bc

My Annoying Boss

book_age18+
836
FOLLOW
7.4K
READ
billionaire
arrogant
dominant
goodgirl
drama
sweet
bxg
evil
first love
shy
like
intro-logo
Blurb

Sejak peristiwa malang yang dialami keluarganya beberapa tahun silam, Zefanya tidak pernah bisa lagi hidup tenang. Dia dituntut untuk selalu bekerja keras dan mengesampingkan rasa malu juga gengsi demi keberlangsungan hidup. Sampai suatu ketika setelah cukup lama, dia merasa sangat beruntung bertemu kembali mantan pacar sekaligus kawan lamanya dengan status sebagai asisten pribadi lelaki itu. Tapi siapa sangka, pria yang Zefanya kenal baik dan polos itu memperlakukannya seperti b***k. Dan yeah, Zefanya baru sadar bahwa masa lalu di antara mereka tidak begitu baik.

chap-preview
Free preview
Prolog
“Yak, Nathan i***t! Kenapa kamu pergi ke sana?” “Barusan kamu yang bilang!” “Aku bilang pergi ke kiri, bukan ke tengah!” “Kamu bilang jangan pergi ke kiri, tapi ke tengah, b******k!” “Aku tidak mengatakan itu!” “Aihs, sial!” Teriakkan-teriakkan beserta sumpah serapah itu terdengar di dalam ruangan besar yang didominasi oleh warna hitam dan abu-abu yang maskulin. Dua orang pria dewasa—satu memakai pakaian kantor lengkap, meski jas dan dasinya sudah tak karuan, dan satunya lagi memakai celana jins belel dipadu dengan sweater putih—tengah bermain game. Ralat, permainan keduanya sudah selesai beberapa sekon lalu. Mereka adalah Nathan, si pemilik ruangan tersebut, dan Bayu, saudara sepupunya. Keduanya menyimpan stik play station yang barusan mereka gunakan secara kasar ke atas karpet berbulu tebal tempat mereka duduk. Kemudian angkat kaki dari sana, berpindah pada sofa besar di belakang. Ruangan tersebut memang cukup mewah dan luas untuk ukuran kantor. Bukan hanya ada sofa dan layar televisi besar, di sana juga terdapat lemari tinggi yang berisi tumpukan buku yang sering Nathan baca, ada pula kulkas dan mesin pembuat kopi mahal yang khusus diletakkan di ruangan CEO. Itu terlihat seperti kamar pribadi seorang jutawan, minus ranjang dan lemari pakaian. “Padahal sebentar lagi kita berhasil!” keluh Bayu, pria berusia 30 tahun yang baru menikah beberapa bulan lalu. Sesuatu yang sempat membuat Nathan mau pun Raka terkejut. Pria sepertinya, ternyata bisa juga menikah. Meskipun, jujur, cara dia menarik istrinya ke dalam pernikahan agak gila. Nathan berdecak tak terima, “Salahmu yang salah mengarahkan!” tukasnya kesal. “Dasar kekanakkan! Kamu yang salah, tapi melimpahkan kesalahan pada orang lain.” Nathan menatap sinis pada Bayu yang menyandarkan punggungnya lelah pada sandaran sofa. “Sudahlah. Pergi sana! Masih banyak berkas yang harus aku tinjau,” katanya, seraya berjalan menuju meja dan tumpukan berkas yang membuatnya nyaris muntah. Tumpukan berkas yang membuatnya mengalami insomnia akut. “Kamu mengusirku setelah beberapa saat lalu memaksa aku datang ke sini, Nath?” Bayu menegakkan tubuh, tak terima atas perlakuan sepupu yang usianya beberapa bulan lebih muda darinya itu. “Iya.” “Sialan.” “Berhenti mengumpat. Istrimu sedang hamil.” “Jika Raka di sini, dia pasti akan menempeleng kepalamu.” “Sayangnya dia tidak ada.” Nathan menipiskan bibir, menatap Bayu dengan tatapan polos, dan itu, sungguh, amat menyebalkan. “Dasar pria sinting.” “Aku mendengarmu, Bay.” Nathan tersenyum simpul seraya menggeleng pelan mendengar gerutuan Bayu yang ditunjukkan padanya sebelum lelaki itu pergi. Memang, di antara empat sepupu di keluarga Wifesa, Nathan dan Bayu adalah yang paling muda, dan paling tidak akur. Nathan jadi ingat, ketika kecil mereka sering dikira kembar karena sering bermain bersama dan bertengkar di rumah Nenek. Belum lagi baju kembaran yang sering dibelikan Nenek mereka membuat semua orang yakin kalau mereka berdua kembar. Dan itu terjadi sampai mereka remaja. Saat memasuki usia 10 tahun ke atas, Bayu benci datang ke rumah nenek mereka. Karena pasti, mereka akan diberikan baju yang mirip lagi. Sementara, Bayu tidak suka dibilang kembar dengan Nathan. Tidak, bukannya dia membenci Nathan. Dia hanya merasa hal itu sangat memalukan dan norak. Dia juga tidak suka karena Nathan kecil sangat cengeng. Sementara bagi Nathan, Bayu adalah anak yang nakal. Meski usia Bayu beberapa bulan lebih tua darinya, tapi dia sangat kekanak-kanakan. Nathan tipe anak yang penurut, berhati polos, dan cengeng. Sementara Bayu adalah laki-laki pembangkang, berjiwa bebas, dan selalu bertindak sebelum berpikir. Mereka sangat berkebalikan. Mungkin itulah yang membuat mereka kadang tidak akur. Tapi di samping itu semua, mereka memiliki satu kesamaan yakni, keduanya berhati tulus. Sepupu yang lain ada Raka dan Aras. Kedua orang itu mengambil langkah berbeda dari Nathan dan Bayu yang berkecimpung di dunia bisnis, meneruskan perusahaan orang tua masing-masing—meski, minat Bayu sebenarnya pada film, bukan bisnis. Raka seorang dokter ahli nefrologi, sementara Aras adalah psikiater. Mereka bekerja di rumah sakit yang sama. Dan, Aras adalah kakak dari Bayu sekaligus sepupu tertua di keluarga Wifesa. Sudah menikah dan memiliki seorang putri yang cantik berusia empat tahun. Nenek sangat senang saat Felisha, anak Aras tersebut lahir. Karena keluarga Wifesa kesemuanya laki-laki, maka kehadiran cucu perempuan begitu menyenangkan. Saking senangnya, dia jadi ingin tambah cucu sehingga imbasnya, Nathan dan Raka yang masih melajang terus didesak menikah. Untunglah Bayu menyelamatkan mereka berdua, meski harus babak belur dulu karena dia menikahi istrinya dengan cara paling tidak etis. *** Nathan baru saja terlelap selama beberapa saat. Pekerjaan yang menumpuk membuatnya nyaris bermalam di kantor, dan begitu pulang pun tubuhnya tak lantas segera beristirahat. Pikiran yang terlalu lelah dan rumah yang begitu sepi membuat tidur adalah hal terakhir yang bisa dia lakukan. Lalu sekarang, setelah akhirnya dia bisa terlelap, nada dering ponsel yang menjerit nyaring memaksa Nathan untuk kembali menarik diri dari lelap. Rasanya, seluruh tubuh Nathan sangat remuk sekarang. “Iya, ada apa, Ma?” respons Nathan pada pemanggil di seberang sana setelah dia melihat nama yang tertera di layar, yang ternyata adalah ibunya. “Baby, kamu sudah bangun, hm?” “Baru saja, karena mendengar suara ponsel. Kenapa, Ma?” tanyanya dengan nada serak khas orang bangun tidur. “Hei, ini sudah jam 5 pagi. Seharusnya kamu sudah bangun dari tadi, Sayang. Bergegas mandi, nikmati waktu pagi dan sarapanmu yang bergizi.” Nathan mengerang, “Demi Tuhan, aku bahkan baru tidur kurang dari dua jam lalu.” “Kenapa? Kamu insomnia?” tanya Dara, ibunya, di seberang sana dengan nada khawatir. Nathan menggeleng pelan meski tahu bahwa ibunya tidak akan bisa melihat hal tersebut. “Aku lembur,” katanya. “Nathaniel Cakra Wifesa!” tiba-tiba suara ibunya begitu melengking. “Memang tidak ada hari esok sampai kamu harus lembur dan telat tidur hanya karena pekerjaan, eh? Jangan seperti Papa kamu. Please, Mama tidak suka kamu gila kerja dan berakhir kesehatan kamu memburuk.” “Lebih cepat dikerjakan lebih baik, Ma. Lagi pula pulang cepat pun di rumah tidak ada siapa-siapa. Lebih baik aku bekerja.” “Cari pacar, lalu ajak dia tinggal bersama kamu di rumah. Tidak mungkin tidak ada satu pun gadis yang kamu kencani, kan?” “Tidak ada. Lagi pula ini bukan Amerika, Ma, tolong.” Terdengar helaan napas kasar di ujung sana. “Astaga, okay. Mama gagal membesarkan kamu. Bagaimana bisa anak Mama yang tidak memiliki kekurangan ini tidak bisa mendapat pacar?” “Mam, aku harus tidur sebentar lagi. Jadi silakan sampaikan apa yang ingin Mama sampaikan sebelum aku menutup sambungan telepon sekarang.” “Cih, tidak ada. Mama hanya merindukan kamu, itu saja.” Nathan membenarkan posisi rebahannya hingga kini menatap langit-langit dengan salah satu bantal dia peluk di dadanya. “Kalau begitu pulanglah. Apa Mama tidak lelah terus bepergian tidak jelas keluar negeri?” “Hei, Mama tidak bepergian tidak jelas! Mama pergi ke beberapa negara untuk kebutuhan riset novel baru Mama yang akan rilis tahun depan.” “Okay, baiklah. Selamat bersenang-senang. Aku akan tidur selama satu jam, lalu berangkat bekerja, pulang, tidur, bekerja, dan terus seperti itu.” “Ya Tuhan. Anak tampanku sedang merajuk sekarang? Oke-oke, Mama akan pulang beberapa minggu lagi, kamu puas?” Nathan mengatupkan bibir dengan gaya menggemaskan. Mungkin, di seberang sana, Dara tahu apa yang sedang dilakukan anak semata wayangnya itu. Karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu ketika merajuk. “Tidak. Lebih cepat. Aku akan mengajak Mama makan di tempat yang bagus,” ujar Nathan mutlak, membuat sebuah gumaman ibunya terdengar tengah senyum setelahnya. “Okay, Darling. Sekarang, bisa kecup Mama sebelum menutup telepon?” “Aku sudah besar, Ma!” Nathan mengerang kesal seraya memilin ujung bantal dengan wajahnya yang mengantuk. “No. Di mata Mama kamu masih bayi kecil Mama yang menggemaskan.” “Astaga. Baiklah. Muah!” “Hahaha lucunya bayi ini. Ya sudah, selamat istirahat. Hari ini jangan pulang larut, okay?” Nathan menggumam singkat, kemudian telepon tertutup. Ibunya selalu overprotektif dan memperlakukan dirinya bak bayi berumur lima bulan. Bahkan, Nathan tidak mengira, bahwa setelah pembicaraan mereka pagi itu, beberapa hari setelahnya dia kembali menghubungi dan mengatakan bahwa dia sudah memperkerjakan seorang asisten untuknya. Astaga, Nathan bahkan tidak meminta hal itu. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Skylove (Indonesia)

read
109.1K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.9K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.1K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Wedding Organizer

read
46.7K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook