bc

Men From the Past

book_age18+
2.1K
FOLLOW
9.3K
READ
playboy
bxg
like
intro-logo
Blurb

Quella Izzy Wheeler memilih liburan ke desa kecil Zermatt, Swiss setelah merasa terpuruk. Dia ingin melupakan masalahnya sejenak dengan cara menikmati wisata Sunnega.

Namun siapa sangka dia akan bertemu dengan pria tampan bernama Hans. Keduanya merasakan kupu-kupu cinta menghinggapi hati mereka. Hanya dalam kurun waktu singkat hubungan mereka semakin erat.

Hingga akhirnya Ella mengetahui sebuah rahasia yang disimpan Hans. Rahasia yang membuat Ella takut masalah yang sama menimpanya kembali. Sehingga gadis itu memutuskan untuk pergi menghilang dari hadapan Hans.

Tiga tahun kemudian mereka tidak sengaja dipertemukan kembali. Hati Hans yang masih memikirkan Ella tidak berniat melepaskan wanita itu. Tidak disangka kehadiran Ella di Eginhard memunculkan informasi penting mengenai apa yang terjadi dengan kakak Hans bernama Gregory. Namun justru hal itu mendatangkan bahaya bagi Ella.

Apa yang akan terjadi dengan Ella? Apakah kebenaran yang ditemukan Ella bisa terungkap? Lalu bagaimana dengan hubungannya bersama Hans yang masih membuatnya takut?

chap-preview
Free preview
1.Quella Izzy Wheeler
“It is good to have an end to journey toward; but it is the journey that matters, in the end.” – Ernest Hemingway – Desa kecil Zermatt di Swiss adalah kota dengan pemandangan gunung yang indah. Penduduk yang ramah serta arena ski salju yang terlihat menyenangkan. Karena itulah Zermatt adalah tempat yang cocok untuk melepaskan segala kepenatan. Inilah yang dilakukan wanita bernama Quella Izzy Wheeler atau yang biasa dipanggil Ella. Wanita itu melangkahkan kakinya yang dibalut celana training hitam keluar teras kamar hotel tempatnya menginap. Angin dingin pagi berhembus menerpa wajahnya. Namun hal itu tidak mengusik Ella untuk menikmati pemandangan gunung yang begitu indah. Ella menarik nafas dalam-dalam hingga merasakan kesegaran menyelubungi paru-parunya. Sudah dua hari gadis itu berada di tempat ini. Dan keputusannya mengambil liburan sangatlah tepat. Dia merasa jauh lebih rileks. Berusaha keras untuk membuat pikirannya tidak mengungkit masalah yang merundung hatinya dengan menikmati jalan-jalannya di kota ini. Hari ini tujuan Ella adalah bermain ski. Dia merindukan permainan di atas gundukkan salju itu. "Ingat Ella. Nikmati liburanmu dan lupakan segalanya yang ada di London." Ucap wanita berusia 28 tahun itu pada dirinya sendiri. Dia bertekad menyibukkan dirinya dengan mengelilingi desa ini setelah bermain ski. ***** Ella sudah mengenakan jaket tebal serta peralatan ski lainnya. Dia menatap lereng salju yang akan menjadi arena bermainnya. Wanita itu menghembuskan nafas sebelum akhirnya memulai permainan skinya. Dengan lihai Ella meliukkan papan seluncur di kedua kakinya. Tak ada rasa takut. Yang ada adalah sensasi menegangkan yang membuatnya merasa tertantang. Tiba-tiba seseorang dengan jaket biru melewati Ella membuat semburan salju mengenai kacamata ski-nya. Satu sudut bibirnya terangkat. "Jadi kau menantangku? Bersiaplah aku akan mengalahkanmu." Gumam Ella. Ella membungkuk dalam membuatnya meluncur semakin cepat. Kecepatannya mampu mengejar pemain ski yang baru melewatinya. Melihat cara bermainnya, orang itu terlihat lebih ahli dari Ella. Namun Ella tidak menyerah. Dia justru semakin semangat mendahului orang itu. Mencapai dasar lembah Ella harus menelan rasa kecewa karena kalah dari orang itu. Tapi setidaknya dia bisa merasakan sensasi berlomba yang menyenangkan. Orang itu melepaskan sepatunya dari papan ski. Lalu membuka kacamata dan helmnya. Seketika Ella terpaku melihat maha karya yang menakjubkan. Pria tampan bersurai coklat gelap itu memiliki aura dominan di mana pun dia berada. Rahangnya yang dipahat begitu tegas. Bahkan bulu-bulu halus di sekitar bibirnya menambah kesan maskulin yang di perlihatkan pria itu. "Kau salah memilih lawan bung." Ucap pria mengira Ella adalah laki-laki. Ella melepaskan kacamata dan helmnya. Sehingga rambutnya yang panjang terurai. Pria itu terlihat terkejut melihat Ella. "Maaf. Aku tidak mengira lawanku adalah wanita cantik." "Dengan jaket tebal, kacamata dan helm ini banyak yang akan salah mengira aku adalah laki-laki." Mereka tertawa bersama. "Tapi permainanmu sangat bagus untuk ukuran wanita. Aku Hans." Pria itu mengulurkan tangannya. Ella membalas uluran tangan pria itu. "Aku Ella." "Hanya Ella?" "Hanya Hans?" Hans tersenyum mendengar balasan Ella. Seketika hati Hans tergelitik untuk lebih mengenal gadis itu. "Sepertinya nama itu sudah cukup. Tanganmu terasa dingin. Bagaimana jika kita minum coklat panas dan menikmati pemandangan desa ini?" Tawar Hans. Ella menggelengkan kepalanya, "Aku rasa tidak. Aku akan minum coklat di hotel saja. Tapi terimakasih atas tawaranmu." Tanpa Ella sadari penolakan itu mengusik ego Hans. Tak pernah sekalipun keinginan Hans ditolak siapapun. "Hanya sebentar saja tidak bisakah?" Hans menghalangi jalan Ella. "Jawabannya tetap tidak Hans. Tapi jika besok kita bertemu lagi. Aku akan menerima tawaranmu. Sampai jumpa Hans." Ella kali ini benar-benar meninggalkan laki-laki itu. Hans mendengus tak percaya dengan sikap wanita itu. Namun justru hal itu menaikkan gairah Hans untuk semakin mendekati Ella. "Besok kita pasti akan bertemu lagi Ella. Pasti." Gumam Hans. ***** Ella merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia memejamkan mata sejenak berusaha mengatur nafas setelah olahraga ski salju membuatnya sedikit lelah. Lalu pikirannya beralih pada Hans. Jelas pria itu sangat mempesona. Bahkan Ella tak mampu melupakan bibir pria itu yang bergerak saat berbicara. Rasa penasaran menggelitiknya bagaimana sensasi bibir pria itu di atas bibirnya. Mata Ella terbuka dan berusaha menyingkirkan pria itu dari pikirannya. "Sepertinya liburan ini membuat otakku kacau." Gerutu Ella. Suara deringan telpon mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meraih ponsel dan langsung menjawab satu-satunya nama dalam kontak ponselnya. "Hai Kay." Sapa Ella pada sahabatnya Kayleen. "Berani sekali kau tidak menghubungiku selama liburan." Rajuk Kay. "Maafkan aku. Di sini terlalu indah untuk dilewatkan. Seharusnya kau ikut denganku Kay." "Dan meninggalkan pekerjaanku yang menumpuk. Aku rasa tidak." Ella tertawa mendengar keluhan Kay, "Bagaimana keadaan di sana?" "Aku rasa kau tak perlu memikirkannya. Nikmati saja liburanmu. Apakah di sana ada banyak pria tampan? Apa kau sudah berkenalan dengan salah satu dari mereka?" Seketika pikiran Ella tertuju pada Hans. Tapi segera wanita membuang jauh-jauh pikiran itu. Menjalin hubungan dengan pria itu tidak ada di dalam list liburan Ella. "Kau sendiri tahu setelah kejadian itu, mustahil aku berkenalan dengan pria lain Kay." "Aku tahu ini terlalu cepat. Tapi jangan tutup hatimu terlalu lama Ella. Aku berharap kau menemukan seorang pria yang jauh lebih baik di sana." "Kuharap kau juga menemukannya Kay. Jangan terpaku pada idolamu saja." "Tapi idolaku yang terbaik Ella. Oh tidak. Aku harus menutupnya Ella. Bos super besar datang. Bye." Ella tertawa mendengar julukan Kay pada bosnya yang memiliki ukuran tubuh super gendut. Tawanya terhenti saat mengingat ucapan Kay. Ada alasan mengapa Ella menutup hatinya saat ini. Wanita itu pernah mencoba membuka hatinya. Dia berpikir pria yang dipilih adalah takdirnya. Namun sayang bukan Ella yang menentukan takdir itu. "Berhentilah mengasihani dirimu sendiri Ella. Kau pasti mampu melewati semua ini. Benar kata Kay. Nikmati saja liburan ini." Ella menganggukan kepala, meyakinkan dirinya sendiri. ***** Sepasang bulatan cinnamon itu tertuju lurus pada gelas wine yang hanya diputar-putarnya. Meskipun bar di hotel tempatnya menginap itu begitu ramai, namun Hans tampak tak terganggu sedikit pun. Pikiran pria itu tertuju pada sosok Ella yang baru saja dikenalnya. Mata wanita itu begitu sayu menyimpan banyak kesedihan. Kulitnya yang pucat begitu ingin disentuhnya. Dan bibir merah muda natural tanpa lipstick benar-benar memikatnya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Hans. "Tidak biasa kau hanya diam saat berada di sini?" Pria bertubuh kurus yang selalu mengikutinya ke mana pun Hans pergi, duduk di samping Hans dan memesan minuman. "Apa salahnya kali ini aku diam Thommy?" "Sangat aneh saja. Kau biasanya langsung turun ke lantai sana dan memikat para wanita dengan pesonamu." Thomas menunjuk ke arah lantai dansa. "Justru saat ini aku yang terpikat." Thomas meletakkan gelasnya dan berbalik ke arah Hans, "WOW.... Dalam sejarah aku mengenalmu, baru kali ini dengar kamu terpikat. Jadi siapa wanita spesial ini?" "Aku tidak tahu. Aku hanya tahu namanya Ella." "Wanita misterius ya. Lalu kenapa kau hanya duduk di sini bukannya bersama dengan wanita itu?" Heran Thomas. "Dia menolak ajakanku." Seketika tawa Thomas meledak. Selama ini Hans selalu bangga dengan penampilan serta status yang mendukungnya untuk memikat banyak wanita. Dengan kepercayaan diri yang tinggi pria itu selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi sekarang dia mendapatkan penolakan dari seorang wanita. "Aku jadi penasaran siapa yang berani menolak Pangeran tampan ini." "Sayangnya tidak ada kesempatan kedua kalinya dia menolakku lagi. Aku yakin besok dia akan menerima ajakanmu." "Baiklah Your Highness. Aku tunggu kabar darimu." Mereka pun minum bersama. Hingga akhirnya Thomas pergi mencari wanita yang mau berkencan dengannya. Sedangkan Hans tidak berniat sama sekali untuk berkencan malam ini. Pria itu menantikan hari esok untuk bertemu dengan Ella. ***** Di teras lantai kedua sebuah restoran kecil adalah tempat yang paling cocok untuk menikmati pemandangan desa Zermatt seraya menikmati makan siang. Itulah yang Ella lakukan. Karena matahari sudah ada pas di atas kota kecil ini, maka aktivitas para penduduk mulai ramai. Hal itulah yang saat ini tengah direkam dalam otak wanita itu. "Kita bertemu lagi Ella." Mendengar namanya dipanggil membuat wanita itu menoleh. Tampak Hans sudah berdiri menjulang di sampingnya. Ada yang berbeda dari pria itu dibandingkan kemarin. Tidak ada pakaian ski tebal yang menyelimutinya. Dengan celana jeans biru yang melekat di kakinya serta jaket merah yang dikenakannya membuat Ella bisa memperhatikan tubuh proporsional pria itu. Ella sadar reaksi tubuhnya saat bertemu Hans memang berbeda. Darahnya berdesir bahkan hanya dengan mendengar suara pria itu. Namun tetap saja Ella berusaha menyangkalnya. "Apa kau mengikutiku sampai kemari Hans?" Hans tertawa dengan spekulasi Ella. "Tentu saja tidak. Aku biasa makan siang di sini bersama temanku. Tapi sayangnya dia masih terlelap. Bolehkah aku bergabung?" "Aku tidak mungkin ingkar janji. Jadi ya silahkan." Hans tersenyum lalu duduk di hadapan Ella. Tak lama makanan yang sudah dipesan Hans sebelumnya sudah datang. "Sepertinya kita memang ditakdirkan karena sering bertemu Ella." "Kau berlebihan Hans. Desa ini kecil jadi presentase kita bertemu 45%. Dan aku tidak percaya takdir." Seketika mata Ella berubah sayu mendengar kata 'takdir' yang mengingatkan dirinya pada seseorang. "Sepertinya kau tidak menyukai kata 'takdir'. Baiklah anggap saja kita kebetulan bertemu kedua kalinya." "Itu jauh lebih baik." "Apa kau baru pertama kali kemari?" "Ya. Tempat ini begitu indah. Aku menyesal tidak mengetahui tempat ini sejak dulu. Bagaimana denganmu?" "Desa ini adalah tempat liburan favoritku. Jadi aku sudah sering ke sini. Apakah kau tahu besok ada festival pelepasan lentera?" "Festival pelepasan lentera? Festival apa itu?" "Festival melepaskan lentera bersama sebagai tanda ucapan terimakasih mereka akan bulan purnama sebagai sumber utama penerangan di desa ini pada malam hari." "Aku bahkan baru mendengarnya." "Apa kau tertarik pergi? Bagaimana jika kita pergi bersama?" Ella hendak menolak tawaran Hans. Namun dia ingat ucapan Kay soal 'move on'. Meskipun Ella tidak berniat memiliki hubungan yang dalam dengan Hans, tapi setidaknya dia bisa sedikit terbuka dengan ajakan pria itu. Hanya menonton festival itu saja. Tidak lebih. Pikir Ella. "Baiklah. Aku terima tawaranmu kali ini Hans." "Baguslah. Aku akan menjemputmu. Di mana kau menginap?" "Aku menginap di Bahnhof Zermatt Hotel." "Kau tidak akan menyesali keputusanmu Ella. Aku akan menjadi pemandumu di desa ini." Ella tertawa membayangkan pria setampan Hans menjadi seorang pemandu. Dijamin para pengunjungnya semua adalah wanita. ***** Ella memasuki kamar hotelnya setelah berjalan-jalan bersama Hans. Pria itu pandai sekali menjadi pemandunya. Dia menceritakan setiap tempat yang mereka lewati. Bahkan suasana hati Ella jauh lebih baik karena candaan yang dilontarkan Hans. Mereka saling tidak membicarakan urusan pribadi masing-masing. Sehingga membuat Ella merasa nyaman. Wanita itu juga merasa Hans tidak ingin Ella mengusik urusannya. Hanyalah Ella dan Hans yang tengah menikmati waktu liburan. Ella meraih ponselnya yang sengaja ditinggal. Terlihat panggilan Kay yang begitu banyak. Segera Ella menghubungi sahabatnya itu. "Ella... Kemana saja kau? Aku sudah menghubungimu ratusan kali." "Aku sedang pergi jalan-jalan. Ada apa? Apakah ada hal penting terjadi?" "Jelas sangat penting. Kalau tidak penting mana mungkin aku tidak menghubungimu terus." "Baiklah nona jangan marah-marah. Cepat katakan apa yang terjadi." "Aaron mengejarmu ke Swiss. Dia berangkat kemarin. Dan aku baru mengetahuinya hari ini." "Darimana dia tahu?" "Soal itu aku tidak tahu. Lagipula aku tidak mengerti dengannya. Untuk apa dia mengejarmu lagi. Kuharap kau tidak bertemu dengannya. Dan jangan terlena dengan ucapannya Ella. Kau sendiri tahu hubungan kalian sudah tidak memungkinkan lagi." Kay mengingatkan. "Aku juga berharap tidak bertemu dengannya Kay. Aku bahkan tidak ingin melihat wajahnya lagi." "Maafkan aku tidak ada di sana  memberikan perisai untukmu." "Tidak apa-apa Kay. Aku bukanlah wanita yang bisa dibodohi olehnya lagi. Kau tenang saja. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Terdengar hembusan nafas Kay yang berat. "Baiklah. Jika ada apa-apa hubungi aku okay?" "Siap guru Kay." Ella kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Mendengar berita kedatangan Aaron, mengacaukan pikiran Kay. Dia berada di sini guna tidak bertemu pria itu. Dan sekarang pria itu justru tengah mencarinya. Apa yang harus dilakukan Ella masih belum terpikirkan. TOKKK.... TOOKK.... Suara ketukan pintu kamarnya membuat nafas Ella tercekat. Secepat itukah dia menemukanku? Pikir Ella. TOKKK.... TOOKK.... Suara ketukan itu kembali terdengar. Akhirnya Ella berjalan menghampiri pintu itu. Tangannya memegang kenop pintu. Wanita itu mempersiapkan diri menghadapi seseorang di balik pintu itu. Dengan tarikan nafas berat mengiringi wanita itu membuka pintu itu. ***** Halo....Selamat datang dalam cerita Men From the Past yang telah author ungsikan dari dunia orange heheh..... Semoga banyak yang menyukai cerita ini sama seperti di sana.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.0K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.8K
bc

PEPPERMINT

read
369.3K
bc

HOT NIGHT

read
603.7K
bc

RAHIM KONTRAK

read
417.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.9K
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook