bc

Misteri Batu Petuah

book_age16+
324
FOLLOW
2.6K
READ
adventure
doctor
tragedy
mystery
scary
genius
supernature earth
horror
like
intro-logo
Blurb

CERITA INI SUDAH TAMAT

Danina atau yang biasa dipanggil Nina, kini hidup terpuruk dan selalu menyalahkan takdir atas tewasnya Andre, calon suaminya dan Luna adik tirinya.

Nina kemudian tinggal di sebuah Kota kecil bersama Lusi, kembaran almarhum Luna. Di kota kecil itu dia bertetangga dengan Rangga, seorang pemuda baik, menyukai hal klenik dan mistis.

Melihat Nina terpuruk dan selalu bersedih. Rangga memberitahukan perihal mitos batu petuah yang ada di Kotanya. Jika batu tersebut dapat mengubah takdir.

Akhirnya Nina, Rangga dan Lusi ke museum untuk melihat batu petuah dan membuktikan kebenaran mitosnya. Dan ternyata mitos tersebut benar adanya.

Singkat cerita Nina kembali ke masa lalu dan mengubah takdir Andre dan Luna. Nina menghalangi kecelakaan yang harusnya terjadi. Membuat takdir Andre dan Luna berubah. Mereka tidak jadi mati dan kini hidup kembali.

Nina bahagia dan merasa senang. Pernikahannya dengan Andre pun dilaksanakan. Tapi ternyata setelah tujuh hari menikah, Nina memergoki Andre dan Luna berselingkuh di dalam kamar!

Dan batu petuah itu pun meminta tumbal nyawa atas pergantian nyawa Andre dan Luna yang kini hidup. Iblis di batu petuah itu menuntut nyawanya. Tentu saja Nina tidak rela mati, menukar nyawa demi pengkhianat.

Bisakan Nina lolos dari jerat iblis yang menuntut nyawanya?!

Yuk, baca kisah Nina dalam mempertahankan diri melawan iblis yang ingin mengambil jiwanya!

Mohon dukungan tap Love dan Follow akunku ya! Terima kasih

chap-preview
Free preview
Prolog
Sudah dua tahun berlalu setelah kejadian tragis itu. Tapi Danina atau yang biasa dipanggil Nina tidak kunjung bisa bangkit dari keterpurukannya. Calon suaminya, Andre dan juga Luna adik tirinya meninggal dalam kecelakaan tragis. Harusnya hari bahagia sudah direngkuhnya. Harusnya dia sudah menjadi seorang istri dari pria bernama Andre Bramastia jika mobil yang dikemudikan bersama Luna tidak mengalami kecelakaan tunggal, menabrak pembatas jalan. Kecelakaan tragis itu telah merenggut cahaya di kehidupan Nina. Kecelakaan tragis yang telah memadamkan pelita impiannya. Cinta dan citanya telah pergi seketika menuju surga. “Tok! Tok!” Suara ketukan terdengar nyaring. Nina menghela nafas panjang dan menoleh ke belakang. Menatap pintu yang tertutup rapat. Malas menyahut dan mempersilahkan masuk. Lalu setelah menatap daun pintu kamarnya, pandangan Nina kembali pada langit malam yang bersinar cerah dengan banyaknya taburan bintang. Suara pintu terbuka. Lusi tersenyum simpul melihat kakak tiri yang disayanginya itu kembali merenungi nasibnya. “Kak, kita pergi yuk ...,” ajak Lusi pada Nina yang mengacuhkannya. “Ke mana? Aku malas,” jawabnya singkat. “Belum juga tahu ke mana, udah bilang malas,” sahut Lusi sembari berjalan mendekati Nina di beranda kamarnya. Lalu duduk di samping Nina dan ikut menatap langit yang kebutulan saat ini bintang bersinar melimpah ruah. “Aku malas keluar. Lagi pula hari ini− ....” Kalimat Nina belum juga selesai namun Lusi sudah menyelanya. “Hari ini adalah hari di mana Luna dan Andre meninggal,” sahut Lusi sambil menatap langit malam bersinar rembulan. “Itu kamu tahu. Makanya aku engga akan keluar rumah,” kata Nina lagi. Lusi menghela nafas panjang. Iba pada kakak yang disayanginya itu. “Sudahlah kak! Sampai kapan kakak akan begini terus?! Aku juga bersedih. Luna, saudara kembarku meninggal, calon suami dari kakakku juga meninggal. Aku juga sama sepertimu. Tapi mau sampai kapan kita akan terpuruk begini?” Lagi-lagi Nina menjadi sedih. Ia mengatupkan bibirnya dan mengusap mukanya. Menyesali kesalahannya. Jika saat itu ia tidak meminta Luna mengambil pakaian pengantin dan diantar Andre, mungkin mobilnya tidak akan mengalami kecelakaan, menabrak pembatas jalan dan menyebabkan tebrakan beruntun di belakangnya. “Sudah kak ... Sudah ... Engga ada yang menyalahkan kakak kan. Ini semua takdir yang harus kita jalani,” ujar Lusi menenangkan. Karena sudah dua tahun berlalu Nina tidak kunjung bangkit. Membuat Lusi dan sang Papa menjadi khawatir karenanya. “Tidak ada yang menyalahkan ...?” tanya Nina lirih. “Mama? Apa kamu tidak melihat bagaimana cara Mama memandangku? Mama membenciku, karena aku, Luna meninggal. Harusnya aku yang berada di mobil itu. Harusnya aku yang bersama Andre mengambil gaun pengantin itu dan mencobanya, tapi kenapa Luna yang ikut bersama Andre ....” Lusi menarik nafas panjang. Entah benar atau tidak Mamanya menyalahkan Nina tidak ada yang tahu. Karena semua itu bagai misteri. Semenjak Luna meninggal, Risa, ibu tirinya itu menjadi berubah sikap. Dia tidak banyak bicara. Bahkan sudah hampir dua tahun ini, Risa tidak pernah mengajak Nina berbicara. “Mama tidak menyalahkanmu Kak. Itu semua hanya perasaanmu saja. Papa juga mempertanyakan bagaimana kamu bisa kembali bekerja di rumah sakit jika terus begini?” tanya Lusi sambil menarik paksa Nina agar segera berdiri. Nina menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. “Aku tidak mau!” serunya menolak. Namun Lusi tetap menarik lengan Nina agar berdiri dan menurutinya. “Kita harus pergi keluar Kak! Percuma kita pindah ke mari, jika kamu tidak menikmati indahnya suasana Kota kecil ini ...,” kata Lusi tidak gentar memaksa Nina untuk ikut dengannya. Melihat kegigihan Lusi mengajaknya pergi, membuat Nina menjadi luluh. “Sebentar aja ya! Aku engga mau kalo lama-lama!” Lusi menganggukkan kepalanya cepat. “Iya ... Iya ... Cuma sebentar aja. Engga lama! Aku ingin menikamati Kota kecil ini. Katanya sih ada pesta rakyat yang diselenggarakan. Aku ingin ke sana Kak ...!” *** Akhirnya dengan bujuk dan rayu Lusi, Nina mau juga menikmati indahnya malam dan juga riuhnya suasana Kota kecil ini. Rangga, teman dekat Lusi melihat ke arah Nina sejak tadi. Pandangannya tidak berkedip sedikit pun. Rangga tahu tentang segala cerita kehidupan yang dialami Nina hingga ia menjadi terpuruk seperti sekarang ini. Rasa empati padanya sudah ada semenjak Rangga menatap manik mata Nina yang penuh sepi dan rasa sesal. “Aku ingin beli donat dulu ya. Tunggu di sini ya!” seru Lusi yang kemudian langsung bergegas menuju ke tempat penjual donat dengan taburan gula halus. Rangga hanya menganggukkan kepala menimpali apa yang dikatakan Lusi. Fokusnya hanya pada Nina yang sejak tadi hanya diam dan menatap keseliling tanpa ekspresi. Seperti seluruh perasaan bahagianya telah memudar. Rangga mengubah posisi duduknya dan mendekati Nina yang duduk di ujung bangku panjang berbahan kayu papan ini. “Hai,” sapanya pada Nina. Berharap Nina akan membalas sapaannya. Sebetulnya Nina malas untuk bersikap ramah. Tapi karena sejak tadi Rangga melihat ke arahnya dan berusaha untuk menyapa. Membuat Nina merasa tidak enak hati jika mengabaikannya. Terlebih lagi, Rangga ini adalah salah satu teman dekat Lusi di Kota ini. “Hai ...!” Nina balas menyapa sambil tersenyum. “Betah tinggal di sini?” tanya Rangga tetap berusaha menciptakan suasan nyaman dan dekat. Nina tidak menjawab. Dia hanya tersenyum simpul. “Semoga kamu betah tinggal di Kota kecil ini seperti Lusi.” Rangga melanjutkan kata-katanya. “Aku berbeda dengan Lusi ....” Akhirnya Nina menimpali. Untuk pertama kalinya, Rangga mendengar suara Nina sejak tiga bulan yang lalu Nina menjadi tetangganya. “Aku tidak menyangka ada orang yang biasanya hidup di Kota besar malah memilih ingin tinggal di Kota kecil seperti ini,” kata Rangga memulai topik pembicaraan. Entah kenapa dengan Rangga, perasaan Nina sedikit berbeda. Ia masih mau menjawab. “Aku sedang lari dari kenyataan. Makanya lari ke mari. Dan Lusi, adikku itu tidak tega jika aku sendirian.” “Aku senang memiliki tetangga seorang dokter hewan. Karena aku memiliki seekor anjing yang terkadang butuh perawatan,” kata Rangga lagi. Nina tersenyum. “Dulu aku juga memiliki anjing namanya Boby, tapi dia sudah meninggal bersama calon suamiku dan juga adikku ...,” kata Nina dengan tatapan menerawang. Lagi-lagi dia kembali merasa sedih jika menceritakan perihal Andre dan Luna yang telah pergi lebih dulu ke surga dan meninggalkannya sendirian. “Apa kamu belum iklas dengan kepergian mereka?” tanya Rangga memberanikan diri bertanya. Dan tanpa diduga, Nina menanggapi pertanyaan Rangga, ia menggelengkan kepala. Padahal biasanya dia tidak pernah seterbuka ini dengan orang lain. “Biasanya ketidak iklasan itu lah yang membuat hati kita tidak menerima kenyataan yang terjadi. Tapi beruntung kamu pindah di Kota ini, karena di Kota kecil ini kami memiliki benda pusaka yang dapat memutar waktu dan mengubah takdir seseorang,” kata Rangga memberitahu. Nina langsung menoleh dan menatap Rangga lekat. Sangat tertarik dengan pembahasan mereka. “Benda pusaka?” tanyanya memastikan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook