bc

Mr. Cool, My Puppy Love

book_age18+
1.8K
FOLLOW
12.5K
READ
fated
arranged marriage
CEO
drama
small town
coming of age
first love
friendship
passionate
seductive
like
intro-logo
Blurb

Aku mencintainya, sejak orang masih menganggapku hanya bocah kecil yang belum pantas mengenal cinta. Namanya begitu saja tersimpan, merajai singgasana hati ini dari sejak usiaku lima tahun hingga kini aku beranjak dewasa. Granfinki Yongki Nugroho, sungguh You’re not my puppy love karena aku mencintaimu dari dulu hingga kini. Namun, kau justru memintaku menerima cinta dari Bilal, sahabatmu. Tidak adakah setitik rasa darimu untuk gadis sepertiku.

Agatha Vernezza

Tidak bisakah dia hengkang dan menjauh dari hidupku? Apa belum cukup masa kecilku disibukkan rengekan dan rajukan manja yang terus keluar dari bibirnya? Apa aku harus terus menjadi bully-an para emak-emak Ladies Lima Sekawan setiap kali mereka berkumpul? Seandainya dia, stok wanita terakhir di bumi ini. Sungguh aku lebih memilih untuk tidak menikah dari pada harus terpenjara dengan semua kemanjaan Agatha. Itu yang aku rasakan dulu, sebelum tragedi api unggun malam itu.

Dimana permainan truth and dare membuat Aku tahu, seperti apa aku di mata Agatha. Namun, Semuanya menjadi sangat sulit bagiku, saat cinta yang aku sadari terlalu lambat. Bilal, sahabatku, bahkan memintaku membantunya mendekati Agatha agar bisa menghalalkan gadis yang sudah membuatnya begitu terpesona. Apa yang bisa aku lakukan ketika cincin dari Bilal sudah melingkar di jari manisnya, sebagai pengikat pertunangan mereka?

Grafinki Yongki Nugroho

chap-preview
Free preview
Farewell
Pria itu masih terlihat begitu memikat hati, dia berdiri tegap di antara beberapa pria lain yang sudah kukenal sejak kami masih sama-sama bocah ingusan. Namun dari hari ke hari, hanya dia yang paling membuatku terpesona. Dia yang selalu tampak angkuh, cuek, dingin dan tidak pernah terlihat bermanis-manis di depanku. Dia yang sedari kecil selalu menjagaku, meskipun protes panjang selalu dia layangkan setiap kali Mamah April memintanya untuk menjagaku. Entah sejak kapan aku menyukainya, entah sejak kapan dia mulai memasuki kerajaan hatiku. Entah ini cinta atau sebatas kekaguman yang terasa begitu nyata. Hanya saja, sejak aku berusia lima tahun dan hingga kini kami tumbuh dewasa bersama. Aku masih selalu berharap kalau dialah pangeran berkuda putih yang akan mempersuntingku nanti. Sebuah khayalan saat aku masih disebut bocah ingusan, tapi entah kenapa, khayalan itu tidak pernah berganti meskipun semakin hari semakin banyak pria yang kukenal. Tidak sedikit pria yang mendekat dan berusaha merebut perhatianku. Aku cantik, cerdas dan satu lagi yang patut kusyukuri, kalau aku terlahir dari kedua orang tua yang mapan hingga aku tak kekurangan suatu apapun. Namaku Agatha Vernezza, di sini harus aku akui kalau aku terjebak cinta monyet yang tidak pernah luntur meskipun usiaku terus beranjak. Cinta yang hanya aku rasakan sepihak karena pria yang sedari tadi aku perhatikan tidak pernah sedikitpun membalas rasa hati yang teramat mendambanya. Aku ingin menyerah … pergi sejauh mungkin agar tidak lagi bisa bertemu dengannya. Namun, jarak dan waktu nyatanya tidak pernah bisa menghapus dia dari pikiranku. Cinta dan kekagumanku ternyata hanya untuk satu orang yang sama, dari sejak TK hingga kini aku beranjak dewasa. Di hatiku hanya ada satu nama, Grafinki Yongki Nugroho. Teman kecilku, anak sahabat mamahku, seorang kakak yang begitu menjagaku dengan penuh tanggung jawab. Namun, aku justru menganggapnya lebih dari itu. Lebih dari teman, lebih dari kakak karena aku mencintainya. Cinta yang tidak pernah kupendam karena memang aku bukan tipikal orang yang bisa memendam perasaan. Kalau dulu aku bisa berani menjerit dengan lantang aku mencintai Mas Kiki. Aku bisa merengek di depannya agar dia mau menikahiku. Namun, kini aku bukan lagi si Tata kecil, aku tidak lagi seberani itu mengutarakan isi hatiku sejak aku tahu kalau cintaku buat Mas Yongki bukan hanya sekedar cinta monyet. Grafinki Yongki Nugroho, You’re not my puppy love. Kini aku lebih suka berkata lirih kalau aku merindukannya, kini aku hanya mampu berujar cinta saat hanya berdua dengan mas Yongki ah, meskipun tetap saja, saat aku mengakui dan mengungkapkan perasaanku. Mas Yongki tidak pernah menanggapinya, bahkan terkadang dia justru malah meninggalkanku setelah aku berkata kalau aku senang bertemu dengannya, aku selalu merindukannya dan kekagumanku membuat aku kini mulai mencintainya. Dia tidak menolak, tapi selalu mengelak dengan sikap acuhnya. Tanpa kata, tanpa aksara, tapi ekspresi wajah dan gesture tubuhnya sudah cukup memberi jawaban kalau cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Sesuatu yang terasa begitu menyakitkan. “Ta … kok malah ngelamun di sini. Gabung yuk ke sana,” ajak Salsa menepuk pundakku dengan tangan kanannya yang memegang segelas besar es sirup berwana hijau. Salsa menarik pergelangan tanganku agar mengikutinya bergabung dengan yang lainnya. Kini mas Yongki tidak lagi berdiri, dia mulai duduk bersama para pria lainnya di tikar yang sama. Mereka memang sedang berkumpul di rumahku. Salsa dan Abangnya Eza, Serlin dan adiknya Maura, Si kembar Ghita-Gilang dan adik mereka Giian, adikku Andra dan yang terakhir mas Yongki dan adiknya Yoga. Sejak kecil kami memang sering bertemu saat orang tua kami berkumpul. Mommyku memiliki empat sahabat yang tergabung dalam komunitas The ladies Lima Sekawan. “Mereka sahabat Mommy saat sama-sama jadi perantau, menjadi mahasiswa yang hidup jauh dari keluarga. Kami saling berbagi, saling menyemangati, menasehati dan saling menjaga. Itu kenapa mereka begitu berarti untuk Mommy, bukan hanya sekedar sahabat, tapi sudah seperti keluarga buat Mommy.” Begitulah kata Mommy saat aku bertanya tentang awal mula terbentuknya The Ladies Lima Sekawan yang beranggotakan Mommy, Mamah April, Bunda Mega, Bunda Lelis dan Amih Dinda. Mereka awalnya berlima, kemudian bersepuluh saat kelimanya sudah sama sama menikah … dan sekarang mereka berdua puluh satu karena masing-masih sudah memiliki anak. Mommy dan Daddy Arga punya aku dan Andra. Mamah April dan Papah Sigit punya dua jagoan, Mas Yongki dan Yoga, berbanding dengan Bunda Lelis dan ayah Wahyu yang kedua anaknya perempuan semua, Serlin dan Maura. Sementara Bunda Mega dan ayah Haris punya Salsa dan Bang Eza. Terakhir Amih Dinda dan Abi Andi yang punya si kembar Gilang dan Ghita, ditambah adik mereka Giian. Kami bersebelas pun kini sudah seperti keluarga karena memang dalam setahun, kami akan berkumpul minimal dua kali. Namun, seringnya kami berkumpul lebih dari lima kali karena saat ada acara-acara tertentu The ladies Lima Sekawan memang saling mengundang meskipun terkadang tidak semuanya datang karena ada kepentingan lainnya. “Ta, beneran mau ke Paris?” tanya Yoga saat aku baru saja duduk di tikar karpet yang digelar di bawah pohon mangga yang berada di halaman belakang rumahku. “Iya, mau ikut?” Yoga tertawa mendengar celetukan pertanyaan dariku. “Kamu pikir Paris itu Cirebon, Jakarta dan sekitarnya yang tinggal naik mobil, beres sampai sana. Gila, Paris itu jauh banget, mesti naik pesawat yang tiketnya mehong ditambah lagi urus Visa dan lainnya. Ribet,” celoteh Yoga. Dia memang adiknya Mas Yongki, tapi karakternya berbanding terbalik dengan sang kakak. Kalau Yoga begitu renyah berujar dan berkata-kata, mas Yongki justru sebaliknya. Dia irit bicara dan hanya akan mengeluarkan kalimat yang menurutnya penting saja. “Iya, ya Ga, Paris kejauhan. Kenapa nggak di Bandung saja sih. Kan enak biar deket sama Mas Kiki … eh Mas Kiki.” “Ciye … Mas Kiki,” koor semuanya menanggapi omongan Bang Eza. Bang Eza memang yang paling berani melemparkan gurauan dan ledekan pada Mas Yongki. Kalau yang lain, mereka hanya berani meledekku saat Mas Yongki tidak berada bersama kami karena sudah dipastikan aura wajah Mas Yongki berubah menyeramkan kalau sudah mulai diledek perihal rasa cintaku padanya. Aku tahu dia tidak suka diledek seperti itu. Aku tahu dia selalu marah jika yang lain membahas aku yang sejak dulu selalu menempel dan tidak mau jauh darinya. Aku tahu dia juga tidak suka dipanggil Mas Kiki, panggilan sayang dariku saat aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Aku tahu dia memang tidak pernah menyukaiku, tapi sayangnya aku mengabaikan semua itu hingga perasaan untuknya terus saja berkembang dan tidak bisa aku redupkan lagi. “Ta, nanti nggak rame dong kumpul keluarga tanpa kamu.” “Ah, masa sih, sebelas dikurang satu mah kagak bakal ngefek, Lin. Lagian aku di sana nggak lama kok, paling tiga atau empat tahun saja,” ujarku santai sambil melirik ekspresi wajah Mas Yongki yang selalu tampak datar. “Wah, lama banget itu Ta, berarti selama itu juga kita kekurangan personil kalau ngumpul,” sahut Bang Eza yang diangguki oleh yang lainnya. “Nggak apa-apa, Bang. Lagian aku malah ragu kalau waktu tiga tahun bisa mengubur perasaanku pada Mas Yongki,” akuku sambil berusaha tegar saat mengucapkannya. Padahal, seandainya bisa jujur, dadaku serasa remuk redam saat mengatakan hal itu. Berpisah dan jauh dari Mas Yongki memang sebuah pilihan yang aku ambil agar rasa hati ini tidak semakin mendamba dia yang tidak pernah mempedulikanku. “Bagus lah, Ta. Siapa tahu kamu kecantol cinta bule sana. Jadi, aku bebas dari mulut usil mereka,” tanggap Mas Yongki yang semakin membuat hatiku tercabik dan berdarah-darah. Dia malah mendoakan aku kecantol cinta dengan bule. Dia mungkin orang yang paling merasa bahagia dengan kepergianku. Dia mengaku merasa bebas saat aku tak lagi ada di dekatnya. Itu membuat aku sadar kalau cintaku terasa begitu mengenaskan. Aku cantik, tapi dia tidak pernah mengakui kecantikanku. Aku pintar, tapi baginya aku gadis bodoh yang masih saja mengharapkan dia yang sama sekali tidak pernah mengharapkanku. Tuhan, memang dia alasanku pergi meninggalkan negara ini. Semoga dengan berada di tempat yang begitu jauh darinya, aku bisa sedikit demi sedikit menghapus nama Mas Yongki. Aku menunduk karena mataku terasa panas mendengar kalimat yang dilontarkan mas Yongki barusan. Harus kuakui, semua yang berada di sini juga tahu kalau aku menyukai mas Yongki padahal Mas Yongki sudah berulang kali menolakku. Harus kuakui kalau semua keluarga The Ladies Lima Sekawan sudah tahu kalau sedari dulu aku memang tidak tahu malu melontarkan kalimat cinta untuk Mas Yongki meskipun Mas Yongki akan berteriak dengan lantang menolak kata cinta dan ajakanku agar dia mau menikah denganku, menjadi suamiku dan menjadi pangeran berkuda putih seperti dalam impianku. Dia menolakku, dia bilang tidak pernah menyukaiku. Dia tidak ingin aku menjadi istrinya dan dia tidak akan pernah menikah kalau di dunia ini hanya ada aku wanita yang tersisa. Dulu, hal ini tidak pernah mengusikku. Dulu, aku tidak peduli dengan balasan perasaan mas Yongki. Dulu, semakin dia menolakku maka aku semakin mengejarnya. Dulu Aku tidak peduli dia mengacuhkanku karena aku akan terus menempel padanya. Namun, itu dulu, dulu saat aku masih anak-anak dan nyatanya semakin dalam perasaanku pada mas Yongki, semakin aku berharap dia bisa membalasnya. “Maaf ya, Mas. Selama ini, Tata emang sering nyusahin Mas. Gara-gara aku, mas Yongki juga sering diledek mereka. Aku sadar kok kalau mas Yongki memang tidak pernah menyukaiku, tapi aku harap saat aku jauh dari Mas. Mas akan merasa kehilangan dan sepi tanpa adanya aku di antara mereka. Aku tahu kalau Mas Yongki selalu menganggap semua ucapanku ini tidak serius, tapi sebelum aku pergi. Aku ingin mas Yongki tahu kalau aku pergi karena memang ingin melupakan mas Yongki. Maaf ….” Aku tak kuasa terus berada di sana. Berada di sana rasanya membuat pasokan oksigenku begitu cepat habis hingga untuk bernapas saja rasanya teramat sesak. “Ta … mau kemana sih? Di sini saja dong, ini kan farewell kita,” teriak Bang Eza mencoba membuatku tetap berada di sana. Namun, aku hanya mampu melambaikan tangan tanpa membalikan badan. Berada di dekat mas Yongki selalu membuatku sadar kalau aku memang wanita paling bodoh di dunia. Aku begitu bodoh karena hanya menginginkan satu pria yang begitu tidak menyukaiku. Aku bodoh … dan biarkan si bodoh ini pergi agar bisa membuat diriku terbebas dari bayang-bayang mas Yongki. Paris, bantu aku melupakan cintaku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook