bc

Love By Accident

book_age16+
2.7K
FOLLOW
16.9K
READ
one-night stand
family
pregnant
drama
sweet
first love
friendship
virgin
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

"Aku harus mencari pria yang lebih tampan dan mapan dari si b******k Leon" janjinya pada dirinya sendiri.

"Hai, cantik" sapa Adkey dan Ela terpukau dengan ketampanan pria itu. Adkey terkekeh melihat wajah menggemaskan itu "Mau menjadi teman ranjangku malam ini?" tawarnya, sangat berharap bahwa wanita itu mengangguki ajakannya dengan senang hati.

"Kenapa diam? Apa aku hanya perlu menggendongmu saja ke atas tempat tidur?" tanya Adkey lebih agresif. Melihat gadis didepannya itu hanya diam membuat Adkey tak ingin menunggu lebih lama lagi, hingga ia mengulang pertanyaannya lebih eksplisit.

"Kau sudah punya kekasih?" tanya Ela dengan ragu, bahkan sampai menggigit bibirnya. Pertanyaannya yang seperti itu berhasil menimbulkan kekehan geli di bibir Adkey.

Pria itu merapatkan dirinya ke tubuh Ela dengan tangan yang melingkar ditubuh wanita itu "Aku bukan tipe pria yang ingin menjalin hubungan pacaran" akunya jujur. Ia tak ingin membuat gadis didepannya itu berharap lebih kepadanya.

Ela menatapnya dengan lugu "Aku mau diajak menikah" balasnya membuat Adkey menganga tak percaya. Pacaran saja ia tak siap, apalagi menikah.

chap-preview
Free preview
01
Elasca Janner, wanita yang biasa dipanggil Ela, berusia 23 tahun dan sayangnya sudah tak perawan sejak sebulan lalu. Ia kebingungan mencari pria yang mengambil keperawanannya dan menghilang begitu saja ketika pagi tiba. Harus Ela akui bahwa permainan pria itu masih terekam jelas dalam bayangannya, bahkan dalam lamunannya saja, ia merasa terus dibuai meskipun hanya menghayalkan sentuhan pria itu. Pria itu benar-benar ahli dalam b******a. Mengingat kepergian pria itu tanpa rasa bersalah, ia jadi menghilangkan point plus bahwa pria itu adalah sosok yang tampan, nyatanya ia sama sekali tak bertanggung jawab. Setidaknya beri Ela sedikit uang saja karena sudah mengambil keperawanannya, bukannya menghilang tanpa meninggalkan jejak atau sesuatu yang bisa Ela pakai untuk menghidupi dirinya. Kini wanita itu hanya mendengkus kesal karena setiap kali mengingat pria itu, ia malah tersenyum tak jelas. Bodohnya dirinya. “Hei, senyum mu itu menjijikkan” cibir Narisa pada Ela sambil memberikan segelas minum pada wanita itu. “Aku rasa aku sudah gila” ujar Ela sambil mengetuk kepalanya sendiri. Ia memegang erat gelas itu dengan kedua tangannya sambil menatap lurus ke depan. “Pergilah berobat” usir Narisa. “Apa aku harus mencarinya terus menerus ke dalam club yang sama setiap malam?” “Aku kan sudah bilang, pria di dalam club itu tidak bisa dipercaya. Kau pikir siapa yang akan mencarimu jika setelah malam itu saja, dia langsung menghilang tanpa jejak begitu bangun” dengkus Narisa kesal. Ia sudah berulang kali mengatakan pada Ela agar tak lagi mencari pria itu, namun Ela justru tak ada lelah untuk berharap keajaiban. “Aku juga berharap bahwa aku bisa melupakannya, tapi nyatanya aku tidak bisa” Ela menatap Narisa dengan wajah memelas agar ia tak lagi mendapat omelan. “Ah terserahmu saja lah, rasanya percuma bicara dengan orang bodoh. Aku ada kelas malam ini, gantian jaga toko kue” titah Narisa sambil melihat arlojinya yang sudah menunjukkan jam enam sore. Ia harus segera bersiap-siap untuk kelasnya malam ini. Ela mengangguk sambil memperhatikan isi toko ‘In Luv’ itu. Setiap hari ia selalu sibuk mencari rezeki untuk menghidupinya dirinya sendiri. Jika siang hari ia bekerja di sebuah restoran, maka malam harinya ia bekerja menjaga toko kue yang Narisa bangun tiga tahun lalu. Narisa memang pandai dalam hal membuat makanan, apalagi bolu dan kue, sedangkan Ela, rasanya ia tak tahu apa yang menjadi kelebihannya selain makan dan tidur. Ela sangat bersyukur bahwa ia memiliki teman seperti Narisa yang mau menerimanya dalam keadaan susah. Ia sudah menggantungkan hidupnya pada Narisa sejak ayahnya meninggal 5 tahun yang lalu, sedangkan ibunya sudah menghilang entah kemana sejak ia berusia 12 tahun, tepat 11 tahun yang lalu. Saat kehilangan ayahnya, Narisa dengan suka rela memberikan tumpangan padanya untuk tinggal di rumah kecil gadis itu. Narisa sebenarnya masih memiliki keluarga, hanya saja ia tak ingin tinggal dengan ayahnya karena tak menyukai ibu tirinya, sehingga ayah Narisa hanya mengirimkan biaya untuk Narisa kuliah dan tinggal di kontrakan kecil. Narisa juga membangun toko kue dengan usahanya yang dibantu dengan keuangan ayahnya, meski saat itu ibu tirinya sempat memperdebatkan ketidaksetujuannya dengan ayah Narisa. “Permisi” sapa seseorang yang baru saja memasuki toko kecil itu. Salah satu pegawai masak dari dapur segera berjalan ke depan saat mendengar ada yang memangil-manggil dari depan. Ia melihat Ela yang melamun hingga tak merasa terganggu dengan usikan seorang gadis muda yang berdiri di dekatnya sambil melambaikan tangan beberapa kali didepan wajah Ela. “La” panggilnya setelah mendekat kearah Ela dan menyentuh bahu wanita itu hingga Ela terkejut dan langsung sadar dari lamunanya. “Eh, ada apa Vi?” tanyanya pada Viola. “Ini ada pembeli loh, kau ngelamun lagi sampai tidak mendenger dia manggilin, itu sebabnya aku ke depan” jelas Vio. “Oh gitu” Ela kemudian menatap dengan rasa tak enak pada pelanggannya “Maaf ya, aku tidak fokus” ujarnya meminta maaf. Gadis didepannya menangguk tampak tak masalah sama sekali. “Mau pesan yang mana?” tanya Ela. “Tidak tau kak, untuk yang nenek-nenek dong. Katanya nenek sering beli di sini karena bolunya enak, aku tidak pernah ke sini. Rekomendasikan saja yang enak untuk nenek-nenek” pintanya. “Apakah nenek mu alergi pisang? Biasanya orang tua kebanyakan beli bolu pisang untuk yang lebih tua” ujar Ela. “Ya sudah, itu satu sama yang rasa blueberry satu” “Tunggu sebentar ya, akan dibungkuskan” Ela membuka lemari etalase berisi bolu-bolu yang siap jual lalu memasukkan ke dalam kotak, sesuai dengan pesanan gadis didepannya. “Kau sudah pernah ke sini ya?” tanya Ela berusaha beramah tamah kepada sang pelanggan. “Iya, waktu sama temen-temen” “Pantas, aku seperti pernah melihatmu” “Ah, itu mungkin karena wajah ini pasaran” kekeh gadis itu. “Tidak. Kau cantik, mengingatkanku pada seseorang” “Pria?” tanya gadis itu menaikkan alisnya. Awalnya ia merasa tak tertarik untuk beramah tamah, namun mendengar wanita itu seperti tertarik pada wajahnya, akhirnya ia juga merasa penasaran sendiri. “Iya. Ngomong-ngomong, siapa namamu?” “Aku? Eloy. Namamu?” “Ela” jawab Ela dengan memamerkan senyum manisnya. “Terima kasih” ujar Eloy begitu ia menerima pesananya. Ia segera berlalu dari toko kue itu. *** Narisa menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dengan helaan nafas kasar, matanya terpejam sejenak untuk menikmati nyamannya kasurnya. Ela menggelengkan kepala sambil membawakan dua gelas teh hangat untuknya dan Narisa “Lebih baik kau mandi dulu, Nar” “Ah, aku benar-benar kesal hari ini, La. Kau tau bagaimana Leon menggangguku demi membujukmu agar memaafkannya. Tolong lah, jangan membuatku menjadi perantara hubungan kalian yang menyebalkan” “Aku juga bingung bagaimana menyadarkannya” desis Ela. “Mungkin dia cinta mati padamu” ujar Narisa lalu bergidik dan mempraktekkan seolah-olah dirinya sedang muntah karena kata-katanya sendiri yang menjijikkan. Ela juga melakukan hal yang sama. Ia sangat mual mendengar Narisa mengatakan cinta mati “Kalau ia cinta mati padaku, dia tidak akan melampiaskan nafsunya yang buruk itu pada jalang” “Ya bagaimana tidak, jelas dia akan memilih berkhianat jika kekasihnya adalah orang sepertimu. Kemarin kau berusaha menghindari sentuhannya, tapi kini, kau bahkan kehilangan keperawanan yang kau jaga-jaga itu untuk pria yang sama sekali tak kau kenal dan sudah pasti adalah pria tak bertanggung jawab” ejek Narisa yang membuat Ela mau tak mau diam sendiri karena merasa apa yang Narisa ucapkan adalah benar. *** Di sisi lain, seorang pria memijat kepalanya yang terasa pusing saat pekerjaan yang ia kerjakan saat ini begitu membebankan kemampuan otaknya yang tak seberapa. Ia berusaha mengusahakan diri untuk segera menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk saat ini agar bisa segera pulang ke negara asalnya dan mencari wanita yang ia perawani dan tinggalkan begitu saja karena kabar mendesak dari perusahaan cabang ayahnya yang mengalami beberapa kendala dalam produksi barang. Sudah sebulan disini dan pekerjaannya tak kunjung usai, hal itu membuatnya tambah stress hingga pagi tadi ia mengirimkan pesan pada kakaknya yang akan segera berangkat menuju ke negara yang ia kunjungi saat ini. Ia yakin, jka kakaknya sudah bertindak, maka tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Ya, ia memiliki kekurangan dibandingkan kakak kembarnya yang sepertinya mengambil alih seluruh kepintaran yang harusnya terbagi dua karena mereka berbagi rahim yang sama. Pria itu adalah Adkey Deo Wikler sedangkan kakak kembarnya adalah Alvaro Der Wikler. Dibandingkan Alvaro yang lebih menonjol dalam segala hal, Adkey cenderung berada di posisi terbelakang. Adkey tak memiliki kelebihan apapun selain dalma hal bernyanyi dan bermain game dalam ponsel dan komputernya. Jika saja ia bisa memilih, saat ini ia sangat ingin membuat perusahaan berbasis game yang banyak digemari oleh penduduk bumi, sayangnya ia tak bisa memilih sebab keputusan ayahnya adalah yang utama. Ayahnya, Antonio Wikler, sudah memiliki perusahaan dengan beberapa cabang di negera-negara maju yang berbasis pada pakaian dan produksi bahan pangan. Kemampuan dan niat Adkey yang terbatas dalam hal tersebut, membuatnya beberapa kali kewalahan karena dipaksa untuk sanggup menanganinya. Adkey menoleh kearah pintu apartemennya saat merasakan ada yang mengakses sandi keamananya, hanya diam menunggu samapai wujud kakak kembarnya itu tampak di pintu dengan sebuah koper kecil. “Terima kasih sudah datang, kau akan sangat membantu disini” ujar Adkey. Alva menghela nafas kasar “Aku pikir kau sedang menyetubuhi seorang wanita hingga memerlukan bantuanku seperti saat di Kanada dulu, tapi sepertinya aku salah karena kini aku justru melihatmu sedang berkutat dengan beberapa berkas” ujarnya takjub. Biasanya, Adkey memang terlalu sering memanfaatkan kebaikannya untuk hal-hal tak terlalu mendesak karena pria itu akan sibuk mengurus nafsunya yang cukup sulit dikendalikan. Itu sebabnya, melihat Adkey sedang sendiri dalam apatemennya dan memakai kaca matanya untuk melihat beberapa dokumen membuat Alva jelas takjub. “Aku sedang tak bisa melakukannya dengan wanita lain” jawab Adkey. Alva mengernyit heran dan tak mengerti maksud adiknya itu “Kenapa?” tanyanya tak dapat menahan rasa penasaran. Adkey hanya mengangkat bahu dengan cuek karena tak ingin menceritakan masalahnya pada kembarannya itu. Lagian ia sendiri tahu kalau kembarannya juga sedang dalam tahap mendekati seorang wanita, jadi ia tak ingin menambahi beban pikiran Alva. “Aku harus pulang besok” ujar Adkey. Alva menatap pria itu tak terima karena dirinya baru datang dan sudah akan diberikan tanggung jawab baru sebelum sempat mengistirahatkan tubuhnya yang terasa berat. “Kau gila? Aku bahkan baru sampai dan kedatanganku adalah untuk membantumu, bukan menggantikan tugasnya. Aku tak mau kalau bekerja sendirian padahal ini adalah pekerjaanmu” tolaknya sebal. Adkey memberikan tatapan memohon pada Alva “Aku mohon, hanya dua hari, lalu aku kembali kesini. Hal yang akan aku kerjakan ini jauh lebih penting dari apapun” ujarnya mendramatisir. “Sialan. Lain kali, aku tidak akan membantu orang tidak tahu terima kasih sepertimu, membuat sebal saja” dengusnya. “Baiklah, terima kasih brother. Kau yang terbaik” Adkey mengacungkan jempolnya dengan kekehan senang. Percayalah, saat ini, Adkey senang bukan karena akan meiliki waktu untuk menemukan wanita yang ia perawani itu, tapi ia seperti mendapat udara segar begitu lepas dari pekerjaannya meskipun hanya dua hari. Lagi pula, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan atau katakan pada wanita itu jika ia bertemu dengannya. Jujur, untuk bertanggung jawab, sepertinya Adkey merasa belum bisa bertanggung jawab kepada sebuah hubungan atau seorang wanita. Ia tidak pernah melakukannya seumur hidup dan ia jelas tak mengerti caranya, karena selama ini yang ada dalam pikirannya hanyalah menyenangkan hati dengan bermain jalang atau bermain game dalam ponselnya. Ia tidak ingin memiliki pengalaman percintaan karena melihat bagaimana mirisnya saudara kembarnya yang sudah dikhianati sebanyak tiga kali, namun tak jua jera menghadapi perempuan, karena nyatanya, kini Alva kembali jatuh pada pesona seorang wanita meski dengan perasaan yang lebih waspada. “Bagaimana rasanya jatuh cinta, Al?” Alva yang tadinya sedang berbaring dan menatap langit-langit kamar Adkey, kini menatap adiknya itu dengan heran. Ia seperti tak berhadapan dengan adiknya saat ini, karena Adkey yang ia ketahui bukan Adkey yang penasaran dengan sesuatu lalu bertanya padanya, apalagi tentang percintaan. Adkey sendiri sering melayangkan hinaan padanya karena terlalu mudah jatuh cinta. Lalu kini? Apa pria itu secara tidak langsung sedang berguru padanya? “Kau sedang keracunan apa? Apa didalam berkas itu ada pembahasan mengenai cinta?” “Sial. Apa sulitnya menjawab saja” cibir Adkey. “Baiklah, baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu itu. Sejauh ini, aku selalu merasakan terombang-ambing saat jatuh cinta. Aku mudah berubah karena ingin terlihat lebih baik didepan wanita yang kucintai. Hari-hariku terasa lebih berwarna, itu kebenarannya” jawab Alva sambil menganggukkan kepala untuk meyakinkan Adkey yang terlihat ragu dan tak percaya akan jawabannya. “Semenjijikkan itu?” tanya Adkey masih tak percaya. “Untuk orang yang merasakannya langsung, kau akan mengatakan hal itu membahagiakan bukan menjijikkan. Dan lebih tepat untuk apa yang kau sebut menjijikkan adalah menggelikan. Jatuh cinta memang semenggelikan itu” aku Alva jujur. “Meski sudah dikhianati tiga kali, kau tetap merasakan perasaan menjijikkan itu?” tanya Adkey berhasil membuat Alva melemparkan ponselnya pada pria itu. Apakan tidak bisa pembicaraan mereka, tanpa menyelipkan kisah cinta Alva yang miris itu? Rasanya itu sudah menjadi kebiasaan dan pandangan utama untuk Adkey menilai cinta. “Sialan. Kau tidak bisa menutup aib itu baik-baik ya? Apa harus selalu mengungkitnya?” “Bagaimana bisa melupakan pengkhianatan sebesar itu? Beruntunglah bahwa aku bukan orang sebodoh dirimu” Alva melayangkan senyum mengejeknya pada Adkey “Lebih tepatnya, beruntunglah dirimu karena tidak dan belum merasakan itu” koreksinya. Adkey tersenyum angkuh “Yah, beruntunglah aku karena tak ingin mengenal sesuatu menjijikkan bernama cinta” balasnya percaya diri. “Teruslah dengan pemikiran seperti itu Ad, agar sewaktu-waktu aku bisa mengejekmu saat kau mengalaminya” “Aku tidak sabar menunggumu menghinaku. Aku harap aku masih normal sehingga kau bisa mewujudkan harapanmu yang buruk itu untuk kembaranmu sendiri” sinis Adkey sebelum akhirnya memilih berbaring disofa karena Alva sedang memakai tempat tidurnya. Alva memainkan ponsel sejenak lalu menatap adik kembarnya dengan tatapan yang sulit dimengerti “Ad, bukankah kau bertanya mengenai rasanya jatuh cinta karena ingin atau sedang mengalaminya?” “Tidak, aku hanya memikirkan hal seperti itu karena sesuatu” jawab Adkey jujur, meski dengan menyembunyikan alasan yang sebenarnya. Ia bingung, bagaimana ia bisa memikirkan seorang wanita yang sama sekali tak ia kenal, namun pernah menjadi teman tidurnya? Ia hanya berusaha menolak kenyataan bahwa ia sedang jatuh cinta hanya karena memikirkan keberadaan wanita itu. Adkey sadar bahwa dirinya hanya ingin memberikan sedikit uang yang ia miliki agar kehilangan keperawanan wanita itu, sedikit banyaknya dapat bermanfaat menjadi sumber kehidupan atau foya-foya. Ia juga hanya berharap bahwa kejadian malam itu, tidak membuahkan hasil karena saat itu ia lupa mengenakan pengaman. Hal bodoh yang ia sesali karena selama ini, setiap kali Alva menegurnya untuk menghentikan aksinya menjajah club untuk menemukan wanita ‘bisa pakai’, ia selalu mengatakan bahwa ia tidak akan membuat wanita manapun hamil karena ia selalu menggunakan pengaman. Dan bodohnya, malam itu, Adkey melupakan hal itu karena sebenarnya saat itu, Adkey sama sekali tak memiliki niat untuk bermain wanita. Ia selalu punya dan membawa pengaman jika memang ia berniat melakukannya. Adkey bukan pria yang tanpa persiapan akan membawa wanita secantik apapun, naik ke tempat tidur, karena ia tak ingin kebodohannya tidak menggunakna pengaman menjadi senjata untuk wanita bisa meminta pertanggung jawaban darinya. Tetapi kini, harus Adkey akui bahwa dirinya meragukan itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Si dingin suamiku

read
490.1K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook