bc

Sepasang Luka

book_age16+
3.8K
FOLLOW
17.3K
READ
second chance
drama
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Adakah sebuah kebahagiaan bila lelaki yang menjadi suamimu adalah kekasih sahabatmu?

Siwi mengambil keputusan bodoh saat sang sahabat memintanya menjadi pengantin pengganti. Perempuan itu berhasil membuat dirinya mengiyakan permintaan yang akan disesalinya. Karena pada kenyataannya, menikah dengan lelaki yang tidak mencintaimu akan menenggelamkanmu dalam pusaran luka. Menyesal tiada guna karena dulu tidak menolak. Luka semakin menganga saat sahabat menginginkan posisinya semula. Siwi harus rela berbagi suami karena dalam kisah mereka, dialah orang ketiga.

chap-preview
Free preview
1] Papa Mama Merpati
Pengakhiran zaman ditaburi wanita yang perbandingannya jauh lebih besar dari pria. Seorang pria bisa memiliki kekasih lebih dari dua. Apalagi sampai memadu istri pertama lebih dari dua. Aku perempuan perempatan abad dengan wajah membosankan dan tubuh tertutup baju longgar. Rambut bersembunyi dalam helai kain berwarna gelap. Termasuk idaman pria pencari istrikah diriku? Aku gamang dengan nasibku ke depan. Jangankan untuk menjadi yang kedua, untuk jadi istri pertama saja, kurasa jauh panggang dari api. Desakan umur semakin membuatku gila. Bila pangeran bersorban datang meminangku? Suara printer yang sedang bekerja menemani malamku. Meskipun gangguan 'kapan bersuami' memenuhi pikiran, pekerjaan harus tetap dijalankan. Setidaknya untuk kehidupan masa tua nanti, aku mulai menabung dari sekarang. Meski tidak ada lelaki yang menafkahi, aku bisa hidup menikmati kesendirian di masa tua. Setiap sore duduk di taman, memperhatikan sebuah keluarga yang sedang piknik mengisi waktu luang mereka. Impian perfect. “WI!!” “Ada apa, Mi?” Wanita cantik dengan daster tidur kebesaran menatapku kesal ketika aku membuka pintu kamar. “Ngapo bekurung terus (Kenapa berkurung diri terus)? tanyanya. Ini malam Minggu. Tinggalke dulu kerjo itu, ke luar sano cari udara segar (Tinggalkan pekerjaanmu dan cari udara segar di luar sana!”) “Mami minta ditemanin ke mana?” “Bukan Mami tapi kamu. Lian ada di rumah sekarang. Sebagai calon istri yang perhatian, sapalah dia ke rumahnya.” “Udah deh, Mi. Jangan mulai!” Lian Wiratama Juanda adalah tetangga kami. Dia pacar pertama dan terakhirku. Maksudnya setelah putus dari Lian, aku tidak pernah menjalin hubungan lagi. “Dia hanya teman. Dan Mami harus ingat, dia sebentar lagi menikah dengan kekasihnya.” “Anak nini pelet pacak igo nak ngambek kesempatan ye (memang sangat pandai mengambil kesempatan). Begitu kamu dan Lian berpisah, dia ambil posisimu. Dia dekati kamu sebagai sahabat dan dia ambil pacarmu. Huh. Akal-akalannya pintar sekali!” “Mami, sudah! Jangan membicarakan orang apalagi yang Mami sebut itu sama sekali tidak benar.” “Pokoknya, besok kamu harus ke rumah orang tua Lian, titik.” Ternyata bukan hanya aku yang terobsesi menikah, tetapi mamiku juga. Jika aku masih bingung memikirkan siapa lelaki bersorban sebagai calon imam, mamiku sangat gencar menyodorkan Lian. Keinginan mami telah dimulai sejak Lian menjadi pilot. Lalu ketika Lian dan Aqila mulai menjalin hubungan, mami bagai kesetanan menjodoh-jodohkan aku dengan Lian. Mereka sengaja bikin sensasi. Mentang-mentang si Aqila pramugari. Lantas dia pikir dia paling cocok dengan Lian? Pramugari dan pilot begitu? Di mana-mana, pasangan adalah yang saling melengkapi dan saling membutuhkan. Kalau mereka mah hanya melebih-lebihkan gengsi supaya orang memandang mereka. Lian paling cocok dengan kamu.” ”Mamii. Sudahlah. Jangan membahas Lian lagi.” Menurutku mami itu lucu. Mami seperti menjilat ludahnya sendiri. Dulu mami sangat tidak suka kepada Lian. Tapi lihat sekarang? Waktu aku SMP, Lian menjadi tetangga baru di kompleks. Dia memiliki ternak merpati. Burung-burung romantis itu menjadikan atap balkon kamarku sebagai rumah kedua. Mereka bermain, bertengkar, bahkan membuat anak. Lian sering mengunjungi merpatinya di balkon kamarku. Dengan kemampuan yang fantastis, Lian lihai memanjat melalui batang mangga yang bersandar di balkon. Aku sangat ingin memangkas habis dahan mangga tersebut tapi sayang dengan buahnya. Ketika berbuah, mangganya bisa langsung dipetik dari luar kamar. Tidak peduli aku meneriaki ribuan kali, Lian tetap nangkring di pagar balkon. Dengan sebuah pesawat mini di tangannya, dia tersenyum miring melihat kemurkaanku. Bagaimana tidak murka, kadang saat aku mengganti baju sepulang sekolah, Lian sudah ada di luar kamar. “Tidak ada yang bisa dilihat, Wi!” ujarnya santai. Ibarat kata pepatah lama, jangan terlalu benci nanti benar-benar cinta. Aku menyukai Lian si tengil tukang panjat, yang banyak memakan sumpah serapah daripada puji. Saat SMA aku dan Lian berpacaran. “Aku akan selalu ada di sini menemanimu dalam tangis dan tertawa,” katanya. Hanya melalui kata-kata sok pujangga seperti itu, dahulu aku dibuat klepek-klepek dengannya. “Aku tahu, merpatiku telah lebih dulu menetapkan rumah ini sebagai rumah mereka. Aku juga akan melakukan hal yang sama dan menjadikan kamu rumah untukku pulang.” Saat itu mami begitu membenci Lian. Lian tidak jelas masa depannya. Lian pemalas. Lian bukan laki-laki baik. Banyak sekali kekurangan Lian di mata mami. Jika aku ketik akan menghabiskan dua puluh lembar kertas HVS. Lalu sekarang, mami begitu menyukai lelaki itu untuk dijadikan menantunya. *** “Bawa kue ini ke rumah Lian!” Satu brownies tiramisu topping white cooking chocolate dipadu coklat bubuk telah siap diiris. “Ini boleh dicicip? Siwi mau sarapan brownies ini dong.” Delikan mami mengurungkan tanganku yang telah siap memegang pisau di tangan kanan. Setiap Lian di rumah alias tidak dinas, mami memaksaku mengantarkan buah karyanya ke rumah Lian terlebih dahulu. Cara satu-satunya mengubah calon menantu idaman mami adalah dengan mencarikannya calon menantu yang lebih hebat. Seorang dokter, pengacara, presiden direktur, konglomerat, atau selebiritis misalnya. Tugas dari mami kulaksanakan sesegera mungkin. Kaus panjang berwarna biru dongker dengan rok berbahan jeans menjadi busanaku pagi ini. Kerudungnya kupakai hijab instan berwarna hitam. Aku mulai memakai hijab sejak masuk kuliah. Mungkin ada baiknya aku putus dengan Lian saat tamat SMA. Rumah Lian hanya dipisahkan oleh dua rumah dan jalan. Tidak sampai dua menit aku telah tiba di rumah megah keluarga Bapak Juanda, papa Lian. “Assalamualaikum, Mamaaa.” Mama Lian memaksa aku memanggilnya mama. Jadi, sampai detik ini aku selalu memanggil mama kepada ibu mantan pacarku. Lian dengan pakaian yang telah rapi berjalan ke arahku. Wangi parfumnya bahkan sudah tercium sebelum ia mendekat. Aku tersenyum menyapa. Dia seperti biasanya hanya melihatku dan melewatiku yang berdiri di pintu. ”Mama ada di dalam sedang mem-blender. Suaramu mungkin tidak kedengaran. Langsung masuk saja, Siwi,” kata Lian ketika dia telah berdiri beberapa langkah dari tempatku. ”Oh begitu. Terima kasih. Kalau gitu, aku langsung masuk aja. Hehe.” Lian hanya mengangguk tanpa tersenyum kepadaku yang cengengesan. Dia memang seperti itu. Entah sejak kapan Lian tidak tengil lagi. Aku pun menemui Mama Nora di dalam. “Oh, ada Siwi.” Mama Nora berbeda sekali dengan mami. Mama Nora berwajah lembut dan kata-katanya sejuk di hati. Kalau mami, mami berwajah seperti watak ibu mertua jahat dalam sinetron yang sering ditontonnya. “Mami buat makanan lagi untuk Mama.” “Alhamdulillah. Mama harus berterima kasih kepada mami kamu. Dia memang jago sekali memasak. Semua hasil masakannya, mendapat dua jempol dari Mama.” Aku membantu Mama Nora mengambil piring di dalam lemari. “Ini pisaunya.” Mama Nora menunjukkan pisau dapur yang kelihatan sangat tajam ke udara. “Siwi saja yang memotong.” “Mau minum apa, Wi? s**u coklat?” Aku tersenyum malu-malu. Minuman kesukaanku tidak berubah sejak masih menggunakan seragam putih merah. Di saat wanita seusiaku menyukai root beer, macchiato, atau mocktail seperti virgin mojito hingga cocktail yang banyak disukai seperti cosmopolitan, blue lagoon, dan pina colada, aku sudah menangis bahagia mendapatkan segelas s**u cokelat. “Ikut sarapan bareng di sini yuk, Wi. Sebentar lagi Aqila datang.” “Boleh, Ma.” Rumah Lian lebih luas tetapi terasa lebih hangat dibandingkan rumahku. Di rumah ini ada Mama Nora dan Papa Juan. Sesekali Lian akan membawa Aqila ke rumah ini dan membuat rumah lebih ramai. Meskipun seperti itu, Mama Nora juga sepertinya sangat senang mendapatkan kunjungan dariku. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Senyuman manis menghiasi wajah tegas Aqila ketika duduk di samping Lian yang tadi menjemputnya. Mereka bertatapan penuh perasaan dan sepertinya itu privasi mereka. Aku memfokuskan perhatian kepada secangkir s**u cokelat yang lebih menggoda daripada sepasang manusia yang sedang dimabuk asmara. Susu cokelat bisa membuat kulupa bahwa aku hanyalah tamu yang tak kasat mata. Meskipun Lian dan Aqila duduk di hadapanku, mereka tidak menyadari kewujudanku. Atau mereka yang terlalu dimabuk asmara sehingga rasanya dunia hanya milik berdua? Kisah percintaan orang dewasa seperti mereka jauh dari pengetahuanku. Karena meskipun usia kami sama, aku belum pernah merasakan cinta yang sesungguhnya. “Wi... Kita sudah pilih gedung untuk resepsi,” kata Aqila mengalihkan perhatianku dari cangkir s**u. Lian dan Aqila sudah menjalin hubungan selama tiga tahun. Mereka terjangkit virus cinta lokasi. Jika dulu mereka langsung menikah, mungkin anak mereka kini sudah bisa merangkak. “Hhmm. Kalian sebutkan saja, apa yang bisa aku kerjakan jika membutuhkan tenaga tambahan.” “Kebetulan aku besok dinas, Lian juga. Pihak butik meminta kami menjemput gaunku dan jas Lian. Kamu bisa menolong kami?” “Insya Allah besok aku ambil.” Sepertinya besok aku memiliki waktu yang cukup luang. Kelas Morfologi akan berakhir pukul 15.20 WIB. Sehabis itu aku bisa melakukan kegiatan lain. “Nah itu baru sahabat yang baik.” Senyuman Aqila melengkung di bibir tipisnya. Akhir pagi itu kami habiskan dengan bercerita perihal rencana pernikahan Lian dan Aqila. Aku tidak akan heran kalau tamu undangan mereka sangat banyak. Gedung yang akan dipakai berada di hotel bintang lima. Acara itu pasti menguras kocek. Untuk orang seperti mereka, uang sebanyak itu tidak akan berarti apa-apa. Mereka sangat teliti dalam mengurus segala hal. Aku berdecak kagum dengan semangat pasangan ini. Mereka berdua adalah orang sibuk tetapi urusan pernikahan dari A sampai Z mereka kerjakan sendiri. Kembali lagi kepada diriku sendiri, Siwi kapan kamu akan menikah? Usiamu sudah masuk kategori perawan tua. Wanita pada zaman dahulu sudah memiliki menantu di usiamu sekarang. Perlukah aku meng-instal aplikasi pencari jodoh di ponsel? Dari beberapa sumber, keberhasilan aplikasi tersebut bisa diharapkan. Namun, aku belum se-desparate itu soal jodoh. Aku percaya, jika Allah sudah berkehendak, jodohku akan datang di depan pintu. *** love ya

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook