bc

SEKARWANGI

book_age16+
34
FOLLOW
1K
READ
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Sekarwangi, seorang gadis pantai berparas ayu yang lincah. Kesehariannya suka mengumpulkan ranting kayu di hutan dan membantu kedua orang tuanya membuat ikan asap untuk dijual. Sekar memiliki sahabat bernama Imam yang selalu menantikannya dalam diam. Di sisi lain, Hanif seorang dokter muda dari keluarga kaya yang ditugaskan di puskesmas wilayah pesisir pantai tempat Sekar tinggal. Takdir mempertemukan mereka dalam binar asmara yang indah meski usia terpaut agak jauh. Hanif yang telah jatuh cinta sejak pertemuan pertama, bertekad memperjuangkan cintanya dan mengubah Sekar menjadi wanita yang berharga di mata keluarganya. Namun, kadang angan memang tak semudah realita. Dapatkah mereka mempertahankan kisah cintanya hingga berakhir bahagia?

chap-preview
Free preview
SEKARWANGI (PART 1)
(Part 1) By: Elifia Taraka POV    : penulis Matahari terlihat kekuningan mengumbar auranya di cakrawala sebelah timur Pantai Peh Pulo, Blitar Selatan. Angin berdesir merontokkan sisa embun yang masih menggantung di pucuk bakau. Sesekali terdengar deburan kecil ombak dan tercium semribit asinnya air laut yang tak pernah berhenti beriak setiap saat. Cericit burung bakau dan kepakan sayapnya memecah kesunyian. Sementara itu langit fajar kekuningan semakin terang berbaur dengan asap dari celah tungku yang menembus atap perumahan penduduk di sebelah utara. Tanda-tanda kehidupan sudah dimulai. Romantisme pagi di pesisir Peh Pulo yang selalu berulang. Seorang gadis bertubuh apik berparas ayu keluar dari sebuah rumah bersiap mengumpulkan ranting kering untuk bahan bakar ikan asap. Setiap pagi ia menuju hutan sebelah timur pantai untuk mengumpulkan ranting yang luruh. Ia merasa sayang jika ranting-ranting itu begitu saja gugur tanpa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Gadis ayu itu bernama Sekarwangi. Seorang gadis pantai berkulit putih bersih, memiliki sepasang mata bulat jernih bagai air laut saat tenang. Rambut panjang yang lurus begitu lembut selalu terikat dua di sisi kiri-kanan dengan karet mungil warna merah. Hidung mancung seperti kuncup melati sangat serasi dengan bentuk wajah ovalnya yang tak pernah tersentuh riasan. Senyum dari bibir tipis merekah semakin menobatkan Sekarwangi sebagai simbol kecantikan alami gadis keluarga nelayan sepanjang pesisir Peh Pulo. “Bapakmu sudah kelihatan belum, Nduk?” tanya seorang wanita setengah baya yang bernama Mak Kari dari dapur belakang rumah. “Dereng, Mak. Mungkin sebentar lagi. Biasanya Bapak, kan bareng sama Kang Imam. Kang Imam juga belum pulang,” sahut Sekar sambil menyiapkan tali pengikat kayu. “Tumben ya, biasanya bapakmu sudah pulang jam segini dari melaut. Semoga hari ini dapat banyak, Nduk,” kata Mak Karmi. Sekar memicingkan mata dan melihat jauh ke tepi pantai. “Oh, Bapak sudah mendarat, Mak. Itu sama Kang Imam,” teriak Sekar nyaring seolah-olah takut Mak Karmi tidak mendengar. Dari kejauhan terlihat lelaki sudah berumur berjalan bersama pemuda berbadan atletis dan kekar dengan kulit mengkilat agak gelap sebagai ciri khas pemuda pesisir pantai yang tangguh menaklukkan lautan. Mereka, Pak Wongso dan Imam teman sepermainan Sekar sejak kecil. “Sekar … Sekar …,” teriak Imam sambil melambaikan tangan kanannya yang menenteng seekor gurita besar. Sekar berhenti dari kesibukannya menyiapkan tali. Senyum sekar merekah secerah matahari pagi saat melihat apa yang ada di tangan Imam. Imam lari mendekati Sekar. “Gurita, Kang?” “Iya, lumayan besar.” “Ya Allah, Kang. Sudah beberapa hari aku ingin masak gurita. Kok, ya kamu beneran nangkap gurita?” “Kebetulan, tadi ada Si Husen yang nyari gurita di karang sebelah timur. Tak datengi, tak bantu nangkap. E, aku dikasih satu.” “Alhamdulillah, ya, Kang. Hari ini kita pesta makan gurita,” kata Sekar sambil berusaha meraih gurita di tangan Imam. “Eit, jangan hanya mikir perut sendiri. Nanti teman-teman di mushola tak suruh ke sini, ya, Kar,” kata Imam sambil menjauhkan gurita dari tangan Sekar. “Iya, iya. Mana guritanya? Coba tak pegange, Kang,” kata Sekar sambil berlari mengejar Imam yang berlari mengitari pohon cemara pantai di samping rumah. Beberapa saat mereka berkejaran untuk memperebutkan gurita sambil tertawa bahagia. Sementara, Pak Wongso melihat kelakuan sepasang remaja itu dengan menggeleng-gelengkan kepala. “Sudah, sudah. Berhenti! Kalian ini seperti anak kecil saja. Sekar, kamu kan mau cari kayu bakar? Dari tadi kok belum berangkat? Ini kayu untuk mengasapi sudah mau habis,” tegur Pak Wongso sambil menata ikan yang akan diasap. “Tuh, dengarkan! Jangan tunggu Bapakmu marah. Kamu cari kayu, aku yang bersihin gurita ini. Nanti kita asapi sama-sama, ya, cah ayu,” kata Imam sambil meninggalkan Sekar. Sekar segera mengambil tali yang tadi belum selesai dibenahi. Setelah talinya siap, Sekar segera berangkat menuju hutan pesisir sebelah timur. Pak Wongso yang sejak tadi asyik menata ikan sambil nembang uyon-uyon Jawa Timuran melirik ke anak semata wayangnya untuk memberikan pesan seperti biasanya. “Sing ngati-ati, Sekar. Budal slamet mulih slamet. Ra usah suwe-suwe ning alas,” kata Pak Wongso sambil membersihkan ikannya dan melanjutkan tembangnya yang sempat berhenti sejenak. “Inggih, Pak.” Kata Sekar sambil pamit. Sekar pun segera meninggalkan rumah. Ia berjalan semakin menjauh ke timur menuju hutan tempatnya mengumpulkan ranting kering. Pak Wongso memandang punggung Sekar yang semakin menjauh. Sesekali Pak Wongso menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. Entah apa yang dirasakannya tentang anak gadis satu-satunya itu. *** (bersambung ke part 2) CATATAN: Nduk    : panggilan untuk anak perempuan di kalangan masyarakat Jawa. Kang    : panggilan bahasa Jawa untuk kakak laki-laki. Dereng : belum (Jawa). Budal slamet mulih slamet. Ra usah suwe-suwe ning alas: berangkat selamat, pulang selamat. Tidak usah lama-lama di hutan. Inggih  : Iya (Jawa). Uyon-uyon : tembang Jawa    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CRAZY OF YOU UNCLE [INDONESIA][COMPLETE]

read
3.2M
bc

Loving The Pain

read
2.9M
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Bastard My Boss

read
2.7M
bc

MOVE ON

read
95.0K
bc

Marrying Mr. TSUNDERE

read
380.2K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook