bc

Lever du Soleil (Bahasa Indonesia)

book_age18+
1.6K
FOLLOW
20.0K
READ
fated
dominant
powerful
drama
tragedy
comedy
twisted
sweet
humorous
like
intro-logo
Blurb

Tika dan Janar tidak sengaja bertemu saat keduanya ingin bunuh diri di tempat yang sama. Niat awal yang ingin menghabisi nyawa sendiri justru berubah menjadi menyelamatkan nyawa orang lain. Mereka memutuskan untuk tinggal bersama hingga benih-benih cinta muncul di antara mereka.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Tika berlari di trotoar sambil memegangi tas sandangnya,  menuju taman kota. Tempat dimana ia dan Aditya membuat janji untuk bertemu. Pukul lima lewat lima belas menit Tika baru keluar kantor, naik angkutan umum ke sini. Harusnya ia bisa lebih cepat naik ojek online, tapi, melihat harganya, ia lebih memilih untuk naik angkutan umum untuk menghemat uang. Tinggal di Kota besar sendirian membuat ia harus pintar mengatur segalanya. Kerasnya kehidupan banyak memberinya pelajaran berharga. Hidup tidak pernah berpihak pada orang yang malas dan selalu mengeluh. Gadis itu mengedarkan pandangannya begitu sampai di taman Kota, mencari sang kekasih yang katanya sudah sampai. Lalu, matanya tertuju pada pria berkemeja biru duduk di kursi bawah pohon rindang. Tika tersenyum lega, rasa lelahnya langsung sirna seketika. Dengan riang ia menghampiri kekasihnya itu. "Maaf, telat!" Tika menghempaskan tubuhnya ke kursi sambil menyeka peluh. Aditya tersenyum tipis, mengangguk maklum. Ia suah terbiasa menghadapi keanehan-keanehan ekkasihnya. "Nggak apa-apa, aku juga baru sampai." "Hah, haus,nih...aku beli minum dulu, ya?"kata Tika sambil merogoh kantongnya. "Aku udah sediakan,"kata Aditya sambil menyodorkan sebotol air mineral. Tika mengambilnya dari tangan Adit. "Makasih." Kemudian setengahnya habis diteguk."Ah, leganya." "Capek, ya?"tanya Aditya, dari raut wajahnya ia terlihat tidak begitu senang hari ini. Tika mengangguk, kemudian menatap kekasihnya itu."Oh ya, ada apa? Tumben kamu ajak ketemu di jam pulang kerja begini?" Aditya menatap lurus ke depannya."Yah, pengen ketemu aja, sih." Kening Tika berkerut, katanya Aditya ingin ketemu, tapi, wajahnya malah terlihat tak bersemangat seperti itu."Iya, sih, belakangan ini kita juga sama-sama sibuk,ya, makanya jadi pengen ketemu,"kata Tika yang kemudian menundukkan wajahnya. Aditya terdiam ebberapa saat, menundukkan wajah, menarik napas panjang, lalu menoleh pada Tika."Kamu kangen nggak, kalau nggak ketemu sama aku?" "Ya pasti,lah!" Tika tertawa kecil,"aku, kan sayang sama kamu, Dit,"lanjutnya lagi. Hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya saat ini aalah bertemu dengan sang Kekasih, satu-satunya penyemangat hidup. Aditya tersenyum kecut, ia menarik napas panjang. Seperti ada yang ingin ia sampaikan tetapi, rasanya sungguh berat. "Tik, gimana keadaan kamu...kalau nggak ada aku? Seandainya nggak ada lagi sosok aku di hidup kamu." "Ya, rasanya seperti mati aja, Dit. Kamu tahu, kan, aku itu udah kayak nggak punya siapa-siapa. Orangtuaku cerai dan hidup masing-masing dengan pasangannya.  Udah gitu, mereka nggak akur. Aku terabaikan, kamu tahu,kan gimana frustrasinya aku dulu." Tika menatap kekasih di sebelahnya, kemudian menggenggam tangan pria itu,"syukurlah Tuhan menghadirkan kamu, menemani aku. Aku bahagia sekali, Dit, bisa kenal sama kamu. Kamu selalu ada buat aku." "Tapi, nggak bisa gitu juga, Tik. Kamu nggak harus begitu sayangnya sama aku. Bisa saja, kan, suatu saat aku nggak bisa nemani kamu." "Iya, sih, Dit. Tapi, ya udahlah itu,kan hanya pemisalan." Tika tersenyum kecut. "Mulai sekarang, kamu harus belajar tanpa aku. Aku nggak bisa terus-terusan menemani kamu. Kamu harus cari teman, agar kamu bisa mandiri, melakukan semuanya tanpa aku." Aditya menatap Tika dengan serius. Raut wajah Tika berubah,"memangnya kenapa, sih, Dit, kok sampai segitunya. Kamu marah sama aku,ya?" Aditya menggeleng, kemudian memegangi kepalanya dengan stres."Tika, kita nggak bisa begini terus." "Maaf, Dit, kalau aku banyak nyusahin kamu." Tika memegang tangan Adit dengan rasa bersalah yang begitu besar, karena ia tahu bahwa selama ini ia banyak menyusahkan kekasihnya itu. "Bukan, Tik, aku ikhlas kok lakukan apa pun buat kamu. Tapi, aku mau kasih tahu satu hal, Tika, kalau kita nggak bisa lagi bersama,"ucap Aditya. "Maksudnya gimana, Dit? Kamu mau pindah tugas,ya?" Aditya memegang kedua tangan Tika, menatap wanita itu dengan intens."Tika, masih ingat kalau enam bulan yang lalu kita pernah berencana menikah?" Tika mengangguk kuat."Iya. Terus? Apa orangtua kamu udah kasih jawaban?" "Sudah, dan mereka  ...nggak setuju dengan hubungan kita. Maaf, Tika, aku nggak bisa lagi jalani hubungan tanpa restu lagi. Orangtuaku tetap menolak kamu, dengan latar belakang anak broken home. Mereka takut, nanti kita juga bakalan seperti itu. Aku juga, sih, Tik, mungkin aja mental kamu terbentuk di sana. Kamu trauma atau menjadi seperti itu." "Adit!" Suara Tika bergetar, matanya sudah berkaca-kaca."Aku nggak pernah meminta untuk dijadikan anak korban perceraian. Kalau orangtuaku bercerai, itu mereka. Nggak ada kaitannya sama mental dan perilaku aku ke kamu. Justru aku belajar untuk tidak bersikap seperti mereka kalau berumah tangga nanti, karena aku tahu sakitnya bagaimana." "Tika..." Adit mengusap lengan Tika, tetapi, wanita itu menepisnya kuat. "Jangan bersikap lembut kalau pada akhirnya kamu mau ninggalin aku, Dit. Aku memang nggak bisa tanpa kamu, karena hanya kamu teman hidup yang paling mengerti perasaanku,"isak Tika. Pertahanannya runtuh, ia tidak bisa berpura-pura tidak apa-apa. Ia sudah kehilangan orangtua, kebahagiaan  dan kehangatan bersama keluarga. Lalu, sekarang ia juga harus kehilangan orang yang dicintainya hanya karena orangtuanya bercerai. Apakah ini cukup adil. Ia juga tidak mau ada di posisi ini. "Tika, ini terakhir kali kita ketemu..." Tika terperanjat,"ini beneran, Dit? Kita beneran udahan? Kenapa, Dit, kenapa?" "Tika, kan aku udah bilang kalau orangtuaku nggak setuju. Besok aku harus pergi ke kampung halaman Mama untuk menikah, sama teman masa kecilku,"ucap Aditya Tika menangis sambil menutup kedua telinganya."Aku nggak dengar apa pun, nggak dengar!" "Tika!" Aditya menarik tangan Tika,"kumohon, kamu harus ikhlas. Kamu pasti bisa tanpa aku." Tika berdiri dan menghemlaskan tubuh Aditya."Setelah semua yang kita lewati ini, dengan gampangnya kamu minta aku ikhlas, Dit? Kamu pamit sama aku yang pacar kamu, untuk menikah sama wanita lain." Tika tertawa sinis sambil menghibur dirinya sendiri. Ia berharap ini hanya sebuah prank atau mimpi. "Lalu, mau diapakan lagi hubungan kita ini, Tika, nggak akan berujung. Lebih baik diakhiri saja, kan?" Tika kembali terisak sambil terduduk lemas."Yah, hubungan bisa diakhiri, Dit. Tapi, kenapa kamu harus langsung menikah, apa memang ini alasan saja untuk supaya kamu putusin aku. Atau sebelumnya kamu memang udah punya hubungan sama perempuan lain?" "Aku dijodohin, Tika, sama Mama. Aku nggak bisa nolak, karena usiaku juga harus sudah menikah. Dan menikah sama kamu...sudah pasti tidak mungkin. Aku benar-benar minta maaf, Tika." "Adit...jangan begini, tolong!" mohon Tika sambil memegangi tangan pria itu. Suara klakson mobil membungkam tangisan Tika. Kemudian mereka berdua melihat ke sumber suara. Di sana, ada mobil bewarna merah. Perlahan jendela mobil terbuka, wanita paruh baya menatap Tika dan Aditya dengan sinis. "Mama kamu,"bisik Tika. "Aku harus pergi, Tik, maaf." Aditya berjalan cepat meninggalkan Tika. Sementara itu Tika hanya bisa mematung di tempat dengan tatapan tajam dari Mama Adit. Mobil merah itu langsung berjalan usai Aditya masuk. Perlahan, tubuh Tika ambruk ke kursi, menangisi semuanya. "Kenapa harus aku, Tuhan?"ucap Tika dengan deraian air mata.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

My Soulmate Sweet Duda (18+)

read
1.0M
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook