bc

Tak Butuh Pujangga

book_age12+
1.1K
FOLLOW
10.5K
READ
family
sensitive
doctor
drama
like
intro-logo
Blurb

JIhan memiliki kenangan buruk tentang hubungan percintaan, membuatnya menjadi pribadi yang sedikit dingin kepada pria diluar keluarganya. Namun entah mengapa kedatangan sahabat dari abangnya membuatnya sedikit berubah. Mungkin kuasa Allah sedang bekerja hingga Jihan menyetujui lamaran Pandu. Satu harapan Jihan, semoga Pandu tidak sama dengan mantannya. itu saja.

chap-preview
Free preview
Satu
    Ada seorang gadis berkerudung yang tahun ini berusia 25 tahun. Dia sedang dalam perjalanan bertemu dengan teman sekaligus keluarganya. Sesekali dia menyeka keringat didahinya dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya membawa kantong plastik berisi buah, serta sebuah tas selempang kecil disisi kanan tubuhnya. Tak berapa lama sampailah dia dipelataran rumah sakit. Segera dia menuju resepsionis dan menanyakan kamar melati. Kamar untuk ibu melahirkan.     "Assalamualaikum." ucap wanita itu sambil membuka pintu ruangan. "Waalaikumsalam. Wah lihat siapa yang datang, apakah ini sahabat sekaligus adik ipar gue? Baru sekarang dia nengok gue sedangkan gue udah lahiran dari kapan hari." balas wanita yang tengah duduk ditepi ranjang, Siska Lestari namanya.     "Maaf deh, Sis. Baru balik aku jadi nggak sempet langsung nengok. Kamu udah jadi ibu, kata - katanya harus dijaga. Aku gak mau keponakan aku jadinya nanti ngomong jelek mulu. Ini ada buah sama titipanmu." ucap Jihan, sambil menyodorkan barang yang dibawanya tadi.     “Ya ya ya, terserah katamu, makasih deh udah mau bawain titipanku.” sahut Siska, diliriknya Jihan yang sedang menoel-noel pipi bayi perempuan yang sedang terlelap itu. "Lo kapan nikah? Gue lihat udah kepengen punya bayi sendiri nih," tanya Siska saat Jihan duduk di kursi kamar pasiennya.     "Dari sekian banyak pertanyaan, kenapa harus pertanyaan itu sih? Bosen kali pertanyaannya itu-itu terus." jawab Jihan. "Masih belum move on sama mantan? Han, kita udah kenal sejak kuliah. Lelaki kayak dia ngapain dipikir?" balas Siska. "Bukan masalah itu, Sis. Aku cuma belum nemu yang tepat. Ada cowok yang kemarin ngajak jalan, tapi pas kutanya berani nggak buat minta aku sama Bapak, dia enggak berani. Malah langsung pulang." kata Jihan lemah.     Suara tangisan bayi menghentikan perdebatan wanita yang memiliki usia sama namun status berbeda. "Aku pulang dulu. Ini nomor teleponku. Aku dateng pas aqiqahan anakmu." ucap Jihan sambil mengetikkan nomor pada gawai Siska.     “Kamu ganti nomor? Kok kamu tahu password hapeku?”     “Handphoneku hilang kemarin. Seperti yang kamu bilang, kita udah kenal sejak kuliah.” ujar Jihan sambil mengambil tas selempangnya.     "Jangan terlalu nyari yang sempurna. Kriteria suami kamu masih sama, Han?" tanya Siska sambil menerima kembali ponselnya. "Masih. Kriteria yang kamu tahu itu yang wajib. Aku juga enggak fanatik sempurna. Toh sempurna itu pakaian Allah. Kenapa?"     "Temen mas Imran, ada yang masuk kriteriamu mungkin. Nanti aku coba tanya mas Imran. Dia dokter juga. Di RSCM." Kata Siska tanpa memandang sahabatnya.  "Manusia berkehendak. Tuhan yang menentukan. Assalamualaikum." balas Jihan. "Waalaikumsalam. Hati-hati." ucap Siska ketika Jihan sudah keluar ruangannya.     *****     Jihan. Jihan Pramesti. Nama gadis berusia 25 tahun. Bekerja sebagai salah satu pegawai di badan pemerintah bidang lingkungan. Dia keturunan jawa. Orang bilang dia itu judes. Tapi bagi sahabatnya dia itu alay, gaje, dan aneh. Bersahabat dengan Siska Lestari. Gadis cantik keturunan Betawi yang kini sudah menikah dan menjadi ibu. Mereka dekat sejak kuliah. Mereka sama sama kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Semarang, meskipun beda fakultas. Diusianya yang sekarang dia masih asik jomblo. Dia tak masalah dengan statusnya. Hanya saja dia tak begitu suka dengan orang yang bertanya kapan nikah dan sebagainya.     *****     Acara aqiqah itu berlangsung dengan lancar. Bayi merah yang seminggu lalu Jihan lihat sudah tampak berisi sedikit. Namanya Savira Nazzahra Hasyim. Bayi itu nampak tidur lelap digendongan sang ibu. Jihan kemudian mendoakan kebaikan dan kebahagiaan untuk keluarga itu. Tak lama setelah acara potong rambut selesai, para undangan dipersilakan mengambil hidangan yang disediakan. Tak banyak yang diundang. Hanya keluarga, tetangga, dan beberapa sahabat.     "Vira udah agak gede, jadi bisa lo gendong." ucap Siska ketika Jihan baru selesai mengambil makanan. "Aku makan dulu, Sis. Laper." jawab Jihan enteng. Kemudian mencium kening dan pipi Vira setelah dihadiahi pelototan sahabatnya. "Jadi anak yang berbakti sama orang tua. Jadi keponakan cantik tante. Kamu harus punya mimpi yang tinggi ya, nak. Semoga sifat kamu mirip ayahmu. Mamamu kalau marah kaya godzila. Cantiknya kaya mama ya. Amin." bisik Jihan kemudian mencium kening Vira kembali.     "Makasih." ucap Siska tulus. "Gue kesana dulu, lo makan yang banyak. Nanti kalau udah selesai makan, lo gendong anak gue. Oke." lanjut Siska.     "Iya." jawab Jihan.     Dan disinilah Jihan. Terdampar diantara undangan yang ingin bertemu dengan sosok kecil Vira. Beberapa memang Jihan kenal. Selebihnya dia buta nama mereka. Tak lama kebanyakan dari mereka sudah pamit karena memang hari sudah sore. Hanya tinggal keluarga dan beberapa kerabat saja yang ada.     "Sini kugendong Viranya." ucap Jihan yang menghampiri Siska. Disana ada Imran dan seorang pria yang Jihan tak kenal. "Sama tante ya nak." ucap Siska sambil memberikan Vira pada Jihan.     "Han. Duduk sini deh. Duduk disebelah Siska." kata Imran. "Kenalin ini namanya Pandu. Dia temenku waktu kuliah dulu. Dia lajang." Lanjut Imran "Jadi gini, Bang. Konteks kita kan lagi aqiqahan, kayanya lucu deh kalau dibuat acara makcomblang ..... Aduh!! Sakit Sis." candaan Jihan dihentikan oleh keplakan Siska dipundaknya.     "Berhenti jadi moodbreaker! Sini Vira. Aku mau taruh dikamar. Ayok mas!" sembur Siska pada Jihan. Kemudian pergi dengan Imran. "Duluan ya, Du. Kalian ngobrollah. Nanti aku kesini lagi." pamit Imran. Sepeninggal keduanya, baik Jihan dan Pandu hanya diam. "Namamu Jihan?" tanya Pandu. "Iya." jawab Jihan.     "Kata-katamu tadi buat Imran keren." kata Pandu tanpa melihat Jihan. "Kenapa kamu enggak lihat aku, pas kamu ngajak ngomong aku?" tanya Jihan.  "Jadi menurutmu saya harus memandangmu begitu?" balas Pandu. "Bukan begitu. Pandangan pertama adalah rezeki."     "Iya hanya untuk pandangan pertama. Bukan setelahnya."     "Kamu mau kenal sama aku?" tanya Jihan.     "Ini udah kenal kan? Berapa usiamu?" balas Pandu.     "25 tahun. Kamu?"     "27 tahun."     “Katanya Siska kamu dokter ya, temen kuliahnya Bang Imran?”     "Iya. Han, saya mau tanya sama kamu. Kalau ada seorang pria memintamu pada ayahmu. Bahkan kau belum mengenalnya bagaimana tanggapanmu?" tanya Pandu pada Jihan yang sedang bermain ponselnya. "Karena pria itu sudah menemui ayahku, maka dia sudah memenuhi satu kriteriaku. Tak mungkin aku dan pria itu langsung menikah. Aku lebih memilih taaruf saja. Permisi. Sudah hampir maghrib. Aku pamit pulang. Sampaikan salamku pada Siska." papar Jihan.     "Diantar Pandu, Han." Kata Imran.     "Tak ada ikatan diantara kami. Aku naik taksi. Lebih aman. Assalamualaikum." Pamit Jihan. "Waalaikumsalam." ucap kedua pria itu.     "Gimana, bro?" Tanya Imran. Dan hanya dibalas senyuman tipis oleh Pandu. "Mau kemana, Du?" tanya Imran. "Pulang." jawab Pandu memakai jaketnya.     "Maghriban disini aja." kata Imran.     "Dijalan aja. Terimakasih untuk undangannya. Aku pamit. Assalamualaikum." Pamit Pandu kemudiab berjalan menuju motornya diparkir. "Waalaikumsalam." jawab Imran kemudian masuk kedalam rumah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bridesmaid on Duty

read
162.0K
bc

Fake Marriage

read
8.4K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

Rewind Our Time

read
161.1K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.5K
bc

HOT NIGHT

read
605.3K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook