orang pertama yang komen pasti si Putra Setia. Tapi kali ini, bukan . Dia pun mengabaikan komentar itu tanpa membalasnya. Aplikasi pemesanan makanan onlinenya menunjukkan kalau pengirim sudah dekat. Buru-buru dia keluar tanpa membawa ponsel. Setelah membayar makanan, Ririn masuk ke dapur dan langsung makan tanpa peduli lagi dengan ponselnya ataupun komentar teman Facelooknya. Begitu selesai, Ririn kembali ke kamar dan memeriksa ponselnya. Mata Ririn langsung berbinar begitu melihat ada 3 notifikasi diberanda Facelooknya di bagian sudut kanan atas. "Yeey akhirnya dia kirim pesan lagi." Ririn yakin kalau itu pasti Putra setia. Dengan cepat dia menekannya dan masuk ke inbox. Begitu terbuka, nama Putra Setia sudah menunggu di sana. “Malam sayang” “Lagi penat?, aku bikinin puisi ya” Lewat sebuah jaringan sosial Kita bertemu dan saling mengenal hingga terjalin kasih mesra walau kita tak pernah jumpa Angan melayang membayangkan engkau begitu dekat dan terasa nyata meski kenyataanya belum bertemu Aku tetap saja jatuh cinta Dari setiap untaian kata meluncur mengalir menggantikan wajah begitu ingin aku berjumpa rindu ini meluap seakan mau tumpah Ririn berteriak kegirangan begitu membaca puisi cinta yang dituliskan Putra Setia untuknya. "Aaa romantisnya, aduuuh Maaaa!" Ririn berguling-guling penuh kegirangan. Dia bahkan tidak peduli dengan handuknya yang sudah terbuka menampilkan seluruh lekuk tubuhnya. Dia terus saja bergulingan sambil sesekali menendang-nendangkan kakinya ke udara. Ririn terus menciumi layar ponselnya. "Mmwaach, mwachh, Putra Setia, Putra Setia, eeeeh romantis banget sih jadi orang,aaahh!" Ponselnya pun dipeluk erat. Barulah Ririn sadar kalau tubuhnya tak berbalut kain. Dengan cepat dia bangun dan meraih handuknya. Sambil celungak-celinguk, dia memasang kembali handuknya. Takut kalau-kalau ada yang melihat tubuhnya yang telanjang. Ririn lupa kalau dia tinggal sendiri. Segera dia kembali menatap layar ponselnya. "Aduuh mau balas apa ya? Mm aku kan ga bisa puisi, gimana dong? aduuh mau balas apa ya?" Ririn terus bertanya pada dirinya sendiri. Belum lagi menemukan jawaban, tiba-tiba nada pesan kembali masuk. Pesan dari Putra Setia. “Barbie sayang, kamu ga suka puisiku ya?” “Kok cuma di-read doang ga dibalas?” Mata Ririn kembali terbelalak. "Whaaat, ah aduuh mau balas apa dong? Ah bodo amat terus terang aja deh!" Jempol Ririn pun dengan cepat menari di layar ponselnya. “Hai sayang, Puisi kamu romantis banget, aku suka” “Suka banget malah” “Sampe ga sanggup berucap” “Hatiku begitu berbunga-bunga” “Makasih ya sayang perhatiannya” Emot kesayangannya pun tak lupa disertakan. Pagi menjelang, Ririn masih belum juga bangun dari tidurnya. Rasa penat dan letih, ditambah begadang sampai tengah malam, membuatnya terlelap pulas tak sadarkan diri. Semua itu akibat Ririn terus saja berkirim pesan lewat Messeging, meladeni setiap pesan dari Putra Setia. Hingga jam menunjukkan pukul 1 dini hari, barulah mereka menyudahinya. Suara alarm yang disetelnya sudah berkoar-koar dari sejam yang lalu. Akan tetapi Ririn sama sekali tidak mendengarnya. Jam kini telah menunjukkan pukul 7 pagi. Ririn menggeliat sebentar. Cahaya matahari yang menyelinap masuk di sela-sela jendela kamarnya mengenai sedikit wajahnya. Merasakan ada cahaya mengenai pipinya, Ririn langsung bangkit dan terkejut bukan kepalang. "Haaa jam 7, ooh tidaaak!" Sambil berlari masuk kamar mandi. Dia tidak sadar kalau handuknya tidak melekat ditubuhnya. Sesampai di kamar mandi, Ririn meraba dadanya hendak melepas handuk, tapi tak sehelai benang pun yang melekat di sana. "O-ow, handukku kemana? ah untung cuma aku di rumah ini." Ririn bergidik membayangkan, andaikan ada orang lain di rumahnya pastilah sudah ketahuan. Dengan cepat Ririn menyelesaikan mandinya. Bahkan berpakaian pun ekstra dipercepat. "Aduuuh Maak, bagaimana ini, aku terlambat, padahal disuruh datang pagi-pagi, matilah aku!" Sambil terus mengomel, Ririn memakai bajunya. Disambarnya tas dan ponselnya di atas nakas, lalu keluar dengan setengah berlari. Sesampai di luar, Ririn malah lupa membawa kunci rumahnya. "Aakh kunci rumah!" Ririn menepuk jidat. Dia pun bergegas masuk kembali kemudian keluar dengan kunci di tangan. Motornya kini telah melaju dengan kecepatan tinggi, berharap bisa cepat masuk kantor. Lokasi kantor yang berada agak jauh dari rumahnya, membuat dirinya harus balapan dengan waktu. "Semoga aja, Pak Bos belum datang, semogaaa!" Ratap Ririn di dalam hatinya dengan muka meringis. Bayangan tentang hukuman yang akan diterima, seakan menari-nari di pelupuk matanya. Ririn terpaksa menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat helmnya ikutan bergerak. Alamat sial sedang mengikuti, lampu merah pun menyala tepat saat Ririn mendekat. Dengan cepat Ririn menekan rem motornya. Karena kesal, Ririn memukul-mukul stang motornya dengan keras. "Aah sial, sial, siaaaaal!!" Perilaku Ririn sontak menjadi perhatian beberapa pengendara di dekatnya. Demikian pula dengan Pak Bos yang mobilnya berada tepat di samping Ririn. Awalnya, Pak Bos hanya acuh saja melihat aksinya. Begitu dia mengenali wanita heboh itu, matanya langsung membulat. "Hemmm sepertinya permainanku akan semakin seru nih, hehe." Senyum jahil sudah mengembang indah di bibirnya. Sesampainya di kantor, dengan tergesa-gesa Ririn masuk ke dalam. Dia menerobos melewati beberapa orang yang berjalan santai menuju ke tempat mereka. "Weii santai dong, apaan sih maen sosor aja!" Ririn tidak peduli dengan gerutuan orang-orang. Baginya saat ini, tidak ada lagi waktu untuk meladeni mereka atau pun meminta maaf. Ririn berdiri dengan gelisah saat pintu lift tak mau terbuka. "Aduuuh gimana ini!?" Wajahnya meringis sambil mencengkeram tasnya kuat-kuat. Kakinya dihentak-hentakkan di lantai sambil terus mendongak menatap lift di depannya. Pak Bos yang sudah mengikutinya di belakang tanpa sepengetahuan Ririn, tak dapat menahan geli di hatinya. Dengan kuat, Pak Bos menggigit bibirnya agar suara tawanya tidak keluar. Ririn sudah sangat gelisah bagai anak kecil kebelet pipis. "Aduuh cepetan terbuka dong, eeeeh!" Suara erangan manja dari mulut Ririn, membuat mata Pak Bos yang berdiri di belakangnya membulat. "Eh suara itu, seperti … ?” Pintu lift terbuka. Tanpa aba-aba lagi, Ririn langsung melangkah masuk. Saat hendak menekan tombol naik, Pak Bos masuk sambil menatapnya intens. Ririn terbelalak dengan mulut menganga. Tangannya masih saja menjulur dengan telunjuk terarah ke tombol lift. Dia terdiam mematung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook