bc

Halaqoh Cinta

book_age16+
2.2K
FOLLOW
35.5K
READ
love after marriage
arranged marriage
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Ketika seluruh keluarga mendesakku untuk segera menikah, maka itu malah membuatku semakin menghindar. Sempat terpikir olehku, pernikahan kini bukan lagi menjadi hal prioritas. Sampai aku bertemu dengan seorang perempuan bernama Alya, niat untuk menikah kembali muncul. Aku ingin mengajaknya ta'aruf dan menikahinya sesuai syariat Islam.

_Althaf Said Abrisam_

Menikah, adalah satu kata yang tidak pernah terlintas sekalipun dalam pikiranku. Hingga muncul seorang laki-laki yang baru kutemui pertama kalinya, mengajakku untuk ta'aruf dengannya. Haruskah aku menerima lamarannya, di saat hati dan pikiranku masih menolak semua itu.

_Alya Khansa Ramadhani_

chap-preview
Free preview
Althaf Said Abrisam
“Iya, Bu! Althaf paham,” ucap Althaf tak bersemangat. Helaan napas kasar keluar dari hidung, dan juga mulutnya. Kalau kamu paham, maka seharusnya kamu menikah sekarang, Nak. Althaf kembali menghela napas panjang mendengar permintaan sang ibu yang terkesan begitu ngotot ingin ia segera menikah. “Ya Allah, Bu. Semuanya itu kan memerlukan proses. Aku juga belum mendapatkan siapa yang cocok untuk jadi pendamping hidupku.” Kamu cari dong, Nak. Apa perlu, Bapak sama Ibu bantu carikan jodoh untuk kamu? “Gak perlu, Bu. Aku bisa cari pendampingku sendiri. Jika memang sudah waktunya, aku pasti akan menikah, Bu.” Pertanyaan ‘kapan menikah?’ sudah terlalu sering Althaf dengar. Bahkan setahun belakangan ini pertanyaan itu semakin memekakkan telinganya hingga ia berada dalam titik jenuh. Sebenarnya bukan karena Althaf tidak mau menikah. Hanya saja, memang ia belum menemukan perempuan yang cocok untuk dirinya. Selesai menelepon sang ibu, tatapan mata Althaf langsung mengarah pada tumpukan berkas yang ada di mejanya. Helaan napas panjang kembali terdengar dari hidungnya. Ia menatap jam yang menempel di dinding ruangannya, dan ternyata sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB. Laki-laki berdarah arab dan jawa itu sepertinya akan lembur lagi hari ini. Althaf saat ini bekerja di perusahaan perdagangan barang impor dan ekspor terbesar di Indonesia. Althaf yang merupakan karyawan terbaik di tahun keempat, langsung diamanahkan sebagai Manajer untuk bagian divisi perdagangan ekspor di tahun kelima ia bekerja di perusahaan tersebut. Althaf meregangkan tubuhnya, melepas rasa lelah di pundaknya. Ia memijat pelipisnya sesaat, lalu memutuskan untuk keluar dari ruangannya. Ia memberikan senyum tipisnya pada 3 karyawan yang masih stay di mejanya masing-masing untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Sedangkan yang lain sudah kembali ke rumahnya, termasuk Dea, sekretaris pribadinya. Dea memang beberapa kali pulang terlebih dahulu sebelum Althaf, karena menurut Althaf, jika sudah tidak ada yang dikerjakan lebih baik pulang. Althaf juga bukanlah tipikal bos yang harus selalu ditemani bawahannya. Ruangan Althaf berada di lantai 5, dengan 2 bagian yang terpisah. Bagian perdagangan Ekspor dan bagian perdagangan Impor, dengan masing-masing karyawan berjumlah sekitar 30 orang, dengan 2 departemen di dalamnya. Kaki Althaf bergerak menuju pantry yang terdapat di bagian tengah lantai 5 untuk menjadi pemisah dari 2 bagian antara divisi Ekspor dengan Impor. Althaf membuat teh hangat dengan sedikit gula di dalamnya. Lelaki itu memejamkan matanya sambil mengaduk teh. Ia sungguh lelah dan mengantuk. Selesai membuat teh hangatnya, Althaf membawanya naik ke rooftop perusahaan. Rooftop tersebut berada di puncak gedung yang memiliki 15 lantai. Tempat yang biasa digunakan para karyawan untuk bersantai, sehingga ada taman melingkar yang dibuat oleh perusahaan.  Althaf berdiri tepat di batas dinding pembatas rooftop. Angin malam yang dingin membuat kulit putihnya memucat, sesaat setelah angin menampar lembut permukaan kulitnya. Althaf memilih duduk di bangku panjang yang berada di sekitar taman. Matanya menatap langit yang dihiasi oleh bulan sabit dan 2 bintang yang terlihat dari jarak pandangnya. Di sana, hanya ada dirinya, tidak ada siapa pun, dan dalam keadaan yang cukup sunyi dan sepi. Ia menyesap teh hangatnya. Teringat kembali perkataan orang tuanya, yang semakin sering mengingatkannya untuk segera menikah. Umurnya saat ini sudah memasuki umur 26 tahun, dengan pekerjaan yang menjanjikan menjadi alasan kuat untuk membuatnya terus terdesak agar segera menikah. Padahal pekerjaan dan umur bukanlah tolak ukur seseorang wajib menikah. Tapi lebih kepada bagaimana, kita mempersiapkan diri kita untuk menikah di saat umur dan pekerjaan sudah lebih dari cukup untuk  membina sebuah keluarga. "Al!" Althaf yang sedang sibuk dengan sekelebat pikirannya pun menoleh. Sosok lelaki menghampirinya duduk dengan membawa secangkir minuman. Bima, lelaki tinggi nan manis dengan warna kulit sawo matang, saat ini menjabat sebagai Manajer Station perdagangan Impor, satu level dibawah Althaf. Bima bergabung dengan perusahaan sebulan setelah Althaf masuk. Umur mereka yang hanya terpaut 2 bulan membuat mereka menjadi rekan kerja juga teman baik bagi satu sama lain. "Lembur juga, Bim?" tanya Althaf dengan kembali memandang ke arah depan.  Bima duduk di samping Althaf, dan menyesap kopi yang ia buat. "Pak Riksa ke luar negeri, Al. Dan parahnya gue yang di minta buat ngurus proyek + komite untuk kerja sama dengan PT Kusuma Jaya." Althaf tersenyum tipis, Bima memang sering dibuat kelimpungan oleh Pak Riksa, Direktur Perdagangan barang Impor yang memiliki kumis tebal seperti Adolf Hitler. "Ya nggak papa dong. Itu artinya lo di percaya sama beliau. Siapa tahu naik jabatan, kan?" Althaf mengakhiri ucapannya dengan tersenyum jail. "Gue harus jadi karyawan terbaik kaya lo dulu, baru bisa naik jabatan, Al. Lagian nih ya, Pak Riksa tuh cuma mau bikin gue nggak betah, terus out deh dari sini." ujar Bima dengan nada pasrah. "Hush, jangan suudzon!” kata Althaf, “Beliau itu cuma mau lo belajar buat ngurus ini itu, biar suatu saat beliau pensiun, lo siap gantiin." sambungnya dengan menepuk pelan bahu Bima. "Suatu saat lo itu, nunggu bapaknya keluarga Khong Guan balik ke keluarganya lagi, Al." koreksi Bima karena pembelaan Althaf kepada Pak Riksa. Althaf balas tertawa, namun sudah tidak berkomentar lagi. Urusan pekerjaannya sendiri saja juga sudah lebih pusing. Keduanya sama-sama terdiam beberapa saat, hingga Bima menyinggung topik yang lain. "Eh, btw gimana orang tua, Al? Masih nyuruh nikah mulu?" Althaf menoleh pada Bima lalu tersenyum kecut. "Ya gitu deh. Barusan aja Ibu nelepon lagi, nanyain apa udah punya calon apa belum.” "Ya udah lah, Al. Pacaran aja dulu, kenalan sama cewek. Lo mah, padahal di kantor banyak yang ngelirik noh, minta lo nikahin." Althaf tersenyum tipis menatap langit yang tampak indah malam itu. "Lo nyuruh gue nikahin semua cewek single di kantor ini, gitu?” tanyanya dengan maksud bercanda. Bima mendelik, lalu memukul bahu Althaf hingga lelaki itu sedikit meringis juga tertawa. “Ya kali! menang banyak dong lo nanti.” Althaf tertawa, “Ya makanya. Jangan aneh-aneh lah Bim,” ucap Althaf dengan kembali meminum tehnya yang masih tersisa setengah gelas. “Maksud gue, lo coba pacaran aja dulu. Sama Lisa gitu, atau Dea mungkin, atau… siapa kek.” Lama Althaf terdiam, ia hanya memandang langit di atasnya lalu tersenyum tipis. “Dosa, Bim.” Bima mendengus, Althaf yang ia kenal memang tak seperti temannya yang lain yang sering bergonta ganti pasangan. Tak pernah sekalipun, Bima melihat Althaf bersama dengan seorang perempuan, bahkan untuk sekedar chatting pun Bima ragu. Padahal perempuan single di kantor mereka yang ngantri sudah banyak. Terlebih di kantornya, ada Lisa, karyawan divisi Marketing Communication yang memiliki wajah cantik dan body aduhai. Tapi Althaf seperti memiliki tameng pada matanya yang membuat Althaf bahkan tak pernah sembarangan melirik perempuan. "Kalo gitu lo mulai nyari yang serius lah, Al." "Cariin yang solehah dong, Bim. Yang cantik paras dan hatinya." ujar Althaf diakhiri dengan tertawa sendiri. Sepertinya kelamaan single, dan juga tuntutan orang tua, membuat sebagian otak Althaf ikut menuntut meminta pendamping hidup. "Nah, tuh. Kalau lo udah ngomong begitu, tandanya lo udah punya bayangan mau istri yang kaya gimana. Nah kalo udah tau tipe yang di mau, lo nungguin apa lagi sampe lo masih jomblo hari gini?" "Susah ngomong masalah beginian sama yang udah punya istri mah." Bima memang sudah menikah hampir 1 tahun dengan Rossa. Saat ini Bima bahkan sudah memiliki calon buah hati yang masih berada di kandungan istrinya yang baru saja menginjak umur 2 bulan. Bima yang dulunya cowok cap playboy seakan bertekuk lutut saat bertemu dengan Rossa, adik kelas Althaf yang pernah menjadi klien perusahaan mereka. Bima sontak tertawa, membuat Althaf juga ikut tertawa. Mereka kembali menyesap minuman mereka masing-masing, dan sesekali berbincang masalah kerjaan yang kian hari semakin bertambah. =========================== Halooo! Saat ini Halaqoh Cinta akan hadir dalam bentuk buku cetak. Masa PO berlaku dari tanggal 17-30 Juli 2020. Untuk yang mau liat gambar cover dan info lengkapnya bisa kunjungi ** @hapsyahnurfalah atau chat ke nomor 0858-9213-1230. Harga buku 88.000 sudah include bookmark, postcard, dan ganci. Terima kasih! 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

When The Bastard CEO Falls in Love

read
369.9K
bc

Broken

read
6.3K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

T E A R S

read
312.6K
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.2K
bc

Chandani's Last Love

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook