bc

Jill [BAHASA INDONESIA]

book_age12+
794
FOLLOW
8.4K
READ
goodgirl
student
drama
sweet
bxg
highschool
secrets
school
like
intro-logo
Blurb

Jilliana Callysta yang dulunya memilih tinggal bersama sang mama akibat perceraian kedua orang tuanya, akhirnya kini memutuskan untuk tinggal satu rumah kembali bersama papa kandungnya.

semua itu ia lakukan karena sang mama memutuskan untuk menikah lagi, dan Jill sama sekali tidak suka dengan sifat saudara tirinya--Stella.

tidak disangka, kepindahannya itu membuat takdir mempertemukannya dengan cowok bernama Kenzo Julian--tetangga sekaligus kapten basket di sekolah barunya.

chap-preview
Free preview
1
Jill – 1   Disebuah ruangan luas dengan dinding bercat biru laut yang tertempel cermin besar di salah satu bagian dindingnya, enam orang remaja perempuan yang menjadi anggota group dance B3-WILD terlihat serius melakukan latihan gerakan Dance yang sudah lumayan mereka hafal. Kali ini mereka melakukan dance cover dari Gfriend yang berjudul time for the moon night, yang nantinya akan direkam dan di upload ke youtube setelah mereka siap dan juga hafal dengan semua gerakannya. Peluh keringat nampak membasahi wajah dan juga tubuh mereka. Walaupun cukup melelahkan, tapi mereka senang melakukannya. Karena menari adalah sesuatu yang sangat mereka sukai. Musik masih mengalun, begitu juga dengan gerakan tubuh mereka bereenam. Tapi tidak lama gerakan mereka terhenti saat suara pelatih kembali terdengar nyaring menegur nama salah seorang dari mereka yang sedari tadi sudah melakukan kesalahan untuk kesekian kalinya. "Jilliana Callysta!" Gadis yang dipanggil namanya itu menghentikan gerakan. Matanya memejam rapat sesaat merutuki dirinya sendiri dalam hati, dengan napas yang tersengal lelah. "Iya kak." Sahutnya pasrah. Pelatih tersebut mendekat ke arah gadis yang akrab disapa Jill. Pemilik rambut sebahu, bermata sipit, dan bertubuh tinggi ramping. Ahh... ia semakin terlihat cantik dengan kulitnya yang berwarna cerah, biarpun saat ini ia tengah bermandikan keringat ditubuhnya. "Kamu kenapa Jill? Apa kamu sedang ada masalah dirumah? Dari tadi kamu yang terus menerus melakukan kesalahan. Biasanya kamu kan nggak pernah kayak gini." "Maaf..." Jill hanya bisa menunduk, menyesali kesalahannya. Sedari tadi ia tidak bisa konsentrasi akibat terus saja mengingat perkataan saudara tirinya dirumah kemarin. Pelatih yang biasa mereka panggil kak Acha atau kak Cha ini, hanya bisa menghela napas dengan gelengan pelan kepalanya. "Ya udah kalau gitu, latihan hari ini selesai sampai disini dulu." Ucap Acha pada anak-anak yang lain. Satu tangan kanannya terangkat dibahu kiri Jill, lalu kemudian berujar, "Lain kali, kakak nggak mau liat kamu kayak gini lagi. Kalau memang kamu lagi ada masalah dirumah, sebaiknya cepat kamu selesaikan dan jangan dibawa ke tempat latihan. Ngerti?" Jill mengangguk faham, dengan kepala yang masih tertunduk. "Sekali lagi aku minta maaf kak. Lain kali nggak akan kayak gini lagi. Janji." Acha tersenyum. "Ya sudah kalau gitu. Kakak pegang janji kamu." **** Jill berjalan keluar tempat latihan bersama keenam temannya tadi. "Ke kafe biasa yuk!" ajak salah seorang teman dekat Jill yang bernama Angel. Angel ini adalah termasuk anggota B3-WILD yang bersahabat dekat dengan Jill, setelah Kelvin. Saking dekatnya Jill dengan Angel, sampai-sampai keduanya saling mengetahui keburukan satu sama lain. Sayangnya mereka ini tidak satu sekolah. Karena di B3-WILD memang anggotanya berasal dari sekolah yang berbeda-beda. Bahkan ada yang sudah kuliah juga. tapi mereka tidak pernah sekalipun membedakan yang namanya senioritas atau apapun itu. "Ah, Sorry. Kayaknya gue gak bisa ikut. Soalnya gue udah ada janji." ujar Nadin, menyesal. "Gue juga nih, gak bisa lama." Sahut Kayla. Sementara Silvi justru tersenyum cengengesan dengan menggaruk tengkuk belakang yang tak gatal. "Gue.. juga gak bisa ikut. Ada tugas sekolah yang harus gue kumpulin besok." Lalu menyatukan kedua tangannya meminta maaf. "Sorry..." "Oh.. ya udah gak papa." jawab Angel. "Kalau gitu kita bertiga ke kafe duluan ya?" pamit Anggel pada ke tiga temannya yang tidak ikut tadi. Lalu berjalan menuju kafe yang jaraknya tidak jauh dari tempat latihan, bersama Stevi dan juga Jill. "Lo sebenarnya ada masalah apa sih, Jill?" tanya Stevi, yang sepertinya tidak sabar untuk menanyakan hal ini pada Jill. Biarpun pertemanan Jill dan juga Stevi tidak sedekat saat Jill berteman dengan Angel. Tapi Stevi memiliki rasa peduli terhadap semua anggota B3-WILD lainnya. "Iya Jill. Tadi juga pas latihan, nggak biasanya lo salah gerakan mulu. Kenapa?" timpal Angel ikut menanyakan hal yang sama. "Apa ini ada hubungannya sama Nyokap lo yang nikah lagi?" Cukup lama Jill diam dengan langkah kaki yang masih berjalan bersama kedua sahabatnya menuju kafe. Hingga tidak lama Jill mulai menjawab. "Ini semua karena sodara tiri gue yang ngeselin!" **** Jill dan dua temannya yang sudah berada di dalam kafe dengan makanan sekaligus minuman diatas meja, mulai menceritakan mengenai saudara tirinya kepada dua sahabatnya. "Lo yakin? Kalau itu perbuatan saudara tiri lo?" tanya Stevi. "Iya. Bisa aja kan kalau lo cuman salah faham sama dia. lo kan biasanya gitu. Suka berfikir buruk duluan sama orang yang baru lo kenal. Kayak pas sama gue dulu." Ujar Angel mengingatkan. Pasalnya dulu hal itu juga pernah menimpa dirinya. Saat Jill dan angel baru bertemu dan belum kenal baik seperti sekarang. "Gue gak mungkin salah. pasti dia yang udah nuker roti isi gue pakek selai kacang. Untung aja gue gak jadi nelen tuh roti." "Tapi menurut lo nih ya, emang dia tau kalau lo itu punya alergi kacang sama udang?" tanya Angel. Dan Stevi mengangguk membenarkan pertanyaan dari sahabatnya barusan. Jill terdiam sesaat sedikit berfikir, lalu kemudian menjawab. "Gue... juga gak tau pasti sih. tapi bisa aja kan nyokap gue ngasih tau dia." Jill mengacak rambutnya gusar. "Ahh.. gak tau deh. Pusing! Pokoknya gue mau pindah secepetnya ke rumah bokap. Titik!" "Jadi, lo takut sama dia?" tanya Stevi. "Takut?" Jill tertawa nyaring. "Enggak lah." "Terus kenapa lo malah mau pindah tinggal sama bokap lo?" -Angel. Jill terdiam sejenak. Mengingat kembali apa yang dikatakan saudara tirinya kemarin yang menginginkan Jill agar pergi dari rumah itu. karena jika tidak, maka saudara tirinya itu akan mencari cara agar ayahnya menceraikan mamanya. Jill tidak mau itu terjadi, karena ia tau bahwa mamanya sangat mencintai suaminya yang sekarang. Dan dia tidak mau membuat mamanya menjadi sedih. Untuk itu dia mengalah dan menutupi ini semua dari sang mama. "Karena gue sayang sama Nyokap gue." *** Keesokan harinya, Jillian yang sebelumnya sudah memberitahu keputusannya untuk pindah dan tinggal satu rumah dengan ayahnya. Kini mulai membereskan semua pakaian yang ada didalam lemari. Padahal ia baru saja pindah dirumah itu beberapa hari yang lalu. Tapi kini ia sudah harus kembali mengosongkan lemari pakaian untuk keluar dari rumah itu. Papa tirinya yang sedari tadi berusaha membujuk Jill agar tetap tinggal, sama sekali tidak membuat pendirian Jill goyah. Sementara mamanya masih saja tidak bisa berhenti menangis didalam kamarnya. Tidak mau jika anak perempuannya itu sampai pergi, setelah sebelumnya anak lelakinya yang paling kecil memilih tinggal bersama ayahnya pada waktu awal mereka bercerai. Memang Nita-ibunda Jill, memiliki dua anak yaitu laki-laki dan perempuan. Ia dan mantan suaminya-Anton, memberi kebebasan anak-anaknya untuk memilih akan ikut siapa nantinya. Dan keduanya sudah memberikan pilihannya masing-masing. Satu ikut Anton, dan yang satunya ingin ikut Nita. Tapi sekarang, saat anak perempuannya mengatakan ingin tinggal bersama ayahnya, perasaannya menjadi hancur dan terluka. Perasaan ditinggalkan mulai merasuki hati dan fikirannya. Dan itu benar-benar menyakitinya. "Jill. Om mohon sama kamu. fikirkan lagi semuanya. Apa kamu gak kasian sama mama kamu?" ujar Hendra-papa tiri Jill. "Maaf om. keputusan Jill udah bulat." Jill menarik resleting tas ranselnya, saat seluruh bajunya sudah ia masukkan penuh. Walaupun tidak semua, karena nanti yang lainnya akan menyusul dan supir yang akan mengantarkan keseluruhan barang-barang milik Jill untuk dipindahkan. "Jill. Kalau dari awal kamu nggak suka mama kamu menikah sama om, kenapa waktu itu kamu menyetujuinya? Seharusnya kamu bilang dari awal. Kalau kayak gini jadinya, kan kasian mama kamu." Tangan Jill terangkat cepat, mengaitkan anak rambut yang terjatuh kebelakang telinganya karena menunduk lama. Lalu menegakkan tubuh dan berbalik menatap Hendra yang sedari tadi ia punggungi. "Enggak om. bukan karena itu." Jill memberi jeda dan kembali berbicara. "Jill kan dari awal udah bilang ke mama, kalau Jill pindah karena memang Jill pengen tinggal bareng lagi sama papa Jill. Dan itu semua nggak ada hubungannya sama pernikahan om dan mama." "Tapi Jill, tetep aja om gak tega liat mama kamu yang terus menerus nangis gak mau berhenti." "Ya udah. Nanti biar Jill bicara lagi sama mama. Om nggak perlu kuwatir. Nanti juga mama bakal ngerti." **** Setelah Jill berhasil membujuk mamanya agar tidak menangis dan terlalu mengkhawatirkannya, akhirnya Jill sekarang bisa pergi dengan perasaan lega. "Kamu beneran ya, harus sering-sering kunjungi mama disini. mama sayang sama kamu." ibu dan anak itu saling berpelukan cukup lama. Air mata mulai menetes jatuh dari kedua pipi Jill. Namun gadis itu dengan cepat menghapusnya. Tidak mau jika sampai mamanya tau kalau ia sedang menangis. Saat pelukan mereka terlepas, Stella-yang adalah anak tiri dari Hendra, mendekat memberinya pelukan erat yang sama sekali tidak dibalas oleh Jill sedikitpun. "Lo kenapa sih Jill mesti pindah? Padahal baru kali ini gue ngerasain yang namanya punya saudara. Walaupun kita saudara tiri, tapi gue sayang banget sama lo. apa lo gak bisa berubah fikiran dan tetep tinggal disini?" Stella bahkan sungguh pintar memainkan perannya saat ini. terbukti dengan air mata yang ia jatuhkan saat dirinya tengah memeluk tubuh Jill erat. 'Dasar muka dua! Seharusnya lo ikutan casting buat main Drama!' sayangnya apa yang dikatakan Jill itu, hanya sanggup ia teriakkan dalam hati. Sungguh. Ia tidak pernah berniat ingin menceritakan pada mamanya, mengenai sikap asli Stella-saudara tirinya. Jill tidak mau membuat mamanya menjadi terbebani dengan hal itu. "Sorry Stell, tapi gue beneran gak bisa rubah keputusan gue. Gue juga sayang sama lo." kata Jill, yang tengah berusaha berakting dengan baik didepan ayah tiri dan juga mama kandungnya. "Walaupun kita udah gak tinggal satu rumah. Tapi kita kan tetep saudara. Ya kan?" Jill memaksakan senyum terbaiknya di depan Stella yang sejujurnya merasa mual saat mengucapkan kalimat barusan. Mau bagaimana lagi, ia hanya bisa mengikuti alur drama yang dimainkan Stella saat ini dan tidak bisa berbuat banyak saat mama kandung dan juga ayah tirinya tengah melihat keakraban yang dibalut kepalsuan didalamnya. "Ya udah. Kalau gitu mah, om. Jill pamit ya?" ucap Jill mengalihkan pandangan pada kedua orang tuanya. "kamu beneran gak mau dianter supir?" tanya Nita dengan suara parau akibat tangisnya. "Nggak perlu Mah. Udah ada temen Jill yang nungguin didepan rumah, sekarang?" "Siapa? Anggel? Atau Kelvin?" mamanya bertanya kembali. "Kelvin mah..." "Oh ya Jill, alamat rumahnya gak ketinggalan kan? Kali aja nanti kamu lupa pas dijalan." Tanya Hendra memastikan. "Udah kok, om." Lagi-lagi panggilan itu yang ia dengar. Memang semenjak Hendra menikah dengan Nita, tidak pernah sekalipun ia mendengar Jill memanggilnya dengan sebutan papa. padahal dalam hati ia sungguh ingin Jill bisa memanggilnya papa, biarpun itu hanya untuk sekali saja. tapi rasa sayangnya terhadap Jill tidak pernah berkurang, biarpun Jill masih saja memanggilnya dengan sebutan om. ia begitu tulus menyanyangi Jill layaknya anak kandungnya sendiri, biarpun ia dan Jill hanya tinggal serumah beberapa hari, terhitung dari tiga hari yang lalu. **** Dibalik pagar tinggi yang menjulang, Jill bisa melihat sosok lelaki berjaket kulit tanpa helm, sudah menunggunya diatas sebuah motor sport. Kepalanya menunduk memainkan game diponsel untuk mengusir rasa jenuh yang perlahan datang akibat menunggu lama. Karena ia yang datang lebih cepat dari waktu janjian sebelumnya. Kelvin Arsalan namanya. Lelaki tampan yang juga termasuk anggota dari group dance B3-WILD ini, memiliki bakat, keahlian dan minat yang sama seperti Jill dalam menari. Ia cukup tau apa yang disukai Jill dan apa yang tidak. ia juga tau nama group k-pop yang paling digilai Jill. Karena selama ini ia sudah berteman sangat dekat dengan gadis itu. saking dekatnya sampai-sampai membuat rasa suka untuk gadis itu muncul seiring berjalannya waktu. Dan semakin lama rasanya semakin tidak terbendung lagi. Kelvin sudah ada niat untuk menyatakan perasaannya. Tapi itu nanti. Disaat waktunya tepat dan tidak untuk sekarang. Kelvin mengalihkan fokus pandangannya, saat tau jika gadis itu sudah keluar. memasukkan ponselnya cepat kedalam saku dengan menatap heran ke wajah Jill yang terlihat sedih. "Kalau sedih, kenapa maksain buat pindah?" "Siapa yang sedih? Sok tau." Jill berucap dengan nada yang tengah menahan tangisnya. "Kalau nggak sedih, kenapa mata lo merah dan sembab gitu, hmm?" "Kelilipan!" ketus Jill yang sebenarnya tidak ingin memperpanjang. "Buruan berangkat!" ada nada rengekan disana. Jill benar-benar ingin segera pergi dari rumah itu, sebelum ia berubah fikiran dan memilih untuk tetap tinggal. "Iya, iya. Ya udah nih. pakek helmnya dulu." Jill menerima helm tersebut dan memakainya. Tidak lama motor yang mereka naiki melesat pergi dari rumah tersebut. **** "Lo yakin ini rumahnya?" tanya Kelvin saat melihat gadis itu yang tengah serius mencocokkan alamat rumah tersebut di kertas yang ia pegang saat ini. "Kayaknya sih. iya." Jill, berucap ragu, tanpa mengalihkan fokus pandangannya dikertas tersebut. Kelvin mengernyit heran tidak percaya. "Jill. Lo terakhir ketemu bokap lo kapan? Sampai alamat rumahnya aja lo gak hafal. Padahal lo pernah tinggal disini juga kan?!" "Bukannya gue gak hafal. tapi gue udah gak pernah ketemu bokap waktu beliau memutuskan ngejual dan beli rumah lain disini." "Kenapa?" tanya Kelvin ingin tau. "Nggak papa." Jika Jill sudah menjawab seperti itu. tandanya ia tidak mau memperpanjang lagi topik pembicaraan barusan. Dan Kelvinpun memahaminya. Tidak bertanya lebih jauh lagi. "Tapi ini bener kok alamatnya." Kata Jill, saat kembali mencocokkan kertas ditangannya. "Coba gue liat." Kelvin dengan teliti membaca alamat yang ada dikertas tersebut. "Oh iya, bener nih alamatnya." Kelvin menunjuk angka yang ada di pagar rumah tersebut. "Tuh liat. Nomornya sama kan?" "Eh iya. Ya udah deh kalau gitu gue masuk dulu." Jill mulai turun dari motor yang dinaikinya. "Gue gak diajak?" tanyanya heran, karena Jill begitu saja turun dan tidak berniat menyuruhnya masuk sama sekali. "Tadi kata mama, hari ini bokap lagi gak dirumah. Kan gue gak enak kalau ngajak lo masuk tanpa ngenalin lo dulu ke bokap gue. Jadi... lain kali aja, nggak papa kan?!" "Oh.. ya udah nggak papa. kalau gitu gue balik duluan ya?" Jill mengangguk sembari tersenyum dan tidak lupa mengucapkan terimakasih pada Kelvin. "Makasih ya Vin, udah mau repot nganterin gue kesini." "Siip! Apa sih yang nggak buat lo." Kelvin tersenyum jahil. "Isshh! Apaan sih." memukul bahu Kelvin. "Udah, buruan balik sana!" kata Jill mengusir, dengan tertawa geli. Saat motor Kelvin sudah hilang dari pandangannya, ia lalu memutuskan untuk membuka pagar besar dan tinggi yang tidak dikunci sama sekali. Seorang satpam dan juga pembantu menyambutnya hangat dan mempersilahkannya masuk kedalam. Jill melihat kesekeliling mencari keberadaan adiknya Gavin-yang memang tinggal dirumah tersebut bersama ayahnya. "Bik. Gavin mana? Kok dari tadi gak kelihatan?" "Oh. Den Gavin baru aja tidur siang non. Mungkin kecapek'an habis diajarin main basket sama den Kenzo. Tetangga sebelah rumah." Jill hanya membulatkan bibirnya sembari mengangguk. "Ohh..." "Oh ya, non... J...Ji...Jillii..." pembantu tersebut kelihatan kesulitan mengucapkan nama Jillian karena sedikit lupa. Maklum saja, ini baru kali pertama mereka bertemu. "Panggil Jill aja bik. Biar gampang." Jill tersenyum ramah. "Eh, i-iya. Maaf non, bibik emang orangnya sedikit pelupa. Tapi nggak parah kok." Lalu kembali mengatakan apa yang sebenarnya tadi sempat tertunda pada anak majikannya. "Oh ya. Jadi non Jill mau minum apa? juss? s**u? Apa teh mungkin?!" "Apa aja bik. Yang penting dingin. Habis cuaca diluar panas banget." Pembantu tersebut mengangguk faham dan hendak berbalik pergi, yang kemudian ditahan olah Jill. "Eh bik, bentar." "Iya Non, kenapa?" "Kamar saya dimana ya? Soalnya saya udah kegerahan banget, mau cepet-cepet mandi." Pembantu tersebut menunjukkan dimana letak kamar Jill, yang memang berada diatas dan bersebelahan dengan kamar adiknya Gavin. Jill mengucapkan terimakasih, lalu menaiki tangga menuju lantai atas. Ia melihat sebuah papan nama miliknya, yang tertempel di pintu, dan memutuskan untuk masuk. Dinding yang didominasi warna cerah kuning, beserta foto-foto masa kecilnya bersama Gavin dan juga mama papanya saat masih belum bercerai, tergantung cantik didinding kamarnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika papanya masih menyimpan semua foto-foto kenangan mereka dulu. Padahal mamanya sendiri saja tidak memiliki satupun foto saat keluarga mereka masih baik-baik saja. Langkah kaki Jill berjalan mendekat kesalah satu bingkai foto yang sama, yang berada di atas meja nakas. Lalu melepas ransel dipunggung dan menaruhnya asal di atas ranjang. Mengambil foto yang berbingkai itu, dan mengamatinya cukup lama, sembari mengingat kembali kenangan lalu. CEKLEK! Suara pintu kamar mandi terbuka. Jill menoleh. Kedua netranya membelalak lebar dan seketika berteriak kencang saat mendapati seorang laki-laki bertelanjang d**a setengah basah, baru saja keluar kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggangnya. "Aaaaaakkkk!!" Nyatanya teriakan Jill itu sanggup membuat cowok itu terkejut dan akhirnya ikut berteriak kencang saat ada seorang cewek melihatnya dalam kondisi setengah t*******g seperti ini. "Lo siapa? Kenapa lo bisa ada disini?" Jill bertanya dengan nada membentak waspada. Satu tangannya bahkan sudah mengangkat sebuah tongkat yang akan ia gunakan untuk memukul, jika cowok itu berniat jahat padanya. "Seharusnya disini gue yang nanya. Lo itu siapa? Seenaknya masuk rumah Om Anton, sampai berani masuk kekamar kayak gini. lo mau maling ya?" "Hah??" Jill membuka mulut dengan kerutan didahi atas rasa tak percaya terhadap tuduhan yang baru saja ia dengar dari cowok gila didepannya. "Gak usah ngomong sembarangan ya. Gue itu anak dari pemilik rumah ini. elo tuh yang maling!! Keluar dari kamar gue, atau gue panggilin satpam dan kalau perlu gue teriakin lo maling, biar seluruh orang dikompleks sini denger dan gebukin lo!" "Yang ada mereka yang bakalan gebukin lo. denger ya, setau gue om anton itu cuman punya satu anak cowok. Jadi lo gak usah ngaku-nga----" Ucapan cowok itu terhenti, saat merasa jika handuk yang sedari tadi melilit pinggangnya terlepas jatuh kelantai dan membuatnya benar-benar dalam keadaan t*******g bulat. Jill yang dengan jelas melihat milik cowok itu, lagi-lagi berteriak dengan satu tangan menutupi matanya yang kini sudah tidak suci lagi. Sementara tongkat yang sedari tadi ia pegang, sudah mendarat mulus dikening cowok itu, akibat Jill yang reflek melemparkannya--saat cowok itu sibuk kembali mengambil dan melilitkan handuk yang terjatuh tadi dipinggangnya. Cowok itu memekik sakit. Sementara Jill sudah berlari keluar dengan teriakan kencang menggema yang bisa didengar seisi rumah. "Dasar cewek gila! Lo mau bunuh gue?!" maki cowok itu, dengan nada berteriak kencang, saat menyadari keningnya yang kini sudah berdarah akibat lemparan tongkat yang tadi Jill lakukan padanya. "Gue. Kenzo Julian, nggak akan biarin lo lepas gitu aja!" ucapnya geram. Lalu ikut keluar untuk meminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah diperbuat cewek gila tersebut pada wajah tampannya. **** [BERSAMBUNG]    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Broken

read
6.2K
bc

The crazy handsome

read
465.2K
bc

My Hot Boss (Indonesia)

read
659.9K
bc

LOVE ME

read
769.5K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.7K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.6K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
112.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook