bc

Fangirl

book_age16+
997
FOLLOW
6.6K
READ
arranged marriage
arrogant
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Selindyah Asthaparayya tampaknya memang terlahir sebagai seorang fangirl. Ketidakpunyaan dalam segi materi tak pernah menghalanginya untuk mengidolakan Jean Masabumi, seorang penyanyi dengan penggemar masif yang selalu menampilkan citra 'Sweet Guy'. Namun bagaimana bila citra itu rupanya hanya topeng belaka?

Update: Everyday;7pm

chap-preview
Free preview
1. Could You Being Normal?
    "Anak durhaka! Mama tuh nggak besarin kamu biar jadi kayak gini!" pekik seorang wanita paruh baya seiring dengan kakinya yang terus berlari walau nafasnya sudah naik turun tak beraturan. Tiga puluh meter di depannya, ada seorang gadis bertubuh mungil yang berlari tanpa alas kaki. Kaki-kaki pucatnya terus berlari tanpa peduli dengan luka-luka yang telah tercetak di sana.     "Maaf, Ma! Selin tuh nggak mau jadi anak durhaka tapi Mama nggak pernah mau dengerin Selin!" gadis itu berteriak sekuat tenaga.     "Apa, Sel? Gimana bisa Mama mau denger kamu kalau omong kosong begitu? Kamu selalu beli barang-barang nggak guna pake uang Mama!" jawab wanita itu. Napasnya sudah semakin pendek-pendek namun dia masih tetap memaksakan diri untuk berlari.     Gadis yang sedari tadi dipanggil Selin itu tak mempedulikan seruan wanita yang notabene adalah mamanya itu. Dia malah mempercepat langkahnya hingga ia sampai di sebuah lorong kecil nan gelap.     Dia berhenti sejenak sambil memegang kedua lututnya. Keringat yang menempel di dahinya ia lap dengan kaos kuning yang melekat di badannya. Kemudian matanya memandang lorong sempit yang mungkin hanya cukup untuk satu orang itu. Walau dengan penerangan seadanya, tapi gadis itu tau jika di dalam lorong itu terdapat banyak potongan beling-beling tajam. Bukan karena ia punya indra keenam atau sebagainya, tapi karena jalan ini sudah sering ia lewati sebelumnya.     Awalnya ia ragu. But there's no way back. Akhirnya dia nekat masuk ke dalam lorong itu. Kakinya menyentuh potongan kaca tajam yang ada di sana sejak dulu kala. Dia bahkan sudah tak peduli lagi jika kakinya terluka karena tak memakai alas apa-apa Salahnya sendiri, mengapa dia tadi harus buru-buru sampai lupa memakai alas kaki!     Selin menahan rasa perih di kakinya hingga ke ujung lorong. Ia menoleh ke belakang, tampaknya Mamanya tak lagi mengejarnya. Selin lalu duduk di salah satu bangku yang terletak tak jauh dari sana seraya mengamati kakinya yang berdarah.                                                                                ...     "Kenapa sih kamu selalu beli barang gambar cowok entah siapa itu? Dia tuh kenal kamu aja enggak! Kamu tuh kayak debu kali di mata dia!" tanya wanita itu. Selin tak menjawab, malah sibuk menggigit bibirnya karena menahan sakitnya sentuhan kapas dan antiseptik di kakinya yang terluka.     "Hei! Jawab!" ujar Mama.     Selin tersentak lalu menjawab dengan nada lirihnya yang memelas.     "Iya, Ma. Maafin Selin karena nggak bilang kalau makai uang Mama. Tapi ini beneran penting, Ma! Jean tuh mau meet and greet hari Minggu nanti. Orang-orang yang bisa ikut tuh yang nomer seri albumnya keundi gitu lho. Selin juga mau coba, siapa tau beruntung dan bisa ketemu Jean nantinya. Kan mana tau pulang-pulang tiba-tiba bawa mantu buat Mama," katanya sambil cengengesan. "Lagipula Selin cuma pinjem kok. Nanti diganti."         Mama Selin mengeratkan giginya. Ia tampak hendak mengeluarkan ribuan kata-kata penuh amarah tapi ditahannya. Ya, begitulah hubungan istimewa antara ibu dan anak. Tak bisa dijelaskan oleh kata-kata.     "Astaghfirullah, Selin!!! Mama tuh sampai nggak tau harus ngomong apa lagi. Mantu, mantu, dia aja belum tentu mau sama kamu," geram Mama.     "Gimana kamu bisa hidup tanpa Mama ini nantinya hah?" sambungnya.     Selin memeluk ibunya sambil terkekeh.     "Jangan khawatir, Ma. Selin bakalan nempel sama Mama selamanya sampai Mama bosen sendiri."                                                                                     ...     Untuk beberapa orang--termasuk mamanya--apa yang dilakukan Selin itu gila. Sangat gila. Dia rela menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang seperti poster dan album, menghabiskan waktunya untuk streaming berjam-jam, bahkan hidup dipenuhi khayalan setiap harinya. Padahal mungkin uang dan waktunya bisa saja ia alihkan untuk yang lebih bermakna. Buku, mungkin?     Tapi apa yang dilakukan Selin sebenarnya normal, sangat normal untuk remaja seusianya. Ya, mengagumi seseorang dan menjadikannya panutan adalah hal yang sepenuhnya normal untuk remaja. Hormon dalam tubuh remaja memang sudah diciptakan seperti itu adanya.     Lagipula, siapa juga sih remaja saat ini yang tidak mengidolakan Jean Masabumi? Penyanyi solo remaja yang sedang digandrungi di seluruh negeri. So, it's pretty normal, right?     Bukan tanpa alasan, gadis-gadis itu menyukai Jean tentu saja karena fitur wajahnya yang tampan serta lagu-lagunya yang cukup enak di telinga. Figur Jean yang tampak terlalu sempurna untuk sosok manusia. Figur yang memberi mereka harapan dan semangat setiap harinya. Begitulah idola.     Selin juga begitu. Jean memberinya harapan dan semangat setiap harinya. Pertama kali Selin memutuskan untuk menjadi fangirl adalah dua tahun lalu, ketika ayahnya meninggal dunia akibat sakit jantung secara tiba-tiba. Ia yang sedih dan butuh hiburan kala itu akhirnya menemukan Jean sebagai harapan baru di hidupnya.     Selin pun mulai mengoleksi poster, foto dan segala hal yang berhubungan dengannya. Bahkan membuat beberapa fanfiction juga, untuk mengapresiasi keindahan Jean, katanya. Waktu sehari-harinya ia luangkan sebagian besar ke kegiatan fangirling. Itulah mengapa mamanya jadi sering marah. Belum lagi uang yang harus ia habiskan meskipun tau keluarganya bukanlah dari strata kaya. Bukannya untuk jajan, Selin malah menyimpan semua uang jajannya. Tapi mau bagaimana lagi? Selin adalah fangirl dan akan terus seperti itu.     Seperti sekarang ini, Selin memilih untuk mengabaikan makan siangnya dan malah memegang erat-erat ponselnya sambil memejamkan mata. Membuat Joshua--teman laki-lakinya--menggeleng-geleng heran.     "Lo lagi ngapain sih?" tanya Joshua. Agak sewot.     "Sst! Diem! Gua lagi berdoa ini. List fans yang bisa ikut meet and greet udah diumumin."     Setelah mendengar jawaban Selin, Joshua memilih kembali pada makan siangnya. Joshua adalah teman Selin sejak kecil. Hubungan pertetanggaan lah yang menghubungkan mereka sebagai teman yang amat dekat. Joshua sudah paham bagaimana Selin dan kegilaannya dengan Jean atau apalah itu. Bahkan lebih paham dari Mama Selin sendiri. Mungkin hanya pada Joshua lah Selin bisa menceritakan tentang idolanya. Meskipun Joshua biasanya hanya sekadar mendengarkan sepintas lalu.     Setelah dirasa cukup berdoa, Selin lalu membuka sebuah artikel di website resmi manajemen Jean yang berisi nama-nama fans yang beruntung terpilih menjadi peserta meet and greet. Selin menggulir layar ponselnya. Ia tak berhenti berharap. Akan tetapi, dari nomor 1 hingga 100 tak ia jumpai namanya. Selin hanya bisa menatap ponselnya nanar, penuh kesedihan.     "Coba lagi?" tanya Joshua.     Selin mengangguk. Joshua menepuk-nepuk bahu Selim.     "Nggak apa. Masih ada lain kali," hibur Joshua.     Belum sempat menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, tiba-tiba seseorang menghampiri meja Joshua dan Selin.     "Selin? Lo dateng nggak ke meet and greet nya Jean?" tanya gadis dengan name tag Clara.     Selin tidak menjawab. Clara tidaklah asing buat Selin. Clara adalah teman sekelasnya yang juga penggemar Jean. Bedanya, Sujeong adalah penggemar kelas atas yang selalu mendapatkan keinginannya. Tiap kali bertemu, maka sesuatu yang buruk selalu terjadi. "    Ah, lo pasti nggak beruntung ya? Yah ... bisa maklum sih gue, beli satu album aja mah nggak bisa ngarepin apa-apa, kan? Lo harus beli album sebanyak gue biar bisa ikut," ucap Clara sombong.     Entah apa yang sebenarnya membuat Clara semenyebalkan itu pada Selin. Yang jelas tingkah sombongnya itu membuat Selin muak.     Brak! Selin memukul mejanya hingga semua orang di kantin terfokus kepadanya.     "Siapa bilang cuma lo aja yang bisa? Gue juga bisa suatu saat nanti!" ujar Selin penuh kemarahan.     "Jangan pikir gue nggak tau, Selim. Keluarga lo itu cuma miskin. Lo bahkan belum tentu bisa beli album comeback Jean selanjutnya," ejek Clara.     Clara benar. Selin memang tak punya uang. Bahkan belum tentu bisa membeli album Jean selanjutnya. Tapi tak seorang pun berhak menghina keluarganya.     Joshua memilih diam saja. Pura-pura tak mendengar dan memilih menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Bukan apa, pertengkaran semacam ini sering terjadi. Jadi buat apa harus ia pedulikan?     "Apa? Lo nggak berhak ngomong kayak gitu ya, Clara!" seru Selin.     "Gue cuma ngomong kenyataan kok. Lo tau? Gue bakal pastiin dapet  selfie sama Jean terus mamerin di depan muka lo itu!" serunya.     Amarah Selin rasanya naik sampai ke ubun-ubun. Ia benci dihina terus-menerus. "Gitu? Yaudah, gimana kalau kita taruhan?"     "Taruhan apa?" tanyanya angkuh.     "Taruhan buat dapet foto sama Jean. Kalau gue dapet foto sama Jean, lo musti nyium kaki gue. Begitu juga sebaliknya. Gimana?" tantang Selin.     Joshua mendelik terkejut.     "Lin, otak lo nggak normal apa?" seru Joshua.     Tak menjawab, Selin hanya tersenyum licik sembari menyusun rencana di kepalanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The crazy handsome

read
465.2K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.0K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
53.9K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
50.6K
bc

Dependencia

read
185.8K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook