Prolog
Bagi Casya, waktu selalu pagi. Di antara putaran 24 jam sehari, menurut Casya pagi adalah waktu yang paling indah, ketika sebuah janji manis bermunculan seperti sang embun yang bergelayut manja di ujung dedaunan. Kicauan burung yang riang saat mencari makan, dan ketika sedikit harapan mulai tumbuh di setiap hembusan nafas, detak jantung, yang kemudian di serap melalui pikiran. Pagi adalah sebuah kehangatan untuk Casya, tetapi itu dulu.
Seiring berjalannya waktu, dunia terasa terhenti. Casya seperti sedang berlarian tak tentu arah seakan tak memiliki tujuan hidup. Gerakan tubuh terasa resah dan gelisah, tentang pagi yang indah kini menyesakkan, tentang rindu yang sendu kini berada di ujung sebuah luka, tentang tangis bahagia kini menjadi tangis sengsara yang tak kunjung reda, tentang nafas yang teratur, kini menjadi nafas yang tertahan.
Ingin rasanya Casya melaknat, memaki, dan sesekali berteriak untuk menghilangkan semua masa gelapnya, masa menyedihkannya, masa yang tak akan dirinya mampu untuk beranjak melangkah ke depan.
Sebuah kabar yang membuat Casya kacau sekacaunya. Sosok yang sangat berarti baginya kini pergi bersama kedua orang tuanya. Sosok yang telah memberi dirinya kasih sayang, menjaganya saat orang lain meninggalkan dirinya. Dia punya seseorang selain kakek dan neneknya dulu.
Apalah yang disukai dan diinginkan seorang anak berumur delapan tahun selain kasih sayang? Yang dia dapatkan dari seseorang itu. Tapi kini hanya sebuah harapan angan dan mimipi. Karena dia juga meninggalkan dirinya, sosok yang begitu pemaaf, penghibur walau dia lelah, kini pergi jua dalam kehidupan Casya.
Kini Casya bagaikan hidup sebatang kara. Hidup dengan ruang lingkup kesederhanaan. Apalagi setelah kakeknya meninggal, dia hanya memiliki nenek yang setia menemaninya tak peduli sudah setua apa dirinya, neneknya selalu berusaha menghiburnya. Menemani seorang Casya yang hanya punya nenek. Beruntungnya dia memiliki Maudya.
Walau Maudya kehilangan ingatannya, tapi setidaknya dia masih memiliki hal penting dalam hidup apalagi kedua orang tua Maudya yang menganggap dirinya adalah anak sama seperti mereka menganggap Maudya. Mereka adalah orang baik dan akan selalu menjadi baik. Tidak peduli seberapa banyak cobaan, mereka akan tetap memiliki kasih yang lembut. Dan anehnya dia tidak bisa seperti mereka. Dia tidak bisa memberikan hatinya hanya untuk disakiti lagi setelah diberikan harapan setinggi langit kemudian dijatuhkan sampai ke dasar.
Untungnya dia punya sahabat seperti Sky yang kadang tidak peka walau membuatnya sakit hati. Tapi dia bertekad untuk tidak menerima bentuk apa pun cinta mulai sekarang. Mendambakan orang yang sama bertahun-tahun membuatmu tahu tidak dianggap dan dilihat. Maka dia mulai tahu rasanya menjadi terpinggirkan dan dia sudah mulai membuat hatinya beku sama seperti es.
Perempuan yang berlari dengam tergesa-gesa itu selalu menarik perhatian banyak orang termasuk salah satu orang yang beberapa hari ini selalu mengikutinya. Entah kenapa orang itu mengikuti dengan dalih seperti teman masa kecilnya. Cih... Hanya alasan basi yang dipakai oleh pria untuk menarik wanitanya lalu terjebak perasaan mendalam yang dinamakan rasa, lalu ketika sudah sampai titik terjauh dibuang ke jurang paling dalam sampai kau tidak bisa bangkit lagi adalah hal yang palin dibenci setiap manusia.
Bagai penguntit, pria dewasa yang kelihatan matang di usianya yang mencapai 32 tahun itu tampak terlihat sangat tampan namun tidak bagi seorang Casya.
Ada apa dengan mereka sebenarnya? Adakah kisah menarik diantara mereka berdua?
...
