bc

Rise of Cassandra (Bahasa Indonesia)

book_age16+
1.7K
FOLLOW
12.0K
READ
billionaire
love-triangle
family
friends to lovers
dominant
drama
sweet
bxg
mystery
bodyguard
like
intro-logo
Blurb

"Aku tidak menyangka akan secepat ini. Selamat ya!" ujar Maggie menyalami Cassie dan Nathan yang saling melempar tatapan bingung.

"Selamat untuk apa?" tanya Nathan.

"Ah, Cassie, apa kau akhir-akhir ini sering merasa mual, pusing dan juga lelah?" alih-alih menjawab, Maggie justru mengalihkan pertanyaan.

"Ya," jawab Cassie mengangguk, kemudian melihat ke arah Nathan yang masih bingung.

"Oh tentu ini tidak salah lagi. Kau sekarang sedang hamil!" dengan lantang Maggie berseru.

Nathan tersedak. "Bagaimana mungkin?!"

***

Cassandra Adams adalah pewaris tunggal keluarga Adams. Di balik kesempurnaan yang orang lain lihat, paras cantik dan iris coklat keemasan yang dimilikinya bagai sebuah kutukan, sehingga membuat beberapa pria terobsesi mendapatnya. Satu per satu orang dari masa lalunya datang, kembali ingin mengklaim dirinya sebagai milik mereka. Menyadari Cassie tidak baik-baik saja, Sam Adams, ayahnya menyewa seorang bodyguard bernama Nathan Andic.

Awalnya Cassie pikir Nathan berbeda dengan pria-pria yang selalu memberinya tatapan memuja, karena tatapan bodyguard beriris kelabu itu seakan memancarkan aura dingin nan berbahaya. Namun ternyata ia salah, pria itu bahkan lebih gila, karena mengklaim dirinya sebagai istrinya.

Akankah getar cinta tumbuh di antara keduanya? Ataukah Cassie jatuh dalam pelukan salah satu pria yang terobsesi padanya?

Cover by @lanamedia

Font: PicsArt

chap-preview
Free preview
Part 1
    Pramugari dalam pesawat itu telah memberikan informasi bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat. Sementara gadis itu hanya memejamkan matanya sambil mendengar lantunan musik di headset-nya. Sampai colekan dari penumpang yang di sebelahnya mencoba untuk membangunkannya.     "Ada apa?" tanya gadis yang sedang memakai headset itu. Sementara yang ditanya hanya memberi isyarat padanya kalau headset-nya harus dibuka. "Oh maaf," kata gadis itu sambil melepaskan headset yang sedari tadi menempel di telinganya.     "Sebentar lagi kita akan mendarat," jawab penumpang di sebelahnya.     "Terima kasih," kata gadis itu. Ia bersiap-siap untuk turun. Tersenyum sambil memandangi pemandangan dari balik jendela pesawat. Ia sungguh senang.     Tak lama kemudian pesawatnya pun mendarat. Gadis itu pun bergegas ke luar untuk mencari taksi dan pulang.     "Taksi!" ujar gadis itu memberhentikan taksi yang melintas di depan pintu masuk bandara. Namun terdengar ada suara lain yang juga menyebutkan taksi. Sontak gadis itu melihat ke arah belakang untuk mencari sumber suara.     "Maaf tapi saya yang memanggilnya terlebih dahulu," kata gadis itu.     "Maaf, tapi saya rasa saya yang terlebih dahulu," kata pria yang ternyata juga men-stop taksi.     "Apa saya tidak salah dengar? Saya bahkan tidak melihat Anda di sini waktu saya memanggil taksi," kata gadis itu terlihat kesal.     "Saya juga tidak melihat Anda. Yang jelas ini adalah taksi untuk saya. Lagi pula saya sedang terburu-buru. Sebaiknya Anda mencari taksi yang lain saja," kata pria itu memberi saran.     "Kenapa harus saya? Saya juga sedang terburu-buru," kata gadis itu semakin kesal.     Keduanya terlihat terus beradu mulut memperebutkan taksi yang sudah berhenti di depan mereka. Dari tadi memang terlihat jarang taksi yang lewat. Tak mudah bagi keduanya untuk saling mengalah.     "Maaf, tapi jika saya boleh menyarankan mengapa kalian tidak pergi bersama-sama saja", saran si sopir taksi yang sedari tadi bingung melihat perdebatan mereka.     "Tidak bisa seperti itu. Lagi pula tujuan kami pastinya berbeda dan saya tidak mau satu taksi dengan orang yang tak dikenal," kata gadis itu.     "Ya dia benar. Saya juga tidak mau satu taksi dengannya," kata pria itu.     "Lalu kalian mau bagaimana? Saya bingung. Kalian menyetop saya secara bersamaan saya tidak bisa memilih. Kalau begitu sebaiknya saya pergi saja dan kalian tunggu saja taksi berikutnya," tanya si sopir taksi.     "Jangan!" teriak gadis dan pria itu bersamaan.     "Waah ... kalian sepertinya jodoh. Bicara saja kompak," ujar sopir tadi mencoba untuk menggoda gadis dan pria itu, namun yang digoda malah semakin cemberut.     Mereka terus saja berdebat dan tak ada habisnya. Sampai suatu ketika ada suara yang memberhentikan mereka. "Rossie!"     Gadis itu pun menoleh sambil teriak terlihat bahagia, "Kakek!".     "Bagaimana perjalananmu, Sayang? Sedari tadi kakek mencarimu ke mana-mana. Ayo kita pulang. Ngomong-ngomong siapa pria ini?" tanya kakek itu.     "Dia bukan siapa-siapa. Ayo kita pulang," kata gadis yang dipanggil Rossie itu.     Gadis itu pun pergi meninggalkan supir taksi dan pria yang berselisih dengannya tadi.     "Ayo kita berangkat!" ajak supir taksi sambil mengamati pria itu yang matanya tertuju pada gadis itu.     "Eh. ... iya pak," kata pria itu tersadar sambil menaiki taksi.     "Rossie. Gadis itu memang seperti namanya, terlihat cantik namun juga melukai," kata pria itu dalam hati.     Pria itu pun pergi ke tempat tujuannya.       ***       Pria itu akhirnya sampai pada tujuannya. Ternyata di sana sedang melaksanakan sebuah pesta.     "Di mana anak itu?" tanya seorang wanita paruh baya. Matanya melarak-lirik ke sana-kemari mencari seseorang.     "Kau tenang saja, anak itu takkan melewatkan hari bahagia ini," jawab pria yang sedang di sampingnya. "Ayo, sebaiknya kita mulai saja," tambahnya.     Namun tidak perlu menunggu lama ternyata seseorang yang ditunggu itu pun datang.     "Hei, kalian tidak bisa memulai pestanya tanpa aku," kata seorang pria muda yang dari tadi ditunggu-tunggu.     "Oh. Pria tampan. Ke mana saja kau?" kata pria yang di sebelah wanita tadi.     "Ada masalah kecil. Tapi tenang saja, lagi pula aku sudah di sini. Apa kalian begitu merindukanku?" tanya pria yang baru saja datang itu menggoda.     "Apa ini masalah wanita?" kata pria yang di sebelah wanita tua tadi.     "Bagaimana paman bisa tahu?" kata pria itu balik bertanya.     "Paman bisa melihatnya di matamu. Apa dia yang memilihkan bunga itu?" jawab pria itu sekaligus bertanya.     "Ayolah, James, jangan ganggu putraku Danies. Dia pasti sangat lelah," bujuk wanita itu sambil menggandeng tangan putranya.     "Baiklah adikku tersayang," kata pria yang ternyata bernama James.     "Happy birthday, Bu!" kata Danies sambil memberikan sebuket bunga yang dibelinya sebelum sampai ke rumahnya.     Pesta pun berlangsung. Itu adalah pesta ulang tahun ibunya yang ke 48. Tak lupa Danies memberikan sebuah cincin dan ciuman untuk ibu tersayangnya itu.     "Bagaimana perjalananmu?" tanya James mendekati Danies yang sedari tadi memandangi pemandangan dari balkon.     "Paman benar, tak ada perkembangan. Sepertinya aku tidak bisa seperti ayahku. Mungkin sekarang ia sedang kecewa," jawab Danies.     Dua minggu yang lalu Danies kembali ke Seattle untuk melihat perusahaan dan perkebunan warisan ayahnya. Tak hanya itu, ia pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke makam ayahnya.     "Kau tak perlu seperti ayahmu. Paman yakin kau bisa lebih baik," kata James menyemangati.     "Ngomong-ngomong kenapa kau tak bersama gadis itu? Siapa namanya?" tanya James.     "Gadis mana?" Danies balik bertanya.     "Kau pura-pura tidak tahu. Gadis yang kau sebut membuatmu dalam masalah. Apa dia cantik? Ceritakan seperti apa dia!" jawab James yang penuh dengan penasaran.     "Dia bukan gadis spesial. Dia berdebat denganku saat kami berdua menghentikan taksi yang sama," kata Danies.     "Berdebat denganmu? Lalu siapa yang menang? Apa dia yang menang?" tanya James menggoda.     "Ya. Dia tidak mau mengalah. Sayangnya tak ada yang menang. Tiba-tiba kakeknya datang menjemputnya. Kalaupun perdebatan itu berlanjut. Sepertinya aku yang menang," jawab Danies.     "Benarkah? Kau tahukan istilah pria selalu salah dan wanita selalu benar?" kata James yang terus menggoda.     "Di dunia ini. Tak ada wanita yang bisa menakhlukanku kecuali Ibu dan Cassie," kata Danies. Tiba-tiba ia teringat dengan sahabat kecilnya itu.     "Ayolah Danies. Ini sudah lebih dari sembilan tahun. Kau seharusnya melupakannya dan memulai kehidupanmu sendiri. Lagi pula apakah dia juga masih memikirkanmu? Dia sekarang sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang mungkin juga sudah mempunyai kekasih. Untuk apa kau masih menunggunya?" kata James terlihat kecewa.     "Aku tak tahu mereka pindah ke mana. Tapi aku yakin Cassie juga masih mengingatku," balas Danies terlihat murung. Bagaimana tidak, setelah kepindahannya ke California bersama ibunya, Cassie juga diberitakan pindah rumah. Tak ada kontak setelah itu. Tak terasa mereka sudah berpisah selama lebih dari 9 tahun. Namun, Danies tak pernah melupakan sahabat kecilnya itu.     "Keadaan sudah berubah. Ia bisa saja sudah lupa. Memangnya apa yang ingin kau lakukan jika bertemu dengannya lagi?" tanya James.     "Aku tidak tahu," jawab Danies singkat.     "Ya sudah. Sebaiknya sekarang kau istirahat. Besok paman ingin mengenalkanmu pada seseorang yang mungkin bisa membantu kita," ajak James sambil menepuk bahu Danies.       ***       Keesokan harinya, Danies dan paman James pun pergi menemui seseorang. Mereka berharap orang itu dapat membantu mereka dalam menghadapi krisis perusahaan mereka. Semenjak Tony meninggal, perusahaannya dijalankan oleh pamannya, James. Walau semua karyawan masih karyawan yang dulu tetapi karena persaingan yang cukup melonjak membuat perusahaan mereka menurun. Apalagi ini adalah tahun-tahun krisis keuangan di negaranya. Danies pun tak bisa berbuat apa-apa. Sejak kecil ia tak berminat menjadi seorang pengusaha seperti ayahnya, karena itu ia enggan turut mengurus perusahaan. Barulah kali ini ia mencoba turun tangan, karena memikirkan nasib ratusan karyawan dan para perkerja di perkebunannya.     "Dengarkan, Paman, orang yang akan kita temui ini usianya sudah tua, tapi spiritnya yang bisa membuat perusahaannya bisa tetap bertahan di tengah krisis seperti ini. Dulu sebelum ia bisa sesukses seperti ini, ia adalah orang yang biasa-biasa saja. Tapi coba kau lihat bagaimana ia membangun perusahaan semegah ini. Semoga ia menerima tawaran kerjasama dengan kita," ujar James sambil melihat-lihat suasana perusahaan orang yang dituju.     "Ya, Paman. Semoga saja," balas Danies mengikuti langkah pamannya.     Namun orang yang dituju sedang mengadakan rapat. Sehingga mereka harus menunggu di dalam ruang kantornya.     "Bersikap tenang dan luwes. Jangan ada ketakutan dalam diri kita saat bertemu dengannya. Paman sudah pernah bertemu dengannya. Ia adalah orang yang cukup baik," kata James sambil duduk dan mempersiapkan file-file yang ada di tasnya.     Sementara Danies melihat-melihat seisi ruangan. Tertata rapi dan ada pot bunga mawar putih di meja tamu. Segalanya tersusun membuat orang berada di sana nyaman.     "Oh ... tidak. Aku pasti ketakutan," kata Danies tiba-tiba saat ia melihat foto besar yang terpajang di tembok.     "Ada apa?" tanya James.     "Dia adalah kakeknya Rossie," jawab Danies lemas.     "Rossie? Apa dia temanmu? Kalau begitu bagus jika kau mengenal cucunya," tanya James.     "Dia bukan temanku, dia adalah orang yang kemarin berdebat denganku. Dia pasti mengingatku," jawab Danies khawatir.     "Maksudmu, orang yang kau ceritakan kemarin .... Astaga semoga kau tidak berbuat macam-macam pada cucunya," kata James yang kini mulai khawatir.     "Bagaimana jika Rossie mengadukan yang macam-macam pada kakeknya? Tamatlah kita. Bagaimana jika sebelum kita di tolak, kita sebaiknya pergi dari sini!?" ajak Danies.     "Tidak, Danies. Kita tidak akan ke mana-mana. Kau hadapi saja mereka. Kau bisa minta maaf!" kata James menyarankan.     "Maaf? Tapi bagaimana jika ia tidak memaafkan aku? Paman tidak tahu betapa kerasnya Rossie," kata Danies.     "Tapi ia adalah seorang perempuan yang pastinya memiliki kelembutan dan sifat pemaaf. Kau yakin saja. Coba pikirkan bagaimana nasib para karyawan itu!" bujuk James.     Belum juga Danies mencoba berpikir dan menjernihkan otaknya. Orang yang ditunggu-tunggu pun datang.     "Maaf harus menunggu lama!" kata orang itu sambil menjabatkan tangannya pada James dan Danies.     "Tidak apa-apa. Kami yang harusnya minta maaf telah mengganggu waktu Anda," balas James.     "Ngomong-ngomong sepertinya aku pernah melihatmu. Oh iya, di bandara kemarin," kata orang itu. Matanya sedari tadi terpaku pada Danies.     "Matilah aku. Semoga cucunya tidak mengatakan hal-hal buruk padaku," kata Danies dalam hati.     "Kalau begitu bagaimana jika kita mulai saja presentasinya?" ajak James.     "Baiklah silakan mulai!" kata orang itu mempersilahkan sambil tersenyum. Orang itu sepertinya orang yang easy going. Tidak terlihat seperti pengusaha besar lainnya yang terkadang bersikap sombong.     Danies pun akhirnya mempresentasikan mengenai perusahaannya. Walaupun ia sepertinya cukup kikuk harus berbicara dengan orang yang memiliki kedudukan.     Orang itu pun bertanya-tanya mengenai tujuan dan prospek kedepannya. Orang itu cukup jeli dan teliti dalam memutuskan sesuatu. Apalagi ini bukanlah soal mudah.     "Baiklah, saya akan membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan dewan direksi. Seminggu lagi saya akan menghubungi kalian," kata orang itu.     "Terima kasih atas waktunya, Pak John. Saya harap kita bisa bekerja sama," kata James sambil berjabat tangan.     "Saya berharap begitu. Saya cukup semangat melihat seorang pria muda yang cukup berprestasi seperti Anda," kata orang itu memuji Danies.     Danies pun merasa lega mendengar pujian itu. Semoga saja ia bisa bekerjasama dengan perusahaan ini. Tidak mudah baginya mencari perusahaan yang mau bekerjasama apalagi dengan perusahaan yang krisis seperti perusahaannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Married with Single Daddy

read
6.1M
bc

Bad Prince

read
508.7K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.7K
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
9.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook