bc

Yes, It's Me!

book_age0+
3.4K
FOLLOW
37.6K
READ
family
badboy
sensitive
powerful
stepfather
student
drama
sweet
EXO
like
intro-logo
Blurb

Andara Deana K, gadis itu memang tidak mempunyai kehidupan yang sempurna. Bukan secara fasilitas kehidupannya yang kurang, melainkan kasih sayang keluarganya yang kurang. Gadis itu selalu tersenyum, seolah ia baik, seolah tidak ada masalah di dalam hidupnya.

Tetapi, senyumnya pudar ketika masalah aneh yang tiba-tiba saja datang menghantuinya. Ada seseorang yang memburunya, karena sebuah dendam.

chap-preview
Free preview
1. Puisi
Gadis berumur 15 tahun itu mengambil buku diary miliknya, diambilnya pulpen berwarna pink dan langsung menempelkan bokongnya pada bangku yang berada tepat di samping tempat tidurnya. Diletakkannya buku itu di atas meja yang sudah berada di hadapannya. Kini tangannya siap menulis. Aku hanya seorang manusia Tercipta luar biasa Tetapi tidak sempurna 1 menit….. 2 menit….. 10 menit… Terhenti. Otaknya kini stuck, entah apa yang ingin dituliskannya lagi. Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi dan untungnya gadis itu sudah mandi dari tadi. Benaknya berkata, ia akan berangkat sekolah pukul 06.30, kalau lebih maka dia akan telat. Matanya menatap sekeliling, mencari sesuatu yang kali saja dapat membantunya mencari ide. Kalau tidak ada ide sama sekali, entahlah. Baginya, ini bukan suatu masalah besar yang harus diselesaikan secepatnya. Walau pada kenyataannya, Dara tahu, pekerjaan ini harus diselesaikan hari ini. Gadis itu mulai mengetuk-ngetukan pulpennya, berusaha mencari ide baru. Berharap ada sesuatu yang bisa ia tuliskan kembali. Walau pada kenyataannya, ia hanya menggigiti ujung pulpennya. Tidak ada lanjutan puisi itu. "Arghhh, kenapa gak ada pikiran sih!?" Gadis berambut sebahu itu mengacak-acak rambutnya yang sedari tadi juga sudah berantakan. Waktu terus berjalan, tetapi pikirannya tak berjalan. Jam sudah menunjukkan pukul 6.25, tetapi gadis itu masih berada di depan meja belajar miliknya, masih melakukan gerakan yang sama, yaitu menggigiti ujung pulpen. "DARA!" teriakan itu terdengar sangat nyaring dikamarnya. Gadis itu langsung beranjak dari duduknya, mengambil tas dan bomber jacket pink miliknya, kemudian turun menuju meja makan. Pandangan pertama yang Dara lihat, adalah wanita paruh baya yang juga sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang dapat Dara definisikan sebagai tatapan marahnya. "Ngapain sih! Lama banget," omel wanita paruh baya yang sudah duduk manis di kursi meja makan. Dara menyampirkan tas dan jaketnya pada kursi meja makannya, kemudian duduk berhadapan dengan wanita itu. "Ngerjain pr," jawab Dara santai. "Bagus ya, baru ngerjain sekarang. Kemana aja kemarin?" Wanita itu menatap kesal Dara. Sedangkan, si gadis berambut sebahu itu mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. "Ma, biasa aja kali. Pak Denny ini gurunya. Paling kalau gak selesai suruh lari 10 kali muter lapangan.” Entah Dara yang memang terlalu santai jadi anak, atau gadis itu tidak mengerti sebuah aturan ada untuk apa. Melihat jawaban santai itu, hanya membuat Shinta—Mamanya—menggeleng pasti. Susah sekali mengatur anaknya yang kelewat santai itu. “Rotinya makan dulu.” Shinta menunjuk pada piring yang berada di hadapan Dara, tetapi belum juga disentuh oleh gadis itu. “Bentar,” balas Dara, kemudian hilang dari ruang makan. Hampir lima menit berlalu, Dara belum juga kembali ke meja makan, membuat Shinta lagi-lagi kesal, melihat kelakuan anaknya itu. “DARA!” Shinta kembali berteriak. Barulah, Shinta mendengar derapan langkah yang mendekat menuju meja makan, setelah teriakannya itu. Dara hanya menyengir menatap Shinta, kemudian memasukkan barang yang baru saja diambilnya ke dalam tasnya. "Udah sana, nanti telat. Abang udah nunggu dibawah." Shinta berujar sembari bangun dari duduknya. "Ok," jawab Dara semangat. Dara langsung menyalami tangan Shinta dan pergi ke garasi. Tujuan Dara seharusnya adalah tempat dimana Abangnya itu berada. Tetapi melihat lelaki itu sudah melirik sinis dirinya, Dara jadi malas berjalan menuju tujuannya. Jadilah, ia berjalan melewati lelaki itu, tanpa menolehkan kembali kepalanya. Karena, niat Dara untuk meliriknya sekilas pun sudah tidak ada. "Dar!" panggil lelaki yang sudah berada di belakang Dara. Dara membalikkan badannya malas. "Gue tau! Jangan nganggep lo jadi abang gue kalau lagi disekolah!” sahutnya sarkas. “Bosen gue!” Tidak ada jawaban dari Vano. Hanya sekedar senyuman miring. "Udah gue mau berangkat, Kak. " Dara mengambil langkah menuju trotoar di seberang rumahnya. Sepertinya, dirinya harus terbiasa untuk menaiki angkutan umum, hanya karena Vano. Dara mendengus. Kalau begini terus, supir di rumahnya bisa menganggur. Seharusnya Dara tidak perlu memikirkan Shinta yang mungkin saja menghukum Vano, bila ketahuan tidak mengantar Dara selama ini. Jadi, Dara bisa saja memanggil supirnya Vano berdesis. "Jangan panggil gue, pake sebutan itu!" Vano—Abang Dara—kembali bersuara. Tentu hal itu membuat Dara mau tidak mau, kembali berbalik dan menatap sebal lelaki itu. "Kemarin gue panggil Abang ngomel, sekarang gue panggil Kakak ngomel. Gue panggil nama, gak sopan!" jawab Dara sebal, kemudian meninggalkan Vano. Ini kalau seperti ini terus, Dara bisa gila, hanya untuk menghadapi permintaan menyabalkan Vano. Berbeda dengan Dara yang lagi sibuk mengumpat. Vano malah kembali menampilkan senyuman miringnya. Baginya, melihat reaksi Dara yang berlebihan seperti itu adalah sebuah kegemaran. ... Pagi di sekolahnya tidak akan berubah. Tidak ada yang spesial bagi Dara. Semua murid berseragam, dan tidak ada yang menarik bagi matanya. Bahkan, sudah hamper setahun dirinya menjadi murid tingkat terakhir pendidikan, ia belum menemukan sesuatu yang membuatnya semangat pergi ke sekolah. Sedih. "DARA!” Andien—sahabat Dara—berteriak. "Andien, gue gak budek. Lo gak usah teriak gue juga nengok!" omel Dara dengan tatapannya yang galak. "Hehe maaf." Andien membalas dengan cengiran. Langkah kaki Dara dan Andien yang baru saja melewati gerbang sekolah, kembali dilanjutkan menuju kelas mereka masing-masing. "Yaampun ganteng banget." "Aduh melted gue bang, melted." "Astaga ciptaan Allah keren banget ya." Kalimat-kalimat itu spontan membuat Dara dan Andien menengok ke arah belakang. Melihat pada gadis-gadis yang menatap pada satu titik, dan membuat Dara jadi ikut melirik ke arah yang sama. "Astagaaa, Vano ganteng banget." Bagi Dara, Andien sudah seperti golongan gadis lain yang tingkat ke-lebay-annya di atas rata-rata. Karena sampai saat ini, Dara tidak menemukan sedikit pun kelebihan pada Vano. Mungkin bila ditanya kekurangan Vano, Dara sudah menemukannya, banyak pula. "Biasa." Dara menyahut, membuat Andien langsung menatapnya dengan tajam. "Dara! Dia itu ganteng, baik, haduh gimana gak tergila-gila." Perkataan Andien membuat Dara ingin muntah rasanya. Kalau saja Andien tahu siapa Vano, pasti Andien akan membuang jauh-jauh nama Vano dari kehidupannya. Dara mendengus menatap reaksi berlebihan Andien. “Gak ada bagus-bagusnya buat diliat,” sahut Dara. Andien mendelik sebal. “Lo gila? Mata lo katarak? Seganteng itu dibilang gak ada bagus-bagusnya diliat!” balasnya mendengus. “Mungkin.” Dara mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Lebih baik, ia menatap hal lain, disbanding mengikuti tatapan Andien. Tarikan Andien pada lengan kemeja Dara, membuat Dara lagi-lagi menoleh pada Andien, dan kali ini berharap tidak ada hal-hal aneh yang akan Andien sampaikan padanya. "Eww... gue duluan ya." Dara membalas singkat, kemudian membalikkan tubuhnya dan bruukk.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

HYPER!

read
556.9K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook