bc

Musume Ga Inakute

book_age0+
888
FOLLOW
7.0K
READ
possessive
love after marriage
fated
powerful
princess
king
drama
tragedy
bxg
like
intro-logo
Blurb

Tak pernah terpikirkan oleh Annchi jika dirinya harus berurusan dengan Diwei Jiaolong. Raja dari kerajaan Baiying yang agung. Membuatnya harus semakin menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. Lika-liku kehidupannya selama di istana Baiying terus membuatnya waspada. Terlebih saat beberapa orang menginginkan kematiannya. Hingga saat yang di takutinya tiba, membuatnya harus pergi menjauh untuk kembali memperjuangkan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Dan dengan segala cinta dan kekuatan yang ia miliki, Annchi berhasil mengungkap semua rahasia yang selama ini tersembunyi.

chap-preview
Free preview
Prolog
'Jderr' Suara petir yang bersahutan menggelegar, membelah langit yang tampak suram. Desauan angin yang berhembus kencang menerbangkan semua benda ringan yang di laluinya. Suasana mencengkam, dengan rintikan hujan yang jatuh dari langit gelap. Seolah langit tengah menangisi sesuatu yang sedang terjadi. Suara derap kuda terdengar bergemuruh membelah kesunyian di tengah-tengah desa mungil yang tampak sunyi bagaikan kota mati. Semua penduduk ada didalam rumah masing-masing, tak ada yang keluar. Mereka asik bergelung dengan selimut dan penghangat yang tersedia di rumah sederhana milik mereka. Mengabaikan seseorang yang nekat menerobos badai hujan yang tengah terjadi. Kikikan kuda terdengar saat sang penunggang kuda menarik tali kekangnya. Kuda itu sedikit bergerak gelisah. Beberapa kali kakinya mengais dan menghentak-hentakkannya di tanah seraya mengikik kecil. Merasa tak nyaman akan tuannya yang tengah kalut duduk di punggungnya. "Ssshh,, tenanglah.." pinta sang penunggang lirih. Tangan kanannya mengelus leher kuda pelan. Mencoba menenangkan kuda kesayangannya. Mata orang itu mengedar, menatap tajam semua titik yang dapat di jangkaunya. Matanya awas, menyusuri setiap desa kecil yang jauh dari kota. Tubuhnya yang berbalut mantel tebal tak terusik dengan badai yang tengah melanda. Wajah yang tertutupi cadar berwarna putih itu sedikit basah akibat tetesan air dan rembesan hujan dari mantel yang di kenakannya. Kerutan di alisnya terlihat. Menandakan jika orang tersebut tengah memikirkan sesuatu. "Apakah menurutmu disini aman?" Tanyanya lirih pada kuda yang mengikik kecil seolah mengiyakan pertanyaan dari sang majikan. Orang itu menghembuskan nafas lelah. Menatap kembali sekelilingnya. Memejamkan matanya sebentar, lalu kembali membukannya dengan tekat api yang membara. Inilah saatnya ia memulai hidup yang baru.. ~•***•~ Keheningan melanda di ruang pengadilan di sebuah istana yang megah. Sang raja duduk dengan tenang dan angkuhnya. Menatap datar seseorang yang bersimpuh ketakutan di lantai yang berhiaskan karpet merah. Tak ada sedikit  niatpun ia berkata. Membuat semua para petinggi istana duduk gelisah di kursinya masing-masing. Mereka saling menatap satu sama lain. Menanti jawaban dari sang penguasa kerajaan. "Y-yang Mulia.." Perdana menteri memberanikan diri untuk bicara. Ia menatap takut-takut jelaga kelam milik Kaisar kehormatan mereka. Sang raja berdiri dari singgasananya. Berjalan dengan tenang menuju pria yang bersimpuh ketakutan. Jubah Kebesarannya terseret di lantai. Kedua tangannya saling bertaut di balik punggungnya. Berjalan penuh wibawa. Raja yang di segani oleh para rakyatnya itu berdiri tepat di depan pria yang bersimpuh dengan tubuh yang gemetar. "Bisa kau ulangi perkataanmu tadi?" Suara datar dan tenang itu bagaikan alunan kematian bagi siapa yang mendengarnya. "M-mohon a-ampun Yang M-mulia.." pria itu meletakkan keningnya di karpet berwarna merah, bersujud di kaki rajanya. "P-para bangsawan dari kota Feichun, t-telah melakukan p-pemberontakan,, M-mereka berniat melakukan k-kudeta untuk menggulingkan kedudukan Y-yang Mulia, m-mereka.." "Lalu kenapa kau baru memberitahuku sekarang!!" Bentakan terdengar sebelum pria yang bersimpuh itu menyelesaikan ucapannya. Semua yang ada di sana menundukkan kepalanya tak berani. Sedangkan pria berpakaian prajurit itu kembali menjatuhkan keningnya di lantai. Raja mereka tengah murka. Berbuat kesalahan sedikit saja, nyawa mereka bisa melayang sia-sia. Raja dengan jubah kebesarannya yang berlambang Elang Putih di punggung itu menghela nafas. Menetralisir kemarahan yang memuncak di kepalanya. Ia memejamkan mata, lalu berkata sepelan mungkin yang mampu membuat siapa yang mendengarnya meneguk ludah susah payah. "Lalu apa yang terjadi, bagaimana nasib para penduduk disana?" Tanya raja dengan desisan andalannya. "M-mereka memeras para rakyat yang tidak berdosa, p-para gadis dan wanita d-di perkosa dan d-di jual di rumah bordil Yang M-mulia.." Sang raja mengepalkan kedua tangannya erat, matanya menyala marah. Dalam satu tarikan nafasnya, ia berbalik menghadap salah satu jenderal kepercayaannya. "Kuo Lai, aku ingin kau memimpin peperangan ini. Siapkan sepuluh pasukan, dan tuntaskan para pemberontak itu. Aku yakin kau bisa membumihanguskan para penghianat itu!" Perintahnya mutlak. "Baik, Yang Mulia." Kuo Lai membungkuk hormat. ~•***•~ "Apa kau sudah menemukan tanda-tanda dirinya masih hidup?" Tanya pria berhelaian perak. Pria bertopeng separuh wajah itu duduk dengan tenangnya seraya membersihkan pedang yang tengah ia pegang. "Mohon ampun Yang Mulia, hamba belum menemukan petunjuk apapun tentang dirinya yang masih hidup. Hamba rasa, 'dia' memang sudah mati." Pria berlainan warna mata itu mendengkus rendah, "Apa kau yakin?" Tanyanya pada salah satu bawahan terpercayanya tersebut. "Hamba yakin Yang Mulia. Lagipula semua bukti memang telah menyakinkan jika 'dia' sudah mati." "Tapi bagaimana jika itu hanya pengalihan Linhe, kau tahu,, dia sangatlah cerdik." "Secerdik apapun dia, pasti dia juga bisa membuat suatu kecerobohan Yang Mulia. Dan hamba yakin, jika 'dia' memang sudah mati." Linhe menjawab penuh keyakinan, "Lagi pula ini sudah 3 tahun berlalu Yang Mulia, 'dia' waktu itu jugalah masih seorang anak kecil yang tak terlalu hebat. Sudah saya pastikan dia memang benar-benar telah mati." "Kuharap yang kau katakan itu benar, Linhe. Karena aku tidak mau kekuasaanku saat ini terancam karena bocah tak tahu diri itu. Aku ingin tetap terus berjaya di kerajaan ini." "Hamba mengerti Yang Mulia Kaxie. Yang Mulia tak perlu khawatir, jika ada sesuatu yang mengancam, hamba siap menghancurkan para penghalang itu." Kaxie tersenyum di balik topeng yang selalu di kenakannya. Raja dari kerajaan yang di taklukannya itu menatap pedang kesayangannya dengan minat, mengingat kembali apa yang telah di perjuangkannya beberapa tahun lalu menggunakan pedang dengan gagang berwarna hitam itu. "Aku mengandalkanmu." ~•***•~ 'Klinting~klinting~klinting' "Mouuuhh" Suara dentingan bel yang terpasang apik di leher sapi-sapi di ladang hijau itu saling berdentang. Suara-suara sapi pun saling bersahutan. Seorang gadis tampak duduk tenang di samping pria yang tengah memainkan seruling bambu dengan merdunya. Begitu menikmati alunan indah yang membawa ketenangan. Mata gadis itu terpejam. Bibir mungilnya melengkuk membentuk sebuah senyuman yang manis. Wajah cantiknya di terpa oleh angin siang yang beranjak sore. Di bawah pohon rindang itu, gadis itu begitu menikmati kenyamanan alam yang tersedia. "Kakek, kenapa berhenti?" Tanya gadis itu saat pria yang tidak bisa di katakan muda lagi menghentikan alunan serulingnya. Matanya kini terbuka, menatap tak mengerti pria paruh baya yang menatapnya juga. "Ini sudah menjelang sore, kau tidak pulang lebih dulu?" Tanya Chongde. Pria tua dengan jenggot putih panjangnya itu menatap lembut cucu kesayangannya. Sang gadis menggeleng pelan, "Tidak kek, aku akan pulang bersama Kakek dan membantu kakek mengiring para sapi-sapi ini." "Aku bisa melakukannya sendiri, Annchi." Jawab Chongde terkekeh, "Para kakak dan adik-adikmu pasti sudah menunggumu. Pulanglah, kau sudah melewatkan latihan hari ini. Mereka akan marah jika tahu aku sedikit memanja dirimu." Gadis dengan rambut coklat kemerahan yang di gelung itu mengangguk pasrah. Ia berdiri, menepuk-nepuk sisi hanfu sederhananya yang terkena debu. Lalu membungkuk sedikit pada kakeknya dan berjalan untuk kembali ke rumahnya. Annchi berjalan santai melewati desa tempatnya tinggal. Beberapa warga yang mengenalnya menyapa dirinya ramah dan di balas oleh Annchi dengan senyuman termanis yang ia miliki. Langkah gadis itu ringan, dengan senyuman yang masih mengembang di bibir mungilnya. "Dari mana saja kau?" Seseorang berkata ketus pada Annchi saat gadis itu memasuki gerbang rumah sederhana namun besarnya. Rumah yang terbuat dari anyaman bambu itu sangat luas dengan beberapa rumah kecil mirip sebuah padepokan. "Dari manapun aku itu bukan urusanmu." Jawab gadis itu tenang. Shanshan memberengut mendengar ucapan dari temannya itu, "Aku khawatir denganmu tahu." Annchi tersenyum tipis menanggapi tingkah laku sahabat yang sudah di anggap saudaranya itu. "Kau melewatkan latihanmu beberapa hari ini, apa kau ada masalah?" Annchi menggeleng, ia melangkahkan kakinya masuk lebih dalam ke tempat tinggalnya itu. "Tidak, aku hanya ikut kakek mengembala sapi-sapi." Shanshan ikut berjalan, gadis cantik idaman para Pemuda itu menyamakan langkah dengan Annchi, "Guru Yuanwei pasti marah padamu karena kau melewatkan latihan menarimu." "Aku tahu, tapi aku akan bertanggung jawab untuk itu." Annchi berkata tenang, ia tak merasa sedikit pun takut. Shanshan hanya diam, ia tak menyahut lagi ucapan Annchi. Ia berjalan tanpa suara di samping gadis itu, "Aku bertemu dengannya tadi." Langkah Annchi kembali terhenti saat Shanshan kembali membuka suara. Ia membalikkan badan dan menghadap sepenuhnya pada gadis berhelaian hitam legam itu, "Bertemu dengan siapa?" Tanya Annchi penasaran. "Tuan muda Weizhi," jawab Shanshan antusias, mata coklatnya berbinar-binar. "Dechi?" Shanshan mengangguk semangat, senyum manisnya terpasang indah di bibir merah alaminya. "Lalu?" Ekspresi Shanshan kini menjadi datar seketika saat mendengar jawaban acuh dari teman sekaligus adiknya itu. Ia mendengkus, bola matanya menatap bosan Annchi, "Kau menyebalkan." ia menghela nafas. Annchi tersenyum, "Latihanlah kak, kemampuanmu masih berada di bawahku. Jangan kau terlalu sibuk mengurusi para priamu." Ucapnya jenaka. Ia menyeringai di akhir kalimat. Lalu meninggalkan Shanshan yang tengah menahan kekesalannya. "Dasar adik kurang ajar!" 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.0K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
120.7K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.5K
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

Mrs. Rivera

read
45.2K
bc

HYPER!

read
554.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook