bc

Suri

book_age12+
19
FOLLOW
1K
READ
murder
revenge
dark
fated
arrogant
drama
comedy
twisted
humorous
mystery
like
intro-logo
Blurb

Aku tidak tahu harus memulainya dari mana tapi kalian harus tahu;

Aku gila!

Kegilaan ini makin menjadi-jadi saat fantasi tidak bisa aku bedakan dengan dunia nyataku.

Kepada siapa aku mengadu?

chap-preview
Free preview
Pasangan yang Manis
Hm, aku harus memulainya dari mana, ya. Aku tak tahu bagaimana tepatnya, namun beberapa hal ini yang mampu aku ingat. Beberapa hal yang terlihat seperti keping puzzle yang berserakan. Sialnya, keping puzzle itu memiliki warna gelap yang dominan dan terlihat seragam, membuatku bingung bagaimana cara menyatukannya. Kesialan lainnya, aku tidak memiliki contoh sebagai petunjuk bagaimana menyusun puzzle yang tengah aku hadapi ini. Pertama, aku bangun dengan keadaan transparan. Iya, transparan, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Aku benar-benar tembus pandang, transparan, bening, atau apalah sebutannya yang mirip dan sama. Untuk membuatnya lebih sederhana, aku hanya memiliki jiwa, namun tak memiliki raga. Hm, semoga penjelasan ini cukup membantu. Hal ini baru aku sadari saat aku terjaga dari semacam tidur-yang--panjang-namun-terasa-singkat. Kepalaku terasa pening dan berat, seperti ada palu godam yang mangkal di atas kepala dan tengkukku. Nah, saat aku mengarahkan pandangan ke sekitar dan menjatuhkan tatapan pada tubuhku, aku baru menyadari bahwa ada hal aneh yang sedang terjadi padaku. “Mengapa aku bisa melihat tembus ke dasar lantai?” gumamku waktu itu, terdengar polos dengan suara parau semacam habis melakukan konser keliling planet. Lalu, sedetik kemudian aku panik, benar-benar panik hingga aku melompat dan meloncat—entah kenapa aku melakukannya dan untuk apa—ke sana ke mari seperti kesetanan. Aku mencoba menggapai dinding dan tembus! Wow, apakah aku bisa melewati ruang? Tentu saja! Aku berjalan melewati beberapa dinding. Dinding ketujuh akhirnya menyadarkanku bahwa aku benar-benar transparan dan tak dibatasi oleh ruang. Keanehan ini juga dibuktikan bahwa aku melayang! Aku tak menapaki lantai begitu saja, ada celah antara telapak kakiku dengan lantai, kalaupun aku berusaha menapaki lantai, aku hanya berakhir menembus ke dasar. Sempat aku bertanya-tanya, apakah aku bisa meluncur ke dasar tanah? Namun, hal itu urung aku buktikan, aku tak ingin terjepit di dalam tanah. Ketimbang panik, pada saat itu aku lebih takjub pada diriku—sepertinya aku begitu mudah terdistraksi. Aku menari-nari dan berteriak, “Hooray! Akulah penguasa ruang!” Aku terus berlari, memutar tubuh layaknya ballerina papan atas, sesekali aku melambaikan tangan, menganggap bahwa ada banyak penonton yang menantikan aksiku di atas pentas. Aku juga sempat bercermin di cermin toilet dan bergaya layaknya artis yang sedang bersiap-siap untuk menyapa penggemarnya. Ah, indahnya dunia. Nah, hal itu tak bertahan lama, tentu saja! Keindahan dunia itu harus hancur saat aku menemukan keanehan besar yang kedua. Setelah menemukan fakta bahwa aku transparan, aku harus menemukan kejadian aneh yang membuatku kembali pening. Di sana, di sebuah ruangan bernuansa putih yang aku yakini bahwa ini adalah rumah sakit, sedangkan aku berdiri di pojok ruangan dengan kaku, aku menemukan aku! Aduh, bagaimana ya? Jadi begini, aku sempat bercermin di toilet, lalu aku baru menyadari bahwa aku begitu cantik, aku baru tahu bahwa wajahku memiliki fitur bak bangsawan. Wajah tirus, mata tajam dengan bulu mata lentik, bibir tipis walaupun tampak pucat, lalu tulang pipi yang menonjol manis. Aku bisa saja terus memuji perawakanku karena bagiku, ini adalah salah satu manusia yang diciptakan secara sempurna oleh Tuhan, takaran pas dan membuat candu. Bahkan, aku memandangi cermin dengan penuh takjub untuk sekian lama, memastikan bahwa pemilik wajah tersebut adalah aku. Nah, segala ingatan tentang wajahku itu terekam dengan jelas karena memang begitu mengagumkan! Kemudian, saat aku sampai di ruangan ini, ruangan yang aku asumsikan sebagai ruangan VIP—hanya ada satu penghuni di sini, aku menemukan diriku! Akan tetapi, ada hal yang berbeda, aku yang aku temukan itu hidup—untuk saat ini mari kita asumsikan bahwa aku adalah manusia setengah hidup, berbeda dengan diriku yang hanya berbentuk jiwa atau ruh atau apalah, gadis yang aku lihat ini memiliki raga! Awalnya aku mengira bahwa itu adalah ragaku. Benar, deh, kami berdua mirip banget! Wajah, postur tubuh, rambut, segala hal tentang kami adalah mirip. Namun, aku harus berhenti memikirkan hal itu karena raga itu memiliki jiwa dan itu bukan aku. Aku bisa melihat raga itu berbicara, bercanda, mencebik kepada seorang lelaki yang tengah duduk berhadapan dengan dirinya. Raga itu bergerak dengan anggunnya, bagaikan kapas yang dihembus angin. Aku seperti menonton sebuah adegan film roman yang menampilkan sang tokoh utama, indah. Apa ini? Kepalaku berdenyut nyeri. Dua keanehan ini terasa memusingkan kepala. Aku terjongkok dengan pandangan terarah ke mereka berdua, menerka-nerka apa yang sedang terjadi. “Suri, kamu sudah bisa balik seminggu lagi. Kamu senang?” Aku kini mendengar percakapan mereka dengan jelas, memilih untuk menguping. Aku tahu menguping adalah tindakan ilegal, namun aku butuh jawaban atas kegilaan ini. “Senang, dong! Dimas harus ajak aku jalan-jalan,” balas gadis yang bernama Suri dengan antusias. Dimas terkekeh, menampilkan lesung pipinya dengan arogan. Ugh, lelaki ini begitu tampan. Aku suka garis wajahnya yang lembut dan menenangkan, dia benar-benar tahu bagaimana seharusnya berekspresi, tersenyum seperti itu membuatnya makin memesona. Dimas mengacak rambut Suri dengan gemas, memancing cebikan lucu dari Suri. Apakah aku akan seimut itu jika mencebik? Aku mencoba untuk melakukan hal yang sama, melirik bibirku yang maju sekian senti, namun aku kemudian menggeleng, geli sendiri membayangkannya. Walaupun cantik, aku tak yakin jika aku akan manis dilihat jika bertingkah seperti itu. “Kamu kan harus istirahat dulu, Suri. Kamu belum sepenuhnya pulih, lho.” Dimas berusaha menjelaskan. Suri terlihat murung, matanya sayu dengan pipi menggembung. “Dimas kan tahu kalau aku lupa ingatan, aku kan mau mengingat apa pun itu yang sudah aku lalui bersama Dimas.” Aku tercenung. Aku terdiam dan tak kembali meneruskan kegiatanku menguping pembicaraan mereka berdua. Aku memikirkan sesuatu yang memang terasa hilang dan kini aku menemukannya kembali. Aku menemukan kepingan puzzle lainnya yang menambah kerumitan hidupku—oh, atau matiku. Aku tak ingat apa pun tentang diriku. Aku tak sedikit pun ingat tentang diriku. Mengetahui wajahku saja baru beberapa menit yang lalu, aku bahkan merasa asing dengan wajah tersebut walaupun itu adalah wajahku. Aku tak ingat mengapa aku berakhir dengan sebuah jiwa tanpa raga. Aku tak ingat mengapa aku bisa terbangun di dalam rumah sakit. Tanganku bergerak memukul batok kepalaku, berharap mur, baut, atau apa pun itu kembali ke tempatnya sehingga aku sedikit mendapatkan ingatan tentang apa yang telah dan sedang terjadi. Aku tak ingat. Aku bahkan tak mengingat namaku. Aku mencoba memejamkan mata, mengacak-acak isi kepalaku untuk mengingat setidaknya sedikit tentang diriku. Apa pun itu. Namun, aku berakhir mengenaskan, kepalaku semakin pening dan terasa panas. Jadi, siapa aku? Mengarahkan pandangan pada Dimas dan Suri, aku mencoba membaca situasi yang terjadi. “Dimas, kamu suka apa?” “Aku suka Suri,” jawab Dimas dibarengi kekehan. Oke, kalau boleh jujur, ucapan Dimas begitu menggelikan. Aku merinding saat dia mengatakannya, geli! “Ih, kalau itu mah aku tahu,” jawab Suri penuh percaya diri. Wah, mereka benar-benar serasi. Aku membutuhkan kantong muntah. “Yang lainnya, dong. Dimas suka makanan apa? Minuman? Terus, Dimas suka olahraga apa?” Aku kemudian kembali tercenung. Siapa mereka berdua? Mengapa Suri begitu mirip denganku? Apakah aku dan Suri adalah kembar identik? Atau kami secara kebetulan memiliki kemiripan wajah hingga seratus persen? “Dimas, kamu janji ya, untuk tetap bersamaku?” Suri menunduk, melirik Dimas dengan malu. Dimas tampak terkekeh geli mendengar ucapan Suri, walaupun aku tak sedikit pun menemukan hal apa yang lucu di balik itu semua. “Suri, kita sudah bersahabat dari bayi, lho. Aku gak punya alasan untuk pergi meninggalkanmu.” Merasa tertekan, aku memilih untuk meninggalkan ruangan tersebut. Aku menendang udara, berteriak sekuat tenaga, berusaha melampiaskan segala emosi yang berkecamuk di dalam diriku. Pertama, aku transparan. Kedua, aku menemukan orang yang mirip denganku. Ketiga, aku adalah jiwa yang lupa ingatan. Bagus, lalu apalagi hal mengejutkan yang harus aku ketahui? Biar aku mendadak mati saja akibat serangan jantung. Ck, aku bahkan tak yakin jika aku memiliki jantung saat ini. Oh, apa yang sebenarnya sedang terjadi?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marry Me If You Dare

read
222.6K
bc

Si dingin suamiku

read
488.8K
bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
236.4K
bc

His Secret : LTP S3

read
649.3K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.3K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Mengikat Mutiara

read
141.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook