bc

Jodohku Anak Suami Mantan Istriku?!

book_age16+
1.6K
FOLLOW
13.3K
READ
one-night stand
love after marriage
age gap
fated
pregnant
drama
tragedy
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

[DEWASA] Jodohku Anak Suami Mantan Istriku?!

Fauzan tak menyangka roda kehidupannya berputar di situ-situ saja. Pakai acara menghamili anak dari suami mantan istrinya lagi.

Ih, jalan hidupnya jadi ribet.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - 2
CHAPTER 1                 Yatarta Corp bisa dikatakan perusahaan terunik di dunia, semua karyawan di sana adalah para gadis-gadis cantik, wanita-wanita berkharisma, tak hanya pintar dalam pengorganisasian ataupun admin-manager tetapi juga punya badan seksi bak Ratu Cleopatra dan wajah idaman.                 Dulu, perusahaan ini sebenarnya normal.                 Hanya saja, dua tahun lalu, sang atasan besar, Fauzan Yatarta, pemilik sekaligus CEO perusahaan utama, menetapkan undang-undang aneh. Undang-undang yang mengharuskan karyawannya adalah perempuan, cantik, bertalenta dan ... pokoknya perfect!                 Aneh?                 Ya, tentu saja.                 Semua karyawan terdahulu ingat Fauzan adalah atasan yang disegani karena keramahannya dan kebaikan hatinya. Tetapi setelah ditinggal cerai istrinya, dia berubah. Penyakit mandul yang dideritanya, membuatnya depresi berat, walau bukan bunuh diri pelampiasannya.                 Lebih buruk, dia jadi orang yang hypersex.                 Hampir setiap malam, olahraga nggh ah nggh … rutin ia kerjakan, bersama karyawannya-karyawan aduhainya yang waduh … pasti mau ngeh dengan dia karena satu, mereka juga anak bergengsi dan seksi, kedua, siapa sih yang gak mau nge-s*x sama cogan dan gak bakal hamil meski tanpa pengaman dan ketiga, hm … keknya dua alasan sudah cukup.                 Sekarang, genap tiga tahun ia ditinggalkan istrinya.                 Fauzan meregangkan badannya dan melepas kemeja, ia turun dari lantai teratas menuju lantai dasar di mana para karyawan, layaknya acara take me out, menunggu kehadirannya tak sabar. Pintu lift terbuka dan jeng jeng ….                 Bak model papan atas yang berjalan di atas catwalk, Fauzan keluar dari lift.                 "Saatnya ritual malam …." Dan para gadis berbaris mengelilinginya. Mata cokelat Fauzan meneliti tiap wajah di depannya.                 Semua sudah sering ia cicipi.                 Bosan ….                 "Ah, maaf, keknya gak bisa soalnya klien saya ngajak ketemuan."                 Kecewa penonton.                 Fauzan memandang jam di pergelangannya, sebelum akhirnya kembali melangkah, menulikan diri dari keluh kesah para karyawan yang tak dipilih menjadi teman tidurnya. Masuk ke mobil, Fauzan menyisir rambut ke belakang dan menghela napas panjang.                 "Punya kalian terlalu lebar, saya perlu suasana baru, suasana yang rapat dan menggigit …," gumamnya. Yah, semua karyawannya sudai ia perawani.                 Jadi intinya, ia ingin yang masih virgin.                 "Di flat keknya ungh.” Fauzan berdecak. “Motel, nyewa?" Fauzan geleng-geleng. "Ah … cari aja dulu deh …."                 Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang sambil tengok kanan-kiri. Suasana ramai, tetapi Fauzan tahu rata-rata para perempuan di sana telah belah duren, terlihat dari cara mereka berjalan, pakaian maupun keadaan mereka saat ini. Sampai, di suatu jalanan yang sepi, perkelahian sepasang remaja membuatnya menghentikan mobilnya tak jauh dari sana.                 "Kalau kamu beneran sayang sama aku, cepet, kasih aku mahkota kamu!"                 Gadis itu tampak terdiam, tetapi dengan air mata yang berjatuhan, Fauzan menatapnya dari balik kaca spion sambil menyeringai.                 "Argh! Udah jelas kamu gak mau, ‘kan? Pokoknya, mulai sekarang, kita putus!"                 Dan si pemuda, meninggalkan gadis malang itu seorang diri. Ia sempat ingin menahannya tetapi ia menarik tangannya kembali. Tangisannya semakin membesar dan isakan terdengar.                 Perlahan tetapi pasti, Fauzan memundurkan mobilnya sambil memasang pakaiannya serapi mungkin. Jadilah, om-om baik-baik yang siap menjadi superhero kemaleman. Mobil berhenti di samping gadis itu, Fauzan membuka jendela lebih lebar.                 "Aduh, Dek! Bahaya kamu sendirian di sini!" tegurnya.                 Si gadis mendongak menatap, wajahnya cantik meski mata birunya berair, ia tak menjawab dan hanya menatap polos.                 Fauzan menatap sekitar. Sepi. Ia siap jadi predator tanpa kena sanksi. "Di mana rumah kamu? Masuk, biar Om anter kamu pulang!"                 Fauzan membukakan pintu pada gadis itu dan ia pikir akan ada penolakan. Tetapi nyatanya dalam kondisi sedih, manusia jarang yang ada berpikir jernih. Pintu mobil tertutup kala ia duduk, Fauzan menyeringai kecil akan keberhasilannya.                 Ia kembali menjalankan mobilnya. "Nih, minum dulu, stop nangisnya!" Fauzan menyodorkan air minum, gadis itu mengambilnya dan meminumnya cepat.                 "Ma- makasih, Om …." Gadis itu angkat suara setelah minum.                 "Gak masalah." Fauzan menyeringai, entah sudah kesekian kali berapa, terlebih di balik kaca spion dilihatnya gadis itu meringis sambil memegangi kening sebelum akhirnya terkulai lemas. "Sama sekali gak masalah, Sayang …."         CHAPTER 2                 "Wafa, kamu mau ke mana sore-sore begini, Sayang?" tanya sang ayah melihat anak gadisnya telah memakai hijab dan berpakaian rapi syar'inya.                 "Mau ke pengajian, Pah, sekalian nanti salat asar dan magrib di sana …," jawabnya, kemudian bersalaman dengan sang ayah dan ibu tirinya lalu mencium pipi gempal sang adik yang ada dipelukan wanita dewasa itu. "Assalamualaikum!"                 "Wa’allaikumussalam … hati-hati, ya! Entar kasih tau Papah pas pulang! Jangan terlalu malem, oke?" jawab mereka.                 Dalam hati orang tua, tentu berbangga akan rajinnya anaknya dalam beribadah. Tetapi nyatanya, saat di luar, mereka tak tahu. Wafa Saadan melepaskan hijabnya, membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai, melepas baju syar'inya lalu menggantinya dengan pakaian ala anak metal.                 Ada seorang pemuda yang menunggunya tak jauh dari rumah, Galvin, kekasihnya, bersama motor ninja dan pakaian keren anak muda serba hitam—jaket kulit dan sebangsanya.                 Memasukkan pakaiannya ke tong sampah, ia menaiki motor bagian belakang pria itu.                 "Yuk!"                 "Hm …," jawab pria itu bergumam tanda setuju kemudian melesat tanpa peduli penumpangnya tanpa pengaman kepala. Sepasang anak muda itu begitu menantang maut dengan kecepatan tinggi, rambut hitam Wafa berkobar dihembus angin yang melawan arah.                 "Sayang, kita mau kemana?" tanya Wafa.                 "Mau buktiin aja, kebenaran cinta kamu sama aku." Wafa sedikit bingung akan ungkapan Galvin.                 Apakah perhatiannya selama ini belum cukup?                 Memang mereka baru saja menjalin hubungan, hampir satu bulan, tetapi sebelum itu bukankah Wafa telah memberikan segala curahan kasih sayang dan rela melepas segala penutup badannya untuk Galvin?                 Matanya melingkar sempurna.                 Ia rasa, Galvin akan meminta lebih dari itu.                 Sepanjang perjalanan yang lumayan jauh itu, Wafa hanya diam sambil memeluk Galvin. Ia mewanti-wanti supaya Galvin tidak melakukan hal demikian, ia berharap itu hanya sebuah kejutan kecil. Ia rela melakukan apa saja, tetapi keperawanannya … itu untuk pria yang akan benar-benar mendampinginya.                 Meski mencintai Galvin … ia ….                 "Galvin, maksud kamu … kita mau lakuin itu?" tanya Wafa setelah cukup lama diam, tepat ketika ia bertanya sore sudah mulai berganti malam.                 "Menurut kamu?"                 Galvin mengerem mendadak, hentakan itu membuat Wafa tersentak ke depan cukup keras. Sama kerasnya dengan tamparan oleh jawaban Galvin.                 "Ayo turun, Sayang!" kata Galvin bernada, Wafa turun dari motor begitupun Galvin yang kemudian melepas helmnya.                 Wafa menatap bangunan yang ada tepat di seberang tempat parkir di mana Galvin memakirkan motornya.                 Motel ….                 "Kamu sayang aku, ‘kan?" Galvin menghampiri Wafa yang mengeratkan pegangan tangannya ke tali tas selendangnya, mereka berhadap-hadapan dan Wafa mendongak menatap Galvin yang lebih tinggi beberapa inci dari gadis mungil itu. "Kan?" Laginya berujar sedikit lebih nyaring.                 Wafa mengangguk.                 "Kalau gitu …." Galvin menyengir. "Kasih mahkota kamu!"                 Wafa diam.                 "Woy!” Bentakan Galvin sesaat menyentakan Wafa. “Gimana? Mau, enggak, sayang?" Lalu nadanya mulai menghalus.                 Keheningan tanpa jawaban itu, membuat Galvin benar-benar jengkel terlebih Wafa mulai menangis.                 "Kalau kamu beneran sayang sama aku, cepet, kasih aku mahkota kamu!"                 Enggak … jangan. Wafa meneriaki dirinya yang mulai mengingini itu. Wafa ingin tetap pada kepercayaannya. Kepercayaan yang takut ia katakan pada Galvin, ia bisa saja sangat marah. Tapi tidak ada salahnya—                 "Argh! Udah jelas kamu gak mau, ‘kan? Pokoknya, mulai sekarang, kita putus!"                 —untuk mencoba, ‘kan?                 Wafa terkejut.                 Ia baru … baru menjalinnya beberapa hari. Tetapi sekarang, Galvin meninggalkannya di sini, sendirian, menaiki motornya dan melesat menjauh, tak mempedulikan dirinya dan Wafa sendiri tak sanggup menahannya padahal ia siap menerima permintaannya.                 Wafa tak sanggup menahan air matanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

PATAH

read
514.9K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Broken

read
6.3K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook