bc

TEAM SEVEN (THE REAL FACE)

book_age18+
377
FOLLOW
2.1K
READ
arrogant
bxg
mystery
scary
genius
ghost
demon
city
crime
horror
like
intro-logo
Blurb

Petualangan TEAM SEVEN dimulai lagi, bukan menghadapi hantu biasa seperti sebelumnya melainkan menghadapi musuh kuat yang mengerikan dan berbahaya. Bukan hanya masalah hantu yang menjadi permasalahan mereka sekarang, kisah cinta antara Kinsey dan Flinn pun membuat suasana menjadi semakin rumit.

Cerita ini merupakan SEQUEL DARI TEAM SEVEN. Sangat disarankan untuk membaca cerita pertamanya untuk pengenalan tokoh dan alur ceritanya.

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1 MUMMY (PART 1)
Gelap, satu-satunya kata yang cocok untuk menggambarkan tempat dimana aku berada saat ini. Aku tidak tahu dimana tepatnya aku berada tapi jika melihat banyaknya pohon tinggi disini, kurasa aku sedang berada di sebuah hutan. Kenapa aku bisa berada di sini? Jujur aku pun tidak tahu jawabannya. Ketika kubuka kedua mataku, aku sudah berada di sini. Kuedarkan pandangan ke arah kanan dan kiri, hening ... tak ada siapa pun. Lalu aku melangkahkan kakiku tanpa tujuan. Satu-satunya yang ada di dalam pikiranku sekarang hanyalah satu yaitu keluar dari tempat terkutuk ini. Langkah demi langkah kutelusuri dan terhenti karena tepat di depan mataku berdiri seseorang dengan jubah merah yang membalut tubuhnya. Beruntung kepalanya tidak tertututpi jubahnya, setidaknya aku bisa melihat rambutnya. Entah sosok siapa pun itu, dia sedang dalam mode membelakangiku. Mengingat hanya ada kami berdua di hutan belantara ini akhirnya ku putuskan untuk menghampirinya. Langkah demi langkah membuatku semakin dekat dengannya. Tanpa sadar aku pun sudah berdiri tepat di belakangnya. Dari jarak sedekat ini, ku sadari tinggi badan kami sama, dan warna rambutnya itu serta potongannya entah mengapa aku merasa tidak asing dengannya. Mungkin pemikiranku ini gila tapi postur tubuhnya itu sangat mirip denganku, setidaknya itulah menurutku. “Hai,” sapaku seramah mungkin, sesuatu yang jarang ku lakukan pada orang yang baru kutemui. Tapi sekali lagi mengingat hanya kami berdua yang berada di tempat ini membuatku mau tidak mau harus bersikap sebaik mungkin padanya karena mungkin saja dia bisa membantuku keluar dari hutan misterius ini. “Hallo,” sapaku lagi dan untuk kedua kalinya dia mengacuhkanku. Aku merasa mulai kesal karena diacuhkan sehingga sebuah pertanyaan pun terlintas di benakku. Mungkinkah orang lain yang kuabaikan juga merasakan perasaan kesal sepertiku? Mungkin kelak aku harus sedikit bersikap baik pada orang lain. Abaikan pemikiran ini, yang terpenting sekarang adalah mengetahui siapa orang angkuh yang berdiri di depanku ini. Akhirnya ku beranikan diriku untuk membuat kontak fisik dengannya. Aku memegang bahu dan kuputar agar dia menghadap ke arahku. Berhasil, kini kami sudah saling berhadap-hadapan. Dia menunduk membuatku tidak bisa melihat wajahnya, tapi melihatnya lebih seksama seperti ini membuatku semakin yakin bahwa dia memang mirip sekali denganku. Siapa sebenarnya dia? Tidak mungkin dia saudara kembarku karena aku jelas hanyalah seorang anak tunggal yang malang, tidak punya kakak jelas tidak punya adik juga. Entah apa yang dipikirkan orangtuaku yang kaya raya itu, mereka memutuskan hanya memiliki satu anak saja dan sialnya anak tunggal mereka itu adalah aku. Jadi siapa orang ini? Kenapa dia begitu mirip denganku? “K-Kau ini sebenarnya siapa?” Pertanyaan ini yang akhirnya ku utarakan padanya. Dia masih diam dan tak ada tanda-tanda akan menyahut. Tapi dari gerakannya, aku bisa menebak dia akan memperlihatkan wajahnya padaku. Dengan gerakan yang sangat perlahan dia mengangkat kepalanya. Kuteguk saliva, entah mengapa aku merasa bukan hanya sekedar mirip denganku tapi orang ini benar-benar sama persis denganku. Seketika aku mundur beberapa langkah ketika wajahnya terekspos sepenuhnya. Wajah itu jelas bukan wajahku. Sungguh wajahnya sangat mengerikan lebih tepatnya dia tidak memiliki wajah karena wajahnya itu berbentuk tengkorak tanpa kulit ataupun daging. Matanya berkilat merah begitupun dengan warna tulangnya itu, merah pekat seperti dilumuri darah. Sosok itu melangkah mendekatiku, meski aku mencoba menjauhinya dia tetap mendekatiku. “Jangan mendekat !!” teriakku tapi sama sekali tidak digubris olehnya. Dia semakin mendekat dan mendekat membuat peluh mulai membanjiri pelipisku. Takut ... ya mungkin aku sedang ketakutan saat ini. Ketika jarak kami hanya tinggal beberapa mili, dia merentangkan kedua tangannya mungkin hendak mencekikku. Wuaaaaaaaaaaaaaaaaaa Seiring dengan suara teriakan kencang yang meluncur mulus dari mulutku. Aku pun terbangun dengan nafasku yang terengah. Kuedarkan pandangan, tempat ini ... kuyakini adalah kamarku. Hutan gelap tadi dan sosok tengkorak merah yang menyeramkan tadi sudah lenyap bagai tertelan bumi. Mimpikah aku? Kulirik ke arah jam yang bertengger kokoh di dinding kamarku, waktu menunjukan pukul 6.32 pagi. Sepertinya aku memang bermimpi barusan. Aku memegang keningku yang terasa sakit, nafasku masih memburu seolah aku baru saja lari maraton berkilo-kilo meter. Di tengah-tengah usahaku untuk mengatur nafasku agar normal kembali, mataku melirik ke arah nakas yang berada tepat di samping tempat tidurku. Ada sebuah pigura disana yang memperlihatkan fotoku sedang bersama seorang gadis. Seorang gadis yang sangat ku cintai tapi dengan kejamnya dia telah direnggut paksa dariku. Jane ... ya dialah gadis itu, cinta pertamaku sekaligus tunanganku. Seandainya peristiwa itu tidak terjadi mungkin saat ini dia sudah menjadi istriku. Dalam foto itu kami berdua sedang tertawa riang, terlihat sangat bahagia. Bertolak belakang sekali dengan keadaanku sekarang yang bisa dikatakan sangat kacau. Semenjak kepergiannya, aku merasa hidupku berantakan. Hidupku yang mulai berwarna semenjak kehadirannya kini kembali meredup. Aku merasa hidupku kembali seperti dulu lagi sebelum aku bertemu dengannya. Kehidupan yang penuh dengan rasa sepi, tidak ada semangat dan jika disuruh memilih aku lebih memilih untuk pergi dengannya ke dunia lain daripada harus tetap hidup di dunia ini tanpa kehadirannya. Sehancur itukah aku tanpanya? Jawabannya adalah ‘IYA’, aku benar-benar hancur tanpanya. Hidupku berantakan tanpa kehadirannya. Mungkin aku akan menjadi orang gila secara perlahan. Dengan gontai aku turun dari atas tempat tidurku. Aku melangkah menuju kamar mandi. Begitu berada di dalam kamar mandi, ku nyalakan shower sehingga airnya membuatku basah kuyup. Aku bahkan tidak melepas pakaianku terlebih dahulu. Kubiarkan air dingin yang mengalir deras dari shower mengguyur tubuhku. Setidaknya air itu mampu menyamarkan air mataku yang sebenarnya sedang mengalir deras dari kedua mataku. Menangis seperti ini benar-benar bukan gayaku. Tapi entah kenapa semenjak pemakaman Jane, air mata ini selalu mengalir dengan sendirinya tanpa kehendakku. Tubuhku terasa semakin lemas hingga membuatku merosot di lantai dengan air shower yang masih setia mengguyurku. “Kau lihat Jane, aku berubah jadi pria cengeng sekarang. Memalukan, bukan?” gumamku seperti orang gila, padahal aku sedang sendirian disini. Aku bahkan sangsi Jane akan mendengar gumaman konyol ini. Cukup lama aku dalam kondisi menyedihkan seperti ini mengabaikan tubuhku yang mulai menggigil kedinginan. Namun pada akhirnya aku melepas semua pakaianku dan melakukan aktivitas mandiku dengan cepat. Aku keluar dari kamarku setelah selesai berganti pakaian. Aroma wangi makanan seketika menusuk indra penciumanku. Bukan sesuatu yang aneh mengingat ada orang lain selain aku yang tinggal di rumah ini. Aku melangkah menuju ruang makan dan terlihatlah disana, sepasang pria wanita sedang tertawa dengan riang. Kinsey dan Luke terlihat sangat akrab dan bahagia, melihat mereka entah mengapa mengingatkanku pada hubunganku dengan Jane dulu. “Hei, selamat pagi.” Sapa Luke ramah setelah dia menyadari kehadiranku. “Hm.” Kubalas dengan gumaman pendek, lalu aku duduk di salahsatu kursi di depan meja yang di atasnya sudah terhidang cukup banyak makanan. Dari penampilannya terlihat makanan-makanan ini sangat lezat. “Hei kau tahu, selain cantik dia juga sangat pandai memasak. Benar-benar tipe istri idaman.” Aku melirik ke arah Kinsey, ku lihat wajahnya merona mendengar pujian dari Luke. Sedangkan aku hanya diam tak berminat untuk menyahutinya sedikit pun. “Luke, kau berlebihan.” Kinsey menyahut. “Aku serius lho. Ayo kita mulai makan, aku sudah tidak sabar menyantap makanan-makanan ini.” Luke mengatakannya dengan semangat. Dia menarik kursi di depanku dan tanpa ragu duduk di sana. “M-Maaf, kalian makan duluan saja ya. Aku akan pergi ke kamarku sebentar.” ucap Kinsey, dia melangkah pergi bahkan sebelum kami menyahutinya. “Hei cantik, kenapa malah pergi? Tadi kau semangat mengajakku makan bersama sampai kau memasak sebanyak ini.” Kinsey hanya tersenyum tipis dan tanpa kata melanjutkan langkah kakinya. “Kenapa dengan dia?” tanyanya namun ku abaikan karena aku juga tidak tahu alasan Kinsey bersikap seperti itu. “Padahal tadi dia sangat bersemangat sebelum kau datang. Kenapa setelah kau datang, dia jadi bersikap begitu dan pergi begitu saja? Dia seperti menghindarimu, jangan-jangan kalian sedang ada masalah, ya?” Aku mengernyit mendengar pertanyaan Luke. Sebenarnya perkataannya itu ada benarnya juga. Aku tidaklah bodoh sampai tidak menyadari bahwa Kinsey sengaja menghindariku. Semenjak kejadian di pemakaman Jane, ketika dia menyatakan perasaannya padaku, sikapnya padaku berubah drastis. Dia nyaris tak pernah menampakan dirinya di depanku meski kami tinggal dalam satu atap. Seandainya tanpa sengaja kami berpapasan pun dia selalu pergi seperti yang dia lakukan barusan. Aku tahu mungkin kata-kataku saat itu sangat kejam. Aku menyuruhnya untuk pergi bukan berarti aku mengusirnya. Aku hanya merasa harus melakukan itu demi keselamatannya. Musuh yang akan kami hadapi nanti bukanlah musuh sembarangan. Mereka pengikut iblis yang berbahaya dan aku tidak ingin melibatkan Kinsey dalam bahaya sebesar ini. Itulah satu-satunya alasanku menyuruhnya pergi. Tapi sepertinya dia salahpaham padaku. Mungkin seharusnya aku menjelaskan alasanku padanya tapi kata-kataku waktu itu justru sangat kejam. Aku yakin dia sakit hati mendengarnya. Tapi sungguh aku sangat terkejut mendengar pengakuannya . Dia jatuh cinta padaku? Sangat lucu menurutku. Kenapa dia bisa jatuh cinta pada pria sepertiku? Aku selalu berkata kasar padanya, aku juga selalu bersikap dingin padanya. Tak terhitung kata-kataku yang menyakiti perasaannya. Tapi apa yang membuatnya bisa jatuh cinta padaku? Akan lebih masuk akal jika dia mencintai pria seperti Luke atau Roy. Mereka berdua selalu memperlakukannya dengan baik. Mereka perhatian dan peduli padanya. Menurutku Luke dan Roy juga cukup tampan, sesuatu yang wajar jika mereka disukai banyak wanita termasuk Kinsey. Satu-satunya alasan yang paling logis dia jatuh cinta padaku mungkin karena wajahku yang kebetulan tampan menurut orang lain. Aku sendiri tidak pernah membanggakan wajahku atau penampilanku. Bukan maksud untuk pamer tapi sejak kecil memang banyak wanita yang menggilaiku, dan aku muak setiap kali ada wanita yang jatuh cinta padaku hanya karena mereka melihat dari sisi penampilanku saja. Dan Kinsey adalah salah satu dari wanita-wanita yang menyebalkan itu. Ya, hanya alasan ini yang paling masuk akal menurutku. “Kok malah melamun sih. Sudah kuduga kalian memang sedang ada masalah.” Kata-kata Luke telah kembali menyadarkanku dari pemikiran konyolku yang tak penting menurutku. Aku menatap Luke yang sedang menyantap makanannya dengan datar. Orang ini masih begitu misterius di mataku. Jujur saja aku belum mempercayainya sepenuhnya. “Kau jangan lupa alasanku mengizinkanmu menumpang di rumahku.” ujarku ketus. Seketika dia menghentikan makannya dan menatapku intens. “Kau ini memang tidak bisa ya berbicara sopan pada orang lain. Bukan aku yang meminta untuk tinggal di sini, sebenarnya aku tidak keberatan tinggal di hotel atau penginapan. Lagi pula kau yang mengajakku tinggal di rumahmu ini, kan?” “Sepertinya harus ku luruskan lagi padamu. Bukan aku yang mengajakmu tinggal disini tapi Roy." Aku kembali teringat pada sahabat bodohku itu. Dengan entengnya dia mengajak Luke untuk tinggal di rumahku tanpa meminta izinku dulu seolah rumah ini adalah rumahnya. Aku berharap Luke menolaknya karena jujur saja aku tidak suka ada orang asing yang menetap di rumahku, alasannya karena aku tidak suka kebisingan. Tapi tak kuduga Luke langsung menerima ajakan Roy membuatku terpaksa mengizinkannya tinggal di rumahku ini. Roy mengatakan alasan dia mengajak Luke tinggal di rumahku karena kini Luke merupakan bagian dari kami meski aku tak pernah mengakuinya sebagai bagian dari team seven. Satu-satunya alasanku tetap mau berinteraksi dengannya hanya karena satu alasan. Ya, karena dia mengetahui banyak hal tentang para pengikut iblis yang menjadi musuhku sekarang. “Kapan kita akan berangkat?” tanyaku mengalihkan pembicaraan kami. “Kapan pun jika kalian sudah siap. Lebih cepat lebih baik.” jawabnya sambil kembali melanjutkan aktivitas makannya. “Kemana kita akan pergi?” tambahku. “Negara yang cukup panas tapi mengagumkan.” jawabnya yang membuatku mengernyit tak paham. “Mesir.” tambahnya. Negara yang cukup terkenal tapi seumur hidupku aku belum pernah mendatanginya. Sebenarnya meski orangtuaku kaya raya tapi aku tidak terlalu hobby jalan-jalan. Bahkan bisa dihitung dengan jari negara lain yang pernah ku datangi. “Kau yakin salah satu dari cenayang itu ada di sana?” “Tentu saja, sudah kukatakan aku sudah mencari informasi tentang mereka.” Aku hanya menghela napas panjang mendengarnya sebelum akhirnya aku memantapkan hatiku untuk mengambil sebuah keputusan. “Kita akan berangkat besok. Seperti yang kau katakan, lebih cepat lebih baik.” Dia tersenyum tipis mendengar perkataanku. “Terserah kau saja. Hanya saja pastikan kau menyiapkan semuanya dengan sempurna karena perjalanan kita akan sangat panjang dan menegangkan.” timpalnya sambil menyeringai padaku. “Tentu, setelah ini aku akan menghubungi Roy dan menyiapkan semua yang diperlukan untuk perjalanan ini. Dan kau ...” Kujeda perkataanku, entahlah aku hanya merasa ragu untuk mengatakannya. “Aku, kenapa? Lanjutkan perkataanmu tadi.” “Kau beritahukan hal ini pada Kinsey. Katakan padanya untuk bersiap-siap.” Akhirnya kuutarakan juga perkataan yang tadi sempat tertunda. “Kenapa harus aku yang mengatakannya? Kenapa tidak kau saja?” Aku tidak menyahutinya dan memilih untuk memulai aktivitas makanku. “Sepertinya kalian memang sedang ada masalah.” tambahnya yang lagi-lagi kuabaikan. Aku tetap menyibukkan diriku dengan menyantap makananku. Seperti dugaanku makanan ini memang sangat lezat, harus kuakui Kinsey memang pandai memasak. Mungkin dia memang tipe istri idaman seperti yang dikatakan Luke.   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

HYPER!

read
556.9K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K
bc

Everything

read
278.0K
bc

Marry Me If You Dare

read
222.8K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook