bc

Jasmine

book_age18+
439
FOLLOW
2.1K
READ
love-triangle
goodgirl
brave
drama
bxg
female lead
city
self discover
virgin
like
intro-logo
Blurb

~~ tap love please ~~

Pertemuan yang sangat buruk dan sifat ke bar-barannya, membuat seorang Jasmine Zahrani Faiz harus berurusan dengan cowok sombong, judes, dingin dan tak perperasaan.

"Sampai kapan pun gue gak akan sudi ketemu sama dugong kutub itu."

Jasmine Zahrani Faiz.

"Sejauh apa pun kau menghindar, kau tak akan pernah bisa lepas dari genggamanku, Kucing liar."

Royyano Devan Erza

chap-preview
Free preview
Jasmine Zahrani Faiz
Tumbuh sebagai anak tunggal dari keluarga sederhana membuatku jadi sosok gadis yang kuat dan tahan banting. Menjadi tulang punggung keluarga sejak 1 tahun yang lalu. Bukannya orang tuaku tak mampu memberi nafkah untukku, namun aku sendiri yang mempunyai tekad untuk membantu orang tuaku. Ibuku, seorang wanita kuat yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Apa pun dia lakukan demi melihat aku bisa tersenyum bahagia dan memiliki apa pun yang sama dengan teman-temanku. Meskipun itu bukan barang yang mewah, namun selalu bisa membuatku bahagia. Sedangkan ayahku, beliau sudah tiada sejak 2 tahun yang lalu karena serangan jantung. Entah, apa yang sebenarnya terjadi. Karena saat itu aku sedang ada di sekolah, tiba-tiba tetanggaku menelepon pihak sekolah mengabarkan kalau ayahku meninggal. Hancur, benar-benar hancur hatiku saat itu, lelaki yang menjadi cinta pertamaku di temukan tak bernyawa di pinggir jalan saat pulang dari masjid. Menurut pemeriksaan dokter, ayah meregang nyawa karena serangan jantung. Tapi, sampai saat ini pun aku belum percaya dengan kenyataan itu. Jasmine Zahrani Faiz, nama yang di berikan kedua orang tuaku untuk anak gadis satu-satunya. Nama yang selalu menjadi penyemangatku saat aku terjatuh. Dan di usiaku yang menginjak angka 21, aku masih suka nangis tak jelas bahkan hanya karena nilai ujian dapat C. “Jasmine !” teriak Sofia. Membuatku menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Terlihat Sofia berlari mendekatiku. Ya, dia adalah sahabatku sejak kecil. Anaknya yang supel dan ringan tangan. Banyak yang bilang kita berdua itu bak saudara kembar. Semua yang kita punya pasti sama. Mulai dari baju, tas, sepatu, sampai cassing hp pun kita samaan. “Loe kemaren kemana aja sih, gue hubungi gak bisa-bisa.” Cecar Sofia saat sampai di sampingku. “Gue kerja, hp lowbat.” Jawabku sambil meneruskan langkah. “Hp butut di pelihara,” cibir Sofia. Ya, beginilah dia sebelas dua belaslah sama aku. Nggak pernah di filter kalau ngomong. Asal nyerocos aja. “Gue mah orangnya setia, nggak kaya si ono.” Balasku tak kalah sengit. Membuat Sofia menatapku tajam. “Nggak usah bawa-bawa sampah.” Ketus Sofia sambil menyambar helmnya. “Xixiixi.. katanya sampah, tapi masih aja baper.” Sindirku. “Brisik, gue tinggal loe disini.” Sinis Sofia sambil menstater motor maticnya. “E-e-eeee... jangan di tinggal dong, lagi bokek nih, belum gajian. Ya kali gue ngutang angkot.” Ucapku menghadang Sofia. “Makanya buruan.” “Iyaa.” Begitulah keseharian kami berdua, selalu ada yang di bahas dan ujung-ujungnya saling ledek. Tapi, meskipun kata-kata dan emosi yang labil, persahabatan gue sama Sofia tetap terjaga dengan baik bahkan makin hari makin lengket. Karena bagi kami, menjadi diri sendiri itu akan lebih nyaman dan menyamankan yang lain. Dari pada menjadi orang lain dan membuat persahabatan palsu yang ujung-ujungnya jadi musuh dalam selimut. Motor matic berwarna merah putih itu pun mulai berjalan meninggalkan area parkiran kampus tempatku dan Sofia menimba ilmu. Ya, gini-gini ilmu tetap yang utama buat kami. “Eh iya, loe kenapa nyariin gue kemaren?” tanyaku. “Bukan gue, tapi noh si Delon nyariin loe mulu, empet gue. Loe yang di bucinin tapi gue yang dibuat pusing.” Keluh Sofia. “Sabar ya buk, orang sabar itu rezekinya lancar.” Ucapku menahan tawa. “Ckk.. kurang sabar gimana lagi gue ? setiap hari di spam mulu sama tuh curut.” “Hahaha..” “Ketawa lagi, sumpah kalo bukan anak orang udah gue kasih hadiah tuh anak.” “sabar bu, sabaar.” “Hmm..” 15 menit kemudian, kami pun sampai di cafe tempatku bekerja paruh waktu, kafe milik Daffa kenalanku saat tak sengaja bertemu di jalan waktu aku kesrempet mobilnya pas nyari kerja. Dan sebagai tanda permintaan maafnya, Daffa menerimaku untuk bekerja di kafenya. “Loe hari ini pulang jam berapa ?” “Hmm... jam 09 deh kayaknya, kalo nggak di suruh lembur.” “Ooh... yaudah gue duluan ya.” “Ok, makasih ya.” “Yoi.” Menatap sahabat kecilku yang selalu ada setiap saat buatku dan ibu. Meskipun dia dari keluarga yang terpandang namun dia sama sekali tak mempermasalahkan tentang perbedaan kasta antara kami bahkan dia sama sekali tak peduli dengan cibiran teman-temannya yang mengatakan jika aku hanya menumpang hidup enak padanya. “Jasmine..!” panggil seseorang dari belakang membuyarkan lamunanku. Segera aku memutar tubuh dan melihat siapa yang ada disana. “Iya bos.” “Baru sampai.” Tanya Daffa si bos pemilik kafe tempatku bekerja. “hehe, iya bos.” Jawabku nyengir kuda. “Hmm... buruan masuk dan ganti seragammu, habis itu ke ruanganku.” Ucapnya tegas. “Baik bos.” Dia itu Daffa, si cowok keren yang punya beberapa kafe di kota ini. Tampan, baik, manis, dan jiwa kepemimpinannya kuat. Sayangnya dia memilih membuka usaha sendiri daripada menjadi CEO di perusahaan keluarganya. Menurut temen-temen senior di sini sih, awalnya dia tentang sama keluarganya tapi dengan ketekunan dan semangat juang tinggi akhirnya dia mampu membuat bangga keluarganya. Dan dari situlah aku belajar menjadi wanita tangguh dan kuat menghadapi segala keadaan. Belajar untuk tidak menyerah walau cobaan silih berganti menghampiri. “Jasmine !” panggil Vera bagian kasir. “Ada apa, Ver.?” “Baru sampai?” “Iya.. habis dari kampus. Ada kelas mendadak. Hmm.. ada apa ?” “Tadi di cariin sama bos,” “Ooh.. itu, tadi udah ketemu di depan. Habis ini mau ke ruangannya.” “Cie cie... makin hari makin lengket aja kek prangko.” Godanya. “Apaan coba. Udahlah, gue mau ganti seragam terus hadap si bos.” Pamitku. “Ok ok... semangat sayang.” Ucap Vera dengan senyum manisnya. “Siiaapp.” Jawabku seraya berjalan menuju ruang ganti khusus karyawan. Setelah berganti dengan seragam karyawan, dan merapikan penampilanku. Aku bersiap untuk menghadap sang bos tampan yang sekarang pasti sedang menunggu kedatanganku. Hihihi... haluu terooosss.... “Woy, mau kemana ?” “Hadap bos.” Sesampainya di depan pintu ruangan pak Daffa, aku menghembuskan nafas panjang, bukan hal baru sih buat ku menghadap bos kaya gini. Namun, namanya juga karyawan yang lerja paruh waktu, selalu was-was kalau dapat panggilan. Takut kena PHK. Tok tok tok.. “Masuk.” Mendengar sahutan dari dalam, aku pun membuka pintu itu perlahan. Terlihat pak Daffa sedang fokus ke laptop di depannya. “Permisi pak.” “Oh, Jasmine. Masuk.” Aku masuk tanpa menutup rapat pintu. Karena tak ingin ada fitnah jika berduaan di satu ruangan yang tertutup. “Ada apa ya bos. Memanggil saya.” Tanyaku takut-takut. “Hmm.. Gini, besok ada rekanku yang akan mengadakan meeting penting disini, aku mau kamu yang menghandle semua keperluan mereka.” Ucapnya. “Hmm.. baik pak, saya usahakan.” Jawabku. “Baiklah, kamu bisa lanjut bekerja.” Ucapnya dengan senyum manis yang sangat jarang dia perlihatkan. “Baik pak. Permisi.” Menghela nafas panjang setelah keluar dari ruangan itu, Lega banget. sungguh takut kalau dipanggil untuk dipecat, eeh tak tahunya malah dapat tugas tambahan. Dengan langkah santai dan senyum yang terus ku pamerkan, aku menghampiri Jery rekan kerjaku yang paling dekat dan sudah aku anggap sebagai kakak laki-lakiku. “Darimana loe baru nongol.” Tanyanya. “Ruangan bos besar.” Jawabku seadanya. “Ooh... ada apa ? naik gaji ya?” “Naik gaji apaan? Orang dapat tugas tambahan.” “Ckk.. kayak anak SD aja, pakek tugas tambahan.” “Dibilangin ngeyel.” “Hahaha... tugas apaan emang ?” “Besok rekannya ada yang ngadain meeting penting disini, dan gue yang disuruh menghandle semuanya.” “Ooh.... semangat dong.” “Yaa... untung besok Cuma ada satu jam matkul.” “Bagus dong. Bisa stay lebih awal.” “Iya sih.” Kami terus mengobrol sambil bekerja, inilah yang membuat kami betah kerja di sini. Bebas ngapain aja asal pekerjaan terselesaikan dengan baik. Tak terasa kini waktunya pulang, setelah memastikan semua kembali ke tempat semula Jasmine bergegas keluar dari kafe. Karena waktu malam semakin larut, pikirannya tertuju ke sang ibu yang sedang di rumah sendirian. Tepat saat dia sampai di parkiran, dia di kejutkan dengan suara klakson mobil. Membuatnya menoleh, menaikkan sebelah alisnya saat matanya menatap mobil hitam milik sang bos yang berjalan pelan menghampirinya. “Mau pulang ?” tanya Daffa. “Iya pak.” Jawabku. “Ya udah, bareng saya aja yuk. Sekalian saya juga ada keperluan di daerah S.” Ucap nya ramah. “Hmm...” “Udah.. aku nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Tenang aja.” “Nggak usah pak, saya naik ojek aja.” “Nggak ada penolakan, lagian kamu nggak kasian sama ibu kamu.” Ucapnya, membuatku langsung ingat dengan ibuku yang di rumah sendirian. “Baik pak.” Akhirnya Jasmine memilih untuk ikut dengan Daffa. Meskipun canggung, namun dia berusaha untuk biasa aja. Di pikirannya hanya harus bisa cepat sampai di rumah, karena ibunya di rumah sendirian. “Besok, jangan sampai telat ya. Jam 10 pagi harus sudah di kafe.” Ucap Daffa memecahkan keheningan di dalam mobil itu. “Hmm.. saya usahakan pak.” Jawab Jasmine. “Bagus.” Lima belas menit kemudian, mobil milik Daffa berhenti tepat di depan rumah minimalis bercat biru langit milik orang tua Jasmine. “Terima kasih pak, atas tumpangannya.” Ucap Jasmine. “Sama-sama. Salam buat ibu kamu.” Ucap Daffa ramah. “InsyaAllah pak. Permisi.” Pamit Jasmine dan keluar dari mobil Daffa. Membungkukkan sedikit tubuhnya saat mobil sang bos mulai berjalan meninggalkan Jasmine di depan rumahnya. Menghela nafas panjang dan berjalan masuk rumah. Tok.. tok.. tok.. “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam” Ceklek.. Pintu coklat itu terbuka menampilkan wanita paruh baya yang senantiasa menunggu kepulangan putri kesayangannya. Tersenyum melihat Jasmine sudah pulang dengan selamat. “Ibu..” ucap Jasmine seraya mencium tangan ibunya. Dan berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. “Kamu sudah makan sayang?” tanya Sari. “Sudah bu, ibu sudah makan.?” “Sudah.” “Alhamdulillah.. Jasmine langsung istirahat ya bu, besok ada jam pagi.” Pamit Jasmine sopan. “Iya sayang.” Jawab sang ibu tersenyum kemudian mengecup kening anak gadisnya. “Selamat malam bu.” “Malam sayang.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook