bc

Baby Girl?

book_age16+
852
FOLLOW
6.0K
READ
billionaire
family
powerful
drama
sweet
bxg
office/work place
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Alam yang indah ditemani oleh cahaya rembulan dan taburan bintang di langit. Ada seorang wanita-Nella tengah mengendap-endap menyusuri jalan sambil membawa sebuah keranjang yang entah berisi apa didalamnya. Wanita itu mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang sedang mengintai sebuah rumah yang akan menjadi sasarannya. Namun tiba-tiba saja, pandangan wanita itu tertuju pada sebuah rumah sederhana yang berada disekitar tempat tinggal penduduk.

Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya berada di depan rumah itu. Wanita itu pun meninggalkan keranjang yang dia bawa tepat di depan pintu rumah itu. Kemudian dengan sembuyi-sembunyi, dia berjalan meninggalkan rumah itu tanpa dicurigai oleh siapa pun.

Tak lama setelah wanita itu pergi menjauh meninggalkan rumah tempat dimana dia meninggalkan keranjangnya, tiba-tiba saja pintu rumah tersebut terbuka dan muncul lah seorang wanita muda dengan balutan baju tidur berwarna merah. Wanita itu tampak sedang berdiri sambil memegang ponselnya tanpa berniat melangkah. Setelah ia selesai mengamati ponselnya, ia pun melangkah keluar dari rumah. Namun dia terkejut melihat ada sebuah keranjang besar berada di depan rumahnya.

"Eh! Keranjang siapa nih?"

Johanes yang memilih untuk meninggalkan semua tentang keluarganya akhirnya kembali bertemu dengan kenyataan yang tak ingin lagi hilang.

"Aku akan mendapatkanmu kembali!"

chap-preview
Free preview
Unexpected
Author POV Seorang wanita dengan balutan baju tidur merah menatap aneh keranjang di hadapannya. Dia bingung apa yang harus dia lakukan dengan keranjang tak bertuan di hadapannya itu. “Jangan-jangan isinya bom lagi.” ucap wanita itu menerka, sambil menendang-nendang keranjang yang ada dihadapannya. Namun tidak terdengar bunyi bom aktif dari arah keranjang itu. Wanita itu pun kembali ketakutan, karena banyak sekali orang iseng yang senang mengganggu kenyamanan hidupnya. Tetapi, setelah dia menimbang. Tidak satupun yang tahu tentang tempat tinggalnya saat ini. Jadi kemungkinan ada orang yang mengirimkannya bom, sangat kecil. Ditambah lagi, kompleks perumahan sederhananya memiliki tingkat keamanan yang tinggi. “Aku buka aja deh kainnya.” ucap wanita itu kelewat penasaran. Akhirnya dengan sekali hentakan, dia membuka kain penutup keranjang tersebut dan langsung berlari menuju balik pintu, takut-takut jika itu benar-benar bom. Namun semua perkiraan wanita itu terhadap keranjang tersebut, salah adanya! Karena di dalam keranjang itu terdapat seorang bayi mungil tengah lelap dalam tidurnya. Wanita muda sang empunya rumah yang melihat bayi itu pun terkejut. Perlahan namun pasti, ia mulai mendekati sosok bayi mungil itu dengan mata berbinar. Dibawah cahaya bulan, bayi itu tampak sangat-sangat menggemaskan. Hingga akhirnya dia berjongkok menatap bayi mungil itu dari jarak dekat dan langsung menggendongnya dengan perlahan. Wanita itu melihat kulit yang masih merah seperti darah membungkus bayi itu. “Apakah kamu baru saja lahir ke dunia ini?” tanya wanita itu sambil menatap seluruh badan bayi mungil digendongannya. Lalu dia mengangkat tangannya untuk memastikan kondisi sang bayi. “Ternyata kamu sudah bersih.” Ucapnya menghela nafas lega. Pasalnya dia tak berpengalaman memandikan bayi yang masih diliputi darah. “Ya Tuhan, bayi siapa ini? Tega sekali orang tua yang meletakkanmu disini, nak.” Ucap wanita itu sambil menatap sekelilingnya, mencari tanda-tanda kalau ada orang yang bisa dia temui untuk dimintai keterangan. Sepi! Tidak ada siapapun selain dirinya dan bayi mungil itu. “Sebaiknya kita masuk ke dalam. Udara malam tidak bagus untuk tubuh mu yang masih sensitif.” ucap wanita itu yang kemudian masuk ke dalam rumah dengan seorang bayi mungil dan keranjangnya. Setelah menutup kembali pintu rumahnya, wanita muda itu segera membaringkan bayi mungil tersebut diatas tempat tidurnya. Kemudian dia kembali memeriksa keranjang bayi tersebut, guna mencari informasi dari mana bayi tersebut berasal. Namun nihil! Dia tidak menemukan informasi apapun dalam keranjang besar itu. Melainkan hanya sebuah kertas yang terselip dibalik kain pembungkus keranjang. Kertas dengan goresan tinta di dalamnya. “Aku mohon jaga dan sayangi anakku seperti anakmu sendiri. Aku menitipkannya padamu. Namanya ialah Johana Dianggara. Aku berhutang budi padamu. Terima kasih.” ucap wanita itu membaca tiap kata yang ada pada surat tersebut. “Johana Dianggara. Nama yang bagus. Berarti dia perempuan.” ucap wanita itu menatap bayi yang tengah terlelap di atas tempat tidurnya. “Bayi yang malang. Aku berjanji akan merawatmu seperti anakku sendiri... Hana.” ucap wanita tersebut sambil mencium pipi bayi mungil tersebut.  Kemudian wanita itu mengambil ponsel yang terdapat di dalam saku baju tidurnya dan menekan nomor seseorang yang ingin dia hubungi. “Halo!” ucap wanita itu melalui ponselnya. “Kamu tolong datang ke rumah saya sekarang!” perintahnya. “Rumah saya yang berada dekat kawasan Koja.”. “Ya-ya. Oh ya, jangan lupa bawakan perlengkapan bayi sekalian.”. “Tidak usah banyak bertanya. Bawakan saja!”. “Baik. Saya tunggu di rumah.” wanita itu mengakhiri panggilannya. Kemudian wanita itu kembali memandangi bayi tersebut sambil mengelus-elus pipi bayi yang masih sangat sensitif itu. “Hana.. Johana Dianggara. Kenapa namamu sangat familiar di telingaku?” tanya wanita itu pada bayi yang masih tertidur di hadapannya. “Apa aku mengenal kedua orang tua mu? Atau orang tua mu mengenalku? Hingga kamu bisa berada disini sekarang?”. “Aku pernah bermimpi memiliki anak. Ku rasa, mimpi itu terwujud sekarang.”. “Terima kasih sudah hadir mengisi kekosonganku.”. “Hana.. sekarang aku mama mu. Kamu putriku.”. Satu jam menunggu, akhirnya ada suara ketukan pintu dari arah depan. Wanita muda yang hendak terlelap itu dengan segera berjalan menuju pintu  depan. Untuk meyakinkan diri, apakah orang yang ditunggu lah yang datang, wanita itu pun mengintip melalui jendela dengan menyibakkan sedikit gorden jendelanya. Dan ternyata orang yang mengetuk pintu itu ialah orang yang sedari tadi dia tunggu kedatangannya. Perlahan namun pasti, wanita itu pun membukakan  pintu rumahnya dengan meminimalisir suara yang dihasilkan oleh pintu tersebut. “Selamat malam, bu.” Sapa seorang wanita yang kedatangannya sedari tadi ditunggu-tunggu oleh wanita itu. “Selamat malam. Ayo kamu masuk dulu!” ajak wanita muda itu. “Hm, baiklah bu.” ucap wanita yang baru datang tersebut. Kemudian kedua wanita itu masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ruang tamu yang sangat sederhana. “Jadi, kenapa ibu menyuruh saya kemari untuk membawa perlengkapan bayi?” tanya wanita yang baru saja datang tersebut dengan alis terangkat. “Ceritanya panjang. Dan terima kasih karena kamu sudah mau datang membawa perlengkapan bayi ini.” jawab wanita sang pemilik rumah dengan santai. “Jadi ibu Nella. Apa yang terjadi disini?” tanya wanita yang baru saja datang tersebut pada wanita pemilik rumah yang bernama Nella, sambil menatap kesekeliling mencari kejanggalan. “Saya tidak bisa cerita sekarang, Meri. Lagi pula saya ingin kamu mengosongkan semua jadwal saya untuk hari ini dan besok. Saya ingin berbelanja dan mengemas rumah.” jawab Nella pada wanita bernama Meri dihadapannya. “Baiklah bu.” Ucap Meri mengangguk paham. Namun dia teringat akan jadwal penting atasannya itu. “Tapi, bagaimana meeting ibu dengan salah satu investor asing dari luar itu?” tanya Meri mengingatkan. “Batalkan saja. Saya juga tidak berniat mengadakan kerjasama dengan perusahaan itu.” balas Nella sambil mengubrak-abrik tas berisi perlengkapan bayi yang dibawa oleh Meri-sekretarisnya. Meri menatap bingung kearah atasannya. “Kenapa bu? Bukankah perusahaan itu salah satu perusahaan yang sedang maju saat ini?” tanya Meri. “Ya, benar! Namun saya tidak suka dengan cara dia bernegosiasi. Dia salah satu orang yang ingin mendapatkan apa yang dia mau dengan cara paksaan. Dan saya, tidak suka itu!” jawab Nella. “Lagi pula, perusahaan tidak akan bangkrut hanya gara-gara perusahaan itu.” sambung Nella dengan nada mengingatkan Meri akan perusahaannya. “Ah, iya bu. Maafkan saya.” Ucap Meri yang diangguki oleh Nella. “Baiklah kalau begitu. Sekali lagi, terima kasih Meri.” ucap Nella sambil melihat sekilas kearah Meri, tanda mengusir secara halus. “Baiklah, bu. Kalau begitu saya pamit pulang dulu.” ucap Meri yang mengerti maksud sindiran yang atasannya berikan. “Ya, hati-hati.” ucap Nella dan kemudian Meri berjalan keluar meninggalkan Nella yang masih setia di ruang tamu, tanpa berniat mengantarkannya. Sepeninggal Meri, Nella pun mengunci pintu rumahnya dan masuk ke dalam kamar. Lalu dia mulai mengemas semua perlengkapan bayi yang dibawa oleh Meri ke dalam lemari dikamarnya. “Oek..Oek..Oek..” tangisan bayi menggema di kamar Nella. Nella yang mendengar itu refleks langsung menghampiri bayinya dan meninggalkan kegiatannya untuk memeriksa bayinya. “Sayang-sayang. Kenapa? Kamu haus?” tanya Nella sambil menepuk bedong bayi itu. Namun dia malah merasakan basah ditangannya. “Ah! Ternyata kamu buang air.” Ucap Nella sambil tersenyum menatap menatap bayinya. Dia pun bangkit mengambil bedong baru dan kembali menghampiri bayinya yang masih menangis. “Dasar gadis nakal.” Ucap Nella dan mulai mengganti bedong bayi itu perlahan. Dia tidak ingin menyakiti bayinya yang masih memerah itu. “Selesai!” seru Nella saat selesai mengganti bedong bayinya dengan bedong yang baru. Namun tangisan bayinya kembali terdengar. Nella yang paham situasi, langsung meracik s**u formula yang sebenarnya tidak bagus untuk bayi baru lahir. Tapi, apalah dayanya yang belum menikah dan belum pernah menyusui bayi. “Cup-cup-cup, sayang mama. Jangan nangis lagi, ya. Maaf mama kasih kamu s**u formula. Tapi mama janji, besok kamu minum asi, ya.” Ucap Nella sambil menimang bayinya dan memberikan s**u formula yang sudah dia racik ke dalam dot untuk bayinya. “Hana manis. O.. Hana manis. Tidurlah sayang..” Nella menimang Hana sambil bersenandung pelan. Hana yang terbuai, akhirnya tenang. Nella yang melihat itu tersenyum senang. Jiwa keibuannya langsung muncul hanya karena bayi dihadapannya. “Huft! Untung Meri membawakannya. Jika tidak, aku mungkin akan kalang kabut karena keterbatasan.” Ucap Nella saat bayinya sudah terlelap. Perlahan, Nella pun memindahkan bayinya keatas tempat tidur. Kemudian dia berbaring disamping bayinya dengan tangan menepuk-nepuk bedong bayi nya.   . . . Nella POV Setelah memastikan Hana tertidur, aku pun beranjak mengambil ponselku diatas nakas dan menelpon kedua orang tua ku untuk memberitahu kabar ini. Kabar gembira yang tidak pernah aku duga dan aku sangka akan aku alami di usiaku yang masih tergolong muda untuk menjadi orang tua. Panggilan pertama tidak ada yang menjawab. Dan dari sana aku  berpikir kalau mereka sudah terlelap. Namun pada panggilan kedua, akhirnya diseberang sana ada yang menjawab panggilan dariku. “Halo selamat malam. Ini dengan siapa?” tanya seseorang diseberang sana yang ku yakini ialah mama. “Halo ma, ini aku Nella.” jawabku. “Nella? Ada apa? Kenapa kamu malam-malam nelpon? Apa terjadi sesuatu?” tanya mama terdengar panik. Bagaimana tidak? Ini masih jam 3 kurang. Dimana semua masih terlelap dalam tidurnya, dan tiba-tiba saja aku menelpon ke rumah dengan keadaan biasa saja tanpa beban. “Mama ga usah panik gitu. Nella ga kenapa-kenapa. Nella hanya mau memberitahukan kabar gembira sama mama dan papa.” jawabku terdengar gembira. “Kabar gembira? Kabar gembira apa?” tanya mama terdengar tenang. “Hm, ma.. Nella punya baby sekarang.” jawabku dengan senyum mengembang dan suara gembira tertahan. Aku jelas tak ingin membangunkan bayiku. “Apa? Bagaimana bisa?” tanya mama terdengar syok. “Ceritanya panjang, ma.” jawabku santai. “Panjang gimana? Mama maunya kamu cerita sekarang! Mama akan datang ke rumah kamu sekarang!” ucap mama terdengar panik. Ya, gimana ga panik? Anaknya masih gadis udah punya bayi? Apa kata dunia kalau gitu? “Ehh! Ma, sekarang masih pagi buta. Besok saja mama datang ke rumah. Aku juga sedang tidak berada di rumah.” ucapku mencoba memberi pengertian pada mama. “Baiklah, besok mama dan papa akan datang ke rumah kamu. Kamu harus menceritakan semuanya sama mama dan papa!” ucap mama penuh penekanan. “Baiklah mamaku yang cantik.” ucapku menggoda. “Jangan goda mama! Karena itu ga mempan.” tolak mama membuatku terkekeh geli. “Hehe, maaf mamaku yang manis.” ucapku kembali menggoda. “Baiklah, mama akan menutup duluan.” ucap mama. “Iya mama.” balasku. “Ya sudah, selamat malam.” ucap mama. “Selamat malam juga mamaku.. Love you.” akhirku dan kemudian panggilan pun terputus. “Baru jam segini.” Ucapku sambil melihat jam di layar ponsel. “Sebaiknya aku membuatkan s**u untuk bayiku. Aku yakin nanti dia pasti kehausan lagi.” ucapku yang kemudian mengambil botol s**u yang kugunakan tadi dan berjalan menuju dapur, meninggalkan bayiku yang masih terlelap. Sungguh entah kenapa? Aku sangat menyukai bayi ini sejak pertama kali melihatnya. Aku seperti telah mengenalnya lama sebelum aku menemukannya. Perasaan apa yang ada padaku saat ini? Kenapa aku bisa langsung jatuh cinta padanya? Padahal aku adalah salah satu orang yang kurang menyukai anak-anak. Tapi terserahlah! Yang penting saat ini aku bahagia. Sampai pagi aku tidak bisa tidur kembali, karena asik memandang indah wajah bayi mungilku. Entah kenapa, bayiku ini tidak serewel bayi-bayi biasanya. Saat dia menangis, aku hanya memberikannya s**u dan dia terdiam, kemudian tertidur kembali. Hingga jam 6 pagi, aku tetap setia melihat bayi mungilku yang kini telah terbangun. Dengan telaten aku pun mulai memandikan bayi mungilku dengan membasuh badannya saja, tanpa merendamnya di air. Kenapa? Karena kulitnya masih merah, itu tidak bagus untuk kulit rentannya. Eits! Jangan kalian kira, aku wanita berumur 23 tahun tidak tahu menahu tentang bayi. Enak saja! Aku telah belajar mengurus anak bayi sejak aku tinggal di rumah sepupuku. Ya! sepupuku bang Putra memiliki seorang bayi saat aku tinggal dirumahnya untuk melanjutkan kuliah S1. “Cup..cup..cup. Anak mama sudah wangi.” ucapku seusai memandikan Hana. “Sekarang Hana berjemur sama mama, ya.” ucapku yang kemudian membawa Hana keluar dari rumah untuk mendapatkan sinar matahari pagi yang sangat bagus untuk memperkuat tulang tubuhnya dan memperbaiki pencernaannya. Saat aku keluar rumah sambil menggendong Hana, banyak warga yang heran memperhatikan diriku. Aku yang melihatnya hanya balas tersenyum dan melanjutkan perjalanan pagi ku membawa Hana  mengitari jalan sekitar kompleks. Udara pagi bagus untuk kesehatan dan begitu pula dengan jalan pagi. Aku berharap, Hana akan menjadi anak yang manis, kuat, sehat, pintar, turut perintah orangtua dan terutama takut akan Tuhan yang menciptakan seluruh isi alam semesta. “Halo mbak Nella.” sapa salah seorang ibu-ibu yang sedang berjalan-jalan. “Halo, bu.” balasku. “Ini anak siapa, mbak?” tanya ibu itu. “Anak saya, bu.” jawabku. “Anak, mbak?” tanya ibu tersebut dan aku hanya mengangguk menjawab. “Umurnya berapa bulan, mbak?” tanya ibu itu lagi. “Baru dua hari, bu.” jawabku mantap. “Ha? Oh, baiklah mbak. Saya permisi dulu.” ucap ibu itu sambil meninggalkan ku. “Hana, anak mama yang manis. Semoga kamu jadi anak yang pandai, berbakti dan displin ya, nak.” ucapku mencium pipi mungil Hana dan dia menggeliat karena ulahku. Setelah 15 menit aku mengajak Hana berjalan-jalan menikmati matahari pagi, aku pun memutuskan untuk segera pulang dan bersiap untuk berbelanja. Sepanjang perjalanan pulang, aku banyak sekali memikirkan belanjaan yang akan aku beli untuk Hana dan kamar barunya. Aku ingin sekali cepat-cepat mempertemukan mama papa dengan Hana kecilku. Aku yakin, mereka pasti akan sangat senang melihat kehadiran Hana. “Let’s shopping, sweety!” ucapku bersemangat pada Hana sambil mencium pipi mungilnya. Tak lama kami pun tiba di rumah dan aku segera mengambil ponsel menghubungi supir untuk menjemput kami. “Hello, Herry!” panggilku lewat telepon. “Can you pick me up?” tanyaku. “Yeah. I’ll be waiting for you here. Please hurry!” perintahku. “Okay, Bye.” ucapku mengakhiri sambungan. “Kita harus menunggu sayang,” jedaku. “Dan ini tidak akan lama.” sambungku pada Hana yang tengah tertidur pulas.    . . . Tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

RAHIM KONTRAK

read
417.8K
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
919.2K
bc

HYPER!

read
554.7K
bc

Sepenggal Kisah Gama ( Indonesia )

read
5.0M
bc

MOVE ON

read
94.6K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook