bc

Second Chance

book_age18+
1.6K
FOLLOW
11.9K
READ
dark
sex
one-night stand
second chance
drama
twisted
lighthearted
office/work place
first love
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Mungkinkah dua orang asing akan saling menghangatkan meski tanpa cinta?

Terbelenggu oleh sakit hatinya di masa lalu, Jagaswara Syailendra memutuskan memulai sesuatu yang hangat bersama Claudya Leffan, tanpa asas cinta. Rasa saling memiliki antara keduanya menimbulkan percikan api yang lain, persis ketika Claudya memutuskan untuk mengakhiri apa yang telah dia mulai bersama Jagas.

Dalam kenyamanan, akankah Jagas membiarkan Claudya pergi dari sisinya? Ataukah tanpa mereka sadari ternyata cinta telah lebih dulu menyapa?

Second Chance: Jika aku meminta kesempatan kedua, akankah kau memberikannya untukku?

[Cerita pertamaku. Kunjungi juga cerita lainnya yang berjudul In Between. Temukan saya di ** @tulisan_bee]

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Comeback
“Aku tidak tahu aku akan sehancur ini. Meski aku ingin kau agar tetap tersenyum, bagaimana bisa aku melepaskanmu pergi?” ~Jagaswara Syailendra. *** Mexico, 2018. Langit Mexico kelabu. Persis seperti perasaan yang menyelimuti hati seorang Jagaswara Syailendra—seorang eksekutif muda di salah satu perusahaan ternama di kota itu. Membiarkan jasnya tergeletak di lantai ruang kantornya yang dipenuhi cahaya remang, lelaki itu sedang berusaha bernapas dengan baik. Berharap ini semua hanya mimpi buruk, yang bisa berakhir setelah ia bangun nanti. Kehidupan yang susah payah dibangunnya hingga kini, tiba-tiba saja hancur berkeping-keping. Bukan karena karirnya yang mengalami kemerosotan atau berkurangnya saldo di tabungan, tetapi hanya karena satu undangan yang didominasi oleh warna salem dan merah muda yang mendarat di meja kerjanya sore tadi. Undangan yang tidak pernah dia harapkan, undangan yang sungguh ingin ia bakar saat itu juga. Tidak pernah menyangka dia akan benar-benar mendapatkan kertas dengan harum aroma lily yang menyeruak dari dalamnya, Jagas hampir saja tercekat. Menegang tubuh lelaki itu, seiring dengan rahang yang menggertak hebat. Sebisa mungkin dia sedang menahan luapan amarah sekaligus perasaan kecewa yang tidak bisa dia takar berapa bagian masing-masingnya, Jagas berusaha untuk berpikir rasional. ‘Inikah yang kau sebut kejutan untukku kemarin, Meg? Undangan pernikahanmu dengan pria yang ternyata itu bukanlah aku?’ Menahan diri untuk tidak melemparkan vas bunga yang berada tepat di atas meja kerjanya, lelaki itu sungguh bersusah payah untuk menyentuh undangan yang tampak manis itu. ‘Aku tidak tahu kita akan berakhir seperti ini, Meg. Jika saja kau tahu seberapa dalam aku mencintaimu, apakah kau akan tetap melakukan ini kepadaku?’ Jagaswara melemas. Memegangi pinggiran kursinya saat ia kehilangan keseimbangan, hampir saja terjatuh di lantai kantornya yang dingin. Hentakan petir menggelegar di luar sana, menampilkan kilat yang menyembur tanpa henti. Mencoreng jendela ruangannya yang berwarna putih bening, seolah-olah ikut memberikan backsound pada hari di mana dunia seorang Jagaswara Syailendra runtuh tidak bersisa. Di sela-sela kepedihan yang menelusup hadir, Jagas memberanikan diri untuk mendekati undangan yang masih terletak di atas mejanya. Menggeret kursi dengan tenaga yang tinggal beberapa balok lagi, lelaki itu memandangi sampul dengan aksen pita yang tampak begitu manis. Membaca dalam hati inisial huruf dari nama calon mempelai yang tertera di atas sana, tersenyum getir saat memang bukan namanya yang tercetak di kertas itu. Menahan napas, manik lelaki itu melebar sempurna. Semburat kesedihan jelas terpancar dari raut wajahnya, saat dia merasa kaki bahkan tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya. Tangannya bergerak pelan untuk menelusuri lembutnya kertas undangan itu, menyelami dirinya sendiri yang dipenuhi keretakan kini. Membuka perlahan sekali lipatan undangan itu, semakin menyayat rasanya saat mendapati nama dari perempuan yang ia puja setengah mati telah tercetak di sana. Megan Hemmington. Nama yang ia simpan dalam hatinya untuk lebih dari lima tahun terakhir, nama yang selalu jadi prioritas utamanya di atas segalanya. Nama yang membuatnya bertahan di Mexico, mengabaikan bertubi panggilan untuk pulang ke tanah air dari ibu dan ayahnya. Nama yang dia rindukan setiap malam, yang juga ia selipkan dalam doa-doanya. Nama yang sama, yang kini bersanding dengan nama pria lain di kartu undangan pernikahan perempuan itu. Bukan dia, bukan namanya. Jagas seharusnya tahu, bahwa namanya tidak akan pernah tercetak di atas kertas yang sama dengan nama perempuan itu. Sebanyak apa pun ia berusaha, sebanyak apa pun ia mencoba, Megan tidak akan pernah melihatnya lebih dari sekedar teman biasa. Perempuan itu telah begitu lama mengabaikan perasaannya, perasaan bodoh yang harusnya Jagas buang jauh-jauh sejak beberapa tahun terakhir. ‘Kita berteman, Gas. Kau dan aku tidak akan pernah memiliki affair apa pun, aku bisa jamin.’ Kini terngiang kembali kalimat jelas yang disampaikan oleh Megan padanya dua tahun lalu, tepat saat Jagas berkata bahwa dia tidak ingin Megan pergi untuk berkencan dengan Roy. Saat itu seharusnya Jagas berhenti. Seharusnya dia menahan diri, seharusnya dia tahu diri. Megan jelas-jelas telah berulang kali menarik garis batas antara dirinya dan diri perempuan itu, hanya saja Jagas terlalu mengabaikan penolakan yang diberikan Megan untuknya. Berharap sejauh apa pun Megan bermain dengan pria, tetap kepadanyalah perempuan itu akan kembali. Jagas sudah terbiasa seperti itu, menjadi sandaran ketika Megan menangis saat hubungannya dengan beberapa lelaki kandas di tengah jalan. Hal yang membuat Jagas berpikir hal yang sama akan berakhir pada Megan dan Roy, tetapi salah total sebab kini keduanya benar-benar menuju hari pernikahan. Cinta telah membutakan, kini cinta pula yang menyebabkan ia jatuh ke jurang terdalam hidupnya. ‘Kami akan menikah, Gas. Berikan doa terbaikmu dan pastikan kau datang ya? Atau apakah kau bersedia menjadi pendamping Roy nanti?’ Pertanyaan terakhir dari Megan yang tanpa sadar menghujam jantung lelaki itu, saat Jagas tiba-tiba saja merasa kehabisan oksigen. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi pendamping pengantin priamu, Meg? Saat aku berharap aku yang akan berada di sana mendampingimu, bersamamu mengucap janji suci pernikahan. Bagaimana kau memintaku untuk datang dan memberikan doa restu saat aku berharap akulah yang akan menggendongmu menuju ranjang pengantin kita? Jika ada yang mampu menggambarkan perasaan Jagas sekarang, pria itu yakin pastilah dirinya akan digambarkan dan dideskripsikan dengan sangat menyedihkan. Menyayat, tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Bertumpu pada kewarasannya yang hampir menguap, Jagas berusaha mengendalikan diri dan emosi yang bertumpah ruah. Suara hujan masih terdengar samar, tepat saat satu kilatan kembali menyambar. Jam kerja kantor sudah sejak tadi usai, namun Jagas masih berdiam diri di ruangannya, menikmati kegelapan yang kini menjadi temannya. Hanya tinggal menunggu waktu. Tidak lama lagi, saat ia harus melepaskan Megan untuk dipersunting lelaki lain. Tidak sanggup rasanya dia membayangkan bagaimana Roy akan menyambut tangan Megan dengan senyuman di wajah pria itu. Remuk redam hati Jagas saat ia membayangkan Roy yang menggendong Megan dan melucuti pakaian perempuan itu. Menggeram, Jagas menarik napas dalam-dalam. Menyugar rambutnya dengan kasar, Jagas masih menatapi lantai yang terlihat sama gelapnya dengan cahaya di luar sana. ‘Apa yang harus aku lakukan sekarang, Meg? Saat kau telah menghancurkan harapanku, memporakporandakan kehidupanku yang kini habis tak bersisa.’ Memandang sekali lagi ke arah undangan yang masih dia pegang di tangan kanannya, Jagas menghitung waktu. Empat hari lagi, hingga perempuan itu akan menempuh hidupnya yang baru. Meninggalkan Jagas dalam reruntuhan, saat Megan sendiri akan terlalu sibuk untuk membangun rumah tangga yang baru. ‘Aku tidak akan melihatmu menikah. Tidak juga memberimu restu, tidak juga mendoakanmu.’ Suara petir kembali menggelegar di luar sana, tetapi tidak memberi efek apa pun untuk Jagaswara yang masih dirundung duka. Meremas undangan cantik itu dengan satu tangannya, Jagas kembali menggertakkan gigi. Tangan kirinya bergerak untuk merogoh ponsel yang berada di saku celana, memilih satu nomor di sana sebelum ia menekan tombol panggil. Terdengar beberapa kali nada tunggu, sebelum panggilan itu tersambung kemudian. “Ya, halo?” Suara seseorang yang sudah Jagas kenal terdengar di seberang, seperti sedang menantinya berbicara. Lelaki itu menarik napas. Satu lagi suara petir menggelegar, sebelum dia memberikan satu kalimat tegas. “Urus kepulanganku. Aku akan kembali.” ~Bersambung~

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Satu Jam Saja

read
593.3K
bc

Billionaire's Baby

read
279.5K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.6K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

Over Protective Doctor

read
474.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook