bc

Storm Rider, Next Edition

book_age18+
925
FOLLOW
6.4K
READ
family
dominant
brave
drama
tragedy
humorous
scary
friendship
chubby
cruel
like
intro-logo
Blurb

Warning! 21+

Series two!

Rencana Tuhan berjalan, takdir seakan mempermainkan mereka. Setelah lima tahun Moti Akila Baqi menghilang, kondisi Randra bagaikan robot. Pemuda berusia 25 tahun itu depresi dan hampir gila, kehilangan Moti membuatnya hampir kehilangan arah, sempat terlintas di pikirannya untuk menghentikan hidupnya sendiri. Namun, orang-orang di kelilingnya selalu memberi semangat dan hiburan. Hati Randra batu, lelaki itu tak ingin tersentuh oleh siapun, bayang-bayang Moti selalu menghampirinya setiap saat.

Hari pertunangan mereka berubah menjadi hari pemakaman keluarga gadis yang ia cintai.

Warning!!

Bagi anda yang tidak suka mewek jangan baca cerita ini!

Dilarang sangat!

Selamat membaca.

chap-preview
Free preview
63. Depresi
"Ran! Ran! Momok mau cincin itu! Hiiii itu bagus!" Slash "Moti...," Randra meracau dalam tidurnya. Slash "Hii! Ran mau apa!?" "Sudah aku bilang jangan menggodaku," "Aaa! Ran! Turunin Momok! Turunin Momok!" "Tidak akan," "Aaa! Ampun! Ampun! Momok nggak jadi mau goda-goda Ran lagi deh!" "Terlambat!" "Aahmmpphh--Ran ngapain?!" "Menurutmu?" "Aaaaaa!" Slash "Moti...Moti...Moti...," pemuda itu meracau hebat, matanya tertutup namun mulutnya selalu meracaukan nama yang sama selama lima tahun ini. Tok Tok Tok "Randra! Randra buka pintunya!" terdengar suara Laras berteriak dari luar pintu kamar sang putra. Slash "Mcuah!" "Hanya ini?" Plak "Awh!" "Ran selalu saja mau yang lebih!" Slash "Moti...Moti...Moti...," peluh membanjiri dahi dan leher pemuda itu. "Randra! Randra!" Laras memanggil-manggil sang anak. Slash "Ini tidak akan berhasil, kau terlalu manis," "Eeh! Stop! Ran nggak boleh pegang-pegang Momok lagi," "Kenapa begitu?" "Tangan Ran suka jelalatan! Maunya raba-raba sana-sini!" "Hahahaha!" Slash "Moti...Moti...Moti! Motiiii!" Sret "Moti!" pemuda itu bangun serentak dari tidurnya. "Tidak! Moti! Dimana Moti?! Moti!" Tok Tok Tok "Randra buka pintunya!" "Papa! Papa!" Laras memanggil sang suami. Tak Tak Tak "Ada apa ma? Randra?" terdengar suara Iqbal. "Randra, dia...mama takut jangan sampai dia mau bunuh diri lagi, Pa!" Laras menjerit. Tok Tok Tok "Randra! Buka pintunya! Ini papa!" Seakan pemuda itu tuli, ia mengabaikan teriakan sang ayah dan ibu. "Moti! Moti! Dimana dia?! Aaaaarrggghh!" Randra menjambak rambutnya. Bruk Bruk "Yang kuat, Pa!" Bruukk Pum Pintu kamar Randra didobrak paksa. "Randra!" Tak Tak Tak Laras dan Iqbal cepat-cepat belari masuk ke kamar sang anak. "Pergi!" teriak Randra. "Hak!" Laras menjerit. Hap "Sadar nak! Sadar!" ujar Laras sambil terisak. "Moti! Moti, Ma! Mereka membawa Moti!" Iqbal tak bisa berbuat apa-apa lagi, sang putra selalu seperti ini ketika terbangun tengah malam. Selalu histeris bahkan meracau tak jelas. Bugh "Randra! Stop!" Pemuda itu membenturkan kepalanya di tembok. "Aaa! Lila! Lila cepat kesini!" Laras memanggil sang suster yang biasanya menangani kondisi Randra. Tak Tak Tak Lila terbangun paksa dari tidurnya, ia cepat-cepat menyambar obat penenang yang telah diberikan dokter Mudya. Bugh Bugh "Randra jangan!" "Sadar!" "Mereka membawa Moti! Moti dimana!" "Tuan, tolong tahan tubuh tuan Randra," Lila mengintruksikan. Hap Slep "Akh!" "Tuan, tolong tahan tuan Randra, obatnya akan bekerja sebentar lagi," ujar Lila setelah menyuntikan obat penenang ke dalam tubuh Randra. "Moti! Moti! Moti...Moti...Moti...," suara Randra menghilang perlahan, pemuda itu diberi obat penenang lagi. "Hiks! Hiks! Papa! Lakukan sesuatu!" Laras terisak pedih. ♡♡♡ "Bagaimana perkembangan kasusnya?" Aran bertanya ke arah anak buahnya. "Tuan muda, maaf." Ujar Peter. Lagi-lagi Aran hanya bisa mengeraskan rahangnya. Selama lima tahun ini, dia selalu mencari keberadaan Moti, keberadaan pelaku yang membawa Moti, keberadaan pelaku yang menghabisi orang tua Moti. Aran tak bisa tidur nyenyak, bayang-bayang wajah Moti yang berlumuran darah selalu teringat dan tertanam baik didalam memorinya. "Huuuhh!" hembusan napas frustasi dari Aran disetiap saat dia mendapat jawaban yang tidak diinginkan. "Pergilah, cari lagi," selalu kata itu yang keluar. "Baik tuan muda, permisi," ujar Peter mengangguk, lelaki itu berjalan menjauh. Sepeninggal Peter, rahang Aran mengeras, ia mengepalkan kuat tangannya. "Siapapun kau, kau tidak akan selamat dariku," desis Aran. ♡♡♡ "Bagaimana keadaanmu?" Alan bertanya ke arah teman lama. Agil menoleh sekilas ke arah Alan. "Menurutmu?" ujar Agil datar. Alan hanya bisa menelan kembali kata-katanya. "Seharusnya kau jangan bertanya begitu," Cika berjalan masuk ke salah satu ruang privat yang berada di restoran mahal itu. Perempuan yang merupakan sepupu Agil itu sekarang telah bekerja pada Badan Intelejen Negara. Ia sadar setelah enam bulan lamanya koma, ia sempat dimintai keterangan mengenai tragedi lima tahun lalu. "Apa ini reuni?" Dwi menyusul dari arah pintu masuk. Alan, Agil dan Cika menoleh ke belakang. "Kudengar tuan muda Basri tadi malam histeris lagi," ujar seorang perempuan di belakang Dwi. Ussy masuk ke ruang privat itu, gadis yang sekarang telah menjadi seorang dokter psikologi itu duduk di sebuah kursi. Agil melirik ke arah Ussy. "Lagi?" Cika bertanya. Ussy mengangguk. "Sulit sekali menenangkannya ketika dia sedang mengamuk, padahal baru kemarin aku melihatnya tampil di tv meskipun dengan wajah datarnya," Semua orang terdiam. "Dia semakin hari semakin mengerikan, perempuan yang mendekatinya pasti akan berakhir tercekik di rumah sakit," ujar Ussy. "Bibiku hampir selalu datang tengah malam ke kediaman Basri karena hal ini," ujar Ussy ketika mengingat bahwa dokter keluarga Basri adalah bibinya. Sari Rati Mudya, adik sang ibu. "Depresi dan hampir gila," ujar Ussy sambil melirik ke arah Agil. Agil mengeraskan rahangnya kuat, mata pemuda itu memerah. "Tahan emosimu, tarik napas dan hembuskan," intruksi Ussy. "Ssshh...huh...sshh...huh," Agil mengikuti perintah Ussy. "Tidak lucu jika seorang polisi sepertimu mengamuk disini," ujar Ussy. Agil pernah melakukan percobaan bunuh diri ketika berada di sekolah akademi kepolisian. Pasca kematian kedua orang tuanya, dia depresi, lalu disusul dengan kabar hilangnya Moti. Agil menyayat nadinya sendiri, beruntung sang teman sesama satu akademi melihat dan mencegahnya. Kejadian ini ditutup rapat oleh pihak kepolisian, Jamaludin yang merupakan sang paman kandung menutup semua akses informasi keluarga Baqi dari publik. Pasca kejadian tragis sang adik, Jamaludin menarik balik sang adik bungsu yang sedang bertugas di Manado dan suaminya. Jamaludin berusaha melindungi keluarga Baqi dari ancaman siapapun. Semua sepupu-sepupu dan saudara-saudaranya diberi pengawal dan pengawasan ketat pasca kejadian itu. "Bagaimana kondisi Gilan," Alan meluncurkan pertanyaan lain. "Febrian masih berusaha agar membuatnya bisa berjalan lagi, dia telah mengambil spesialis bedahnya dengan sangat singkat tahun ini, dia bahkan belajar giat lebih dariku," ujar Ussy. Alan mengangguk. "Adik-adikmu masih dalam perlindungan?" tanya Alan lagi. Agil mengangguk. "Aku yang menangani perlindungan mereka," ujar Cika. Alan manggut-manggut. "Gea tinggal dirumah perlindungan saksi, dia sedang berkuliah, setahun lagi dia akan lulus dari jurusan akutansinya," lanjut Cika. "Gilan di rumah sakit Febrian, dia lebih aman disana, penyembuhannya masih berjalan, meskipun agak lambat tapi setidaknya kakinya dapat merespon gerakan," ujar Cika. Alan dan yang lainnya manggut-manggut. "Otot gerak anak itu hampir putus semuanya karena sayatan orang itu," ujar Cika. Agil melirik ke arah Cika. Ekspresi dingin Cika kembali. "Aku mengingat sampai mati wajahnya, wajah mereka, wajah mereka yang menyayat nadi-nadi Gea dan Gilan," desis Cika. Cika mengepalkan tangannya. "Aku mengingat tawa mereka ketika mereka tersenyum senang menyayat Gilan, aku mengingat setiap jengkal wajah mereka ketika mereka menusukku dengan pisau itu berulang-ulang," desisan dingin dari Cika. Bulu kuduk Ussy berdiri serentak, ia bahkan merasa ngeri dengan ucapan-ucapan Cika. "Aku ingat ekspresi mereka ketika menembak bibi dan pamanku, peluru itu meleset cepat tanpa ada yang menahan...dan aku ingat ekspresi mereka ketika menyeret paksa Momok dari kursi itu dalam keadaan terikat dan terbungkam," Agil menatap nyalang sekelilingnya. "Siapapun pelakunya, tidak akan aku maafkan," Agil mendesis dingin. ♡♡♡ "Kau butuh istirahat, Randra," Randra melirik datar ke arah Busran. Pemuda 25 tahun itu mengambil alih beberapa restoran makanan laut dari sang kakek dari ibunya. Keluarga Farikin tidak lagi mau menjalankan lima gedung restoran makanan laut pasca anak-anak Arya dan Pasha masuk rumah sakit disusul oleh Lia tiga tahun lalu. Lia dan ketiga keponakannya tak sengaja menyantap makanan laut yang di olah menyerupai makanan biasa. "Lihat lebam itu, terlihat jelas sekali, Randra--," Brak "Diam!" sentak Randra. Busran terdiam serentak. Mereka sedang makan siang di restorannya. Basri Restoran dan Farikin seafood bekerja sama dalam bidang kuliner. Mereka baru saja selesai melakukan meeting singkat, itu juga permintaan Busran yang melihat kondisi dari sang teman. "Huh!" hembusan napas Busran terdengar. "Aku akan bantu lagi," ujar Busran. Randra yang tadinya kembali makan, kini melirik lagi ke arah Busran. "Aku sudah minta bantuan ayahku dua tahun lalu, dan om Odwin, suami dari bibi Meisa, beliau juga memiliki banyak koneksi di Eropa, mengingat beliau orang Inggris." Ujar Busran. Randra hanya terdiam. "Aku tahu, ini memang berat bagimu, Randra," ujar Busran. "Dia memang sangat berharga untukmu dan aku sangat tahu itu," lanjut pemuda itu. "Dia menghilang, namun kau harus kuat, jangan sampai lawan-lawanmu membaca kelemahanmu, mereka akan menjatuhkanmu nanti," ujar Busran. "Mereka tidak akan pernah bisa menjatuhkan aku lagi," ujar Randra dingin. Busran terdiam, ia kembali menelan kata-katanya. "Karena aku memang sudah terjatuh semenjak Moti menghilang lima tahun lalu," lanjutnya dingin. Busran mulai merasakan perasaan tak enak. Atmosfer sekelilingnya mulai berubah. Ada aura mengerikan dan menakutkan yang dikeluarkan oleh sang temannya. Randra menatap tajam ke arah Busran. "Siapapun dia, siapapun yang telah menghabisi kedua orang tua Moti...," ujar Randra dingin. "Akan aku habisi dengan tanganku sendiri," desisnya. Glik Bunyi gemeletuk gigi-gigi Randra. Pemuda itu mengeraskan kuat rahangnya. "Dan siapapun yang telah melukai Moti dan membawa pergi, akan aku remukan tulang-tulangnya hingga ia sendiri yang meminta kematiannya," ujar Randra dingin. Bulu kuduk Busran serentak berdiri, pemuda itu merasa ngeri dengan setiap kalimat yang diucapkan oleh sang teman. "Mereka telah salah memilih lawan," desisan Randra. ♡♡♡

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Seed of Love : Cherry

read
111.4K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
113.7K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook