bc

Seluruh Nafas Ini

book_age18+
1.2K
FOLLOW
7.1K
READ
love-triangle
drama
female lead
city
office/work place
friendship
classmates
like
intro-logo
Blurb

Pernikahan yang sudah di depan mata harus tertunda bahkan berakhir begitu saja. Karena Gerald Aditya mengalami kecelakaan. Lelaki itu sempat koma selama beberapa bulan namun na'as saat sudah sadar ia tidak mengenali kekasihnya. Malah ia teringat oleh mantan pacarnya. Berbagai rintangan harus Gladis jalani untuk membantu memulihkan kembali ingatan kekasihnya itu. Tapi akankah gadis itu bertahan? Atau mungkin ia memilih untuk mengakhiri semuanya?

chap-preview
Free preview
Kecelakaan
Siang ini, matahari bersinar seolah tepat berada beberapa inci di ujung kepalaku. Tapi tak menghalangi niatku untuk bertemu dengan Gerald Aditya, lelaki yang biasa disapa Ge. mungkin kalian bertanya siapa sosok Ge ini? Ge adalah calon suamiku yang dalam hitungan enam bulan lagi akan menjadi sosok imam dihidupku. Banyak hal yang telah kami persiapkan dari mulai mencari katering, baju pengantin, dan pernak-pernik pernikahan lainnya. Tak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan hal ini. memulai lembaran baru dengannya. Kata orang, banyak hal yang akan terjadi sebelum hari pernikahan itu tiba dan itu yang selalu membuat diriku selalu merasa was-was. Namun Ge dan beberapa orang di sekelilingku, selalu meyakinkan akan hal itu tak akan pernah terjadi jika kami selalu berhati-hati. Banyak yang bilang itu hanya sebuah takhayul kuno di jamannya. Dan sekarang jaman sudah berubah menjadi jaman modern. Sebelum akhirnya aku menemui Ge, aku pergi menuju kafe untuk mampir sebentar dan mengecek beberapa urusan di sana. Walau Tania sahabatku yang sekaligus manajer kafe di sana bilang akan berusaha menanganinya, tapi aku tetap saja tak ingin melepaskan tanggung jawabku begitu saja. Ada yang masih ingin aku urus setidaknya untuk yang terakhir kali sebelum aku melangsungkan acara pernikahan dan pergi berbulan madu. "Siang Bu Gladis," sapa seorang lelaki yang tak lain adalah petugas keamanan alias security di kafe, saat aku baru turun dari taksi. Lelaki itu tersenyum ramah, namanya Pak Anton beliau sudah bekerja bersamaku kurang lebih sekitar dua tahun dari kafe ini baru merintis hingga jadi seperti sekarang . "Siang juga Pak, Bu Tania ada di dalam?” kataku menjawab sapaannya sekaligus bertanya. "Ada Bu .." jawabnya. Aku pun segera berjalan meninggalkan beliau lalu masuk menuju ke dalam kafe. Seperti biasa jam makan siang keadaan kafe terdengar riuh dan terlihat beberapa karyawan serta Tania yang sibuk melayani tamu dan mengurus pesanan tamu. Terpampang beberapa senyum dari beberapa karyawan menyapa, saat aku masuk dan berusaha mendekati Tania. "Bu bos, sibuk banget ya," ledekku sambil tersenyum. Iya menoleh ke arahku dengan wajah kaget sekaligus tersenyum. Ia menatapku sambil tersenyum senang serta memelukku erat. "Kamu ya Dis, paling bisa menggoda aku." katanya sambil melepaskan peluknya. "Hahaha.. Oh ya, kalau kamu masih sibuk aku tunggu di atas saja ya." kataku lagi. "Oke, bentar lagi aku susul tunggu ya. Lala tolong buatkan minuman sama beberapa camilan buat Bu Gladis ya." katanya sambil menyuruh salah satu karyawan. "Baik Bu.." jawab Lala . "La, yang biasa saja ya, saya tunggu di atas." tambahku sambil tersenyum lalu berlalu menuju ruang office yang berada di lantai dua kafe ini. Beberapa menit berlalu kini aku dan Tania telah sama-sama berada di balkon atas kafe ini, tentunya dengan dua gelas minuman dan camilan. Terlihat jelas wajah lelah dari sahabatku ini. Namun ia tak menunjukkannya padaku kali ini. Mungkin ia tak ingin aku menjadi khawatir dan membuat aku sedikit kerepotan soal urusan kafe. "Oh ya Tan, jadi rapat kemarin itu hasilnya apa?" tanyaku antusias untuk membuka obrolan di antara kami sambil sesekali menikmati camilan yang ada di hadapanku. "Ih.. kamu itu malah bicara soal kafe. Aku pikir ke sini mau cerita soal perkembangan rencana pernikahan kamu," katanya sambil mendengus. Aku tertawa kecil saat melihat wajah penasaran yang diciptakan Tania. "Kok ketawa?” Tanyanya bingung. "Aku bahagia banget Tan, tapi---." ucapku terputus, membuat rasa penasaran di wajah Tania semakin bertambah hingga ia menatap wajahku lekat. "Apa Ge macam-macam sama kamu?" tanyanya, aku hanya tersenyum tipis. "Enggak Tan, tapi ini soal aku," jawabku dengan ekspresi datar. "Kenapa? kamu enggak yakin sama Ge? Apa kamu yang macam-macam ya?" tanyanya bertubi–tubi. Aku menggelengkan kepala sambil menatapnya dalam. "Aku tahu, kemarin Ge cerita soal ini sama aku, Dis," Tambah Tania yang membuatku menundukkan kepala. Aku sudah bisa tebak kalau Ge pasti akan cerita dan minta tolong tentang hal ini kepadanya. Tak dapat di pungkiri berapa kali aku berusaha untuk bersikap tenang malah tetap saja kembali takut. "Kamu harus semangat, Dis. Jujur aku merasa senang melihat kamu akhirnya menemukan apa yang kamu cari selama ini, aku senang kamu udah enggak akan merasakan sedih lagi seperti sebelumnya karena aku juga percaya sama pilihan kamu. Jadi aku mohon senyum ya," pinta Tania yang berusaha menyemangatiku dengan tatapan penuh harap serta menggenggam tanganku erat. Tania tahu betul usahaku untuk berada di titik ini sangat sulit. Cinta pertamaku sewaktu smp membuatku jatuh terlalu dalam ke lautan kesedihan. Hingga akhirnya Ge yang mampu membuatku percaya kembali akan arti cinta lagi. "Bu Gladis.. Bu Tania .." teriak pak Anton dari lantai bawah. Kami pun sama-sama menoleh ke sumber suara itu dan bertanya dalam hati. 'Kenapa Pak Anton berteriak sepanik itu.' "Ya Pak Anton, ada apa?" tanyaku yang juga ikut panik. Beliau pun menunjuk ke arah seberang jalan yang tanpa kami sadari sudah ramai dengan banyak orang. Perasaanku langsung berubah tidak enak saat melihat kerumunan tersebut. Walau tak jelas terlihat apa yang sedang terjadi tapi... "Kenapa, Pak?" tanya Tania yang makin penasaran. "Pak Ge kecelakaan, Bu," sontak aku dan Tania segera berlari menuju kerumunan yang berada di seberang kafe. Aku masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Pak Anton tadi. "Permisi.. Permisi.." kataku sambil menembus kerumunan. Tangisku pecah mendapati Ge sudah berlumuran darah sambil merintih kesakitan. Aku menghampirinya mengangkat kepalanya secara perlahan serta memeluknya. "Dis, ayo bawa Ge ke rumah sakit. Kamu tunggu di sini biar aku ambil mobil dulu," kata Tania yang cepat tanggap saat tahu peristiwa tersebut. Dan tak butuh waktu lama kami pun membawa Ge pergi menuju rumah sakit. Di tengah perjalanan Ge tak sadarkan diri. Namun aku masih bisa merasakan jantungnya yang masih berdetak. "Ge, aku mohon kamu bertahan ya." Sudah sejam lebih Ge berada di ruang ugd bersama dokter dan beberapa suster yang menanganinya, namun tak kunjung selesai. Noda darah milik Ge masih menempel di pakaianku. Air mataku tak berhenti mengalir. Orang tuaku dan orang tua Ge kini sudah datang. Mereka sempat bertanya bagaimana peristiwa ini terjadi. Tapi Aku atau pun Tania tak bisa menjawabnya. "Kamu yang sabar ya, Dis. Ge pasti baik- baik saja." kata Tania mencoba menenangkanku. "Bener kan Tan, apa yang aku takutkan selama ini terjadi juga, aku enggak mau kehilangan Ge, aku bisa apa tanpa dia, Tan.?" Tania memeluk erat diriku. Saat itu aku merasa hanya bisa pasrah dengan keadaan. "Ge enggak akan ke mana-mana, dia bakalan berjuang buat kamu percaya sama aku ya." Tak lama akhirnya dokter pun keluar dan memberitahukan kalau Ge berada dalam kondisi kritis dan koma. Aku syok mendengar kabar yang baru saja kudengar itu. Seketika tubuhku yang sudah tak mampu menahan segala keseimbangan mulai terhuyung jatuh ke lantai. Perlahan pandanganku pun mulai gelap walau sebelumnya aku sempat mendengar beberapa suara meneriakkan namaku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

True Love Agas Milly

read
197.4K
bc

Bastard My Ex Husband

read
382.9K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.0K
bc

His Secret : LTP S3

read
649.3K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.5K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook