bc

Hubbiy (Kala Rasa Tiba)

book_age18+
731
FOLLOW
4.5K
READ
love after marriage
drama
sweet
first love
spiritual
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Axel tak pernah menyangka akan mengalami kejadian yang mampu merubah dunianya. Dia jatuh cinta pada wanita yang mencintai pria lain. Baginya, Nasha adalah cinta pandangan pertama. Sementara bagi Nasha, Axel hanya Sang Penolong.

Mampukah Axel membuat Nasha melupakan pria yang dicintainya? Lalu, berpaling pada Axel?

"Aku dan kebahagian adalah dua kata yang tidak bisa disatukan. Jika kamu terus mendekatiku, kamu tidak akan pernah bisa bahagia."

Nasha Farikha

"Setiap orang berhak untuk bahagia, tidak peduli baik atau buruk pribadinya. Kamu hanya perlu memilih, ingin bahagia atau malah sebaliknya."

Axel Dirgantara Walzer

Cover by: Lina Rahayu

Edited by: Canva

chap-preview
Free preview
Prolog: Axel
Aku mengambil langkah lebar, nyaris berlari. Telepon tiba-tiba di saat yang tidak tepat membuatku menjadi gila. Entah berapa kali aku menghela napas dengan berat. Hari ini aku merasa berada di titik tergelap dalam hidup. Aku tengah merutuki kebodohan yang kulakukan, ketika adikku menelepon dan mengatakan jika keadaan Mama memburuk. Mengapa harus ada dua kejadian yang menguras emosi di hari yang sangat cerah ini? Aku belum berniat menceritakan kejadian yang lain. Sekarang aku hanya ingin segera melihat Mama dan memastikan kondisinya tidak seburuk pikiranku. Akhir-akhir ini, Mama memang terlihat capai. Aku mempercepat langkah ketika sudah berada di dekat kamar Mama. Tangan kananku gemetar begitu menyentuh kenop pintu. Namun, aku berusaha menenangkan hati dan melangkah masuk. “Mama!” Aku menghampiri Mama yang tertidur di ranjang. Dia tersenyum lemah padaku. “Mama kenapa?” “Mama baik-baik saja, Xel. Mereka saja yang terlalu berlebihan.” Mataku beralih pada kedua adik perempuanku. Mereka tersenyum canggung. Aku menghela napas. “Memangnya tadi Mama kenapa?” tanyaku pada Jessy, si bungsu yang masih kuliah semester enam. Jessy tampak ragu. Dia menoleh pada Vanny yang terus memperbaiki tatanan rambutnya. Aku mengerutkan kening. Itu adalah kebiasaan Vanny ketika dia berbuat salah. Adikku yang belum genap berusia 24 tahun itu manusia paling jujur. "Kenapa, Van?" "Itu, Kak ...." Vanny berdeham beberapa kali. "Maaf," katanya pelan. Aku menghela napas berat, lalu mengusap wajah dengan kasar. Tahukah mereka apa yang baru saja aku alami sebelum datang ke sini? Aku bahkan meninggalkan sesuatu yang berharga karena telepon dari adik-adikku itu. "Ada masalah apa, Xel?" Mama mendekat dan menyentuh lenganku. Aku tersentak merasakan tangan lembutnya. "Kenapa?" Mataku mengerjap, lalu menelan ludah dengan susah payah. Bagaimana bisa aku mengatakan kesalahan memalukan semalam? Aku, Axel Dirgantara Walzer, tidak pernah merasa menjadi pria terburuk sepanjang usia. Sampai 34 tahun lebih aku menjaga diri dan berhati-hati. Mengapa aku bisa terjerumus kali ini? "Axel," panggil Mama lirih. Dia mengguncang pelan tubuhku. "Ma, Axel harus pergi, Axel ...." Sungguh! Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada Mama tanpa melukai perasaannya. Ini adalah kesalahan pertamaku, jadi aku belum tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Mama menggenggam kedua tanganku dan tersenyum. "Pergilah. Jangan membebani diri sendiri, Sayang. Mama tahu kamu selalu bisa diandalkan." Tanpa bisa ditahan, aku memeluk tubuh mungil Mama. "Axel akan menyelesaikan masalah ini dengan baik, Ma," bisikku sepelan mungkin. Berharap kedua adikku tidak mendengar dan bertanya macam-macam. Aku berpaling pada Jessy dan Vanny. "Jaga Mama. Jangan melakukan hal-hal konyol yang tidak penting," pesanku. Mereka mengangguk paham. Setelah mengangguk singkat pada Mama, aku melesat keluar, kali ini setengah berlari. Aku tidak ingin terlambat menyelesaikan masalah. Waktuku tidak banyak. Semoga saja dia belum pergi. Dia yang aku maksud adalah seorang gadis, ah, bukan, karena sebuah kesalahan, dia tidak menyandang status itu lagi. Ya! Kalian benar. Akulah yang bertanggung jawab untuk hal itu. Tunggu dulu! Jangan memandangku sebagai p****************g yang suka bergonta ganti pasangan. Sebaliknya, seumur hidup, aku menghindari makhluk bernama wanita. Jangan salah paham lagi! Aku pria normal. Hanya saja, aku harus menjaga ibu dan ketiga adikku. Jika aku menikah, perhatianku akan terbagi. Aku takut tidak bisa merawat keluarga dengan baik. Sejak kepergian Papa, mereka adalah tanggung jawabku. Kembali lagi pada wanita yang aku tinggalkan di hotel pagi ini karena telepon iseng dari adikku. Aku hanya tahu namanya Nasha Farikha. Semalam kami bertemu secara tidak sengaja di luar bar sebuah hotel. Nilaiku bertambah buruk saja. Sebenarnya aku pergi untuk menemui temanku yang merupakan pemilik bar. Ada sedikit hal yang harus kami bicarakan. Saat akan memasuki bar, aku melihat Nasha yang terkulai di kursi. Ada seorang pria yang berusaha berbuat buruk padanya. Salahku adalah terlalu peduli pada sekeliling. Aku tidak mungkin diam saat melihat wanita teraniaya, jadi aku putuskan untuk membantu. Pria yang bermaksud buruk pada Nasha pergi begitu saja ketika melihatku. Dia melemparkan sebotol air mineral dan tersenyum lebar. Terus terang saja, aku tidak mengerti arti senyumannya. Tapi, kemudian aku tahu jika air itu sudah dicampur oleh sesuatu yang membuatku terasa terbakar. Aku kehilangan kendali dan malah berbuat buruk pada Nasha. Kesalahan keduaku adalah meminum air dari orang asing. Sebenarnya, aku tidak bermaksud minum, tapi mata hitam Nasha begitu menggoda. Apalagi ketika dia berbisik pelan, "Mata cokelatmu sangat memesona, aku suka." Jadilah aku panas dan tanpa sadar menegak habis isi botol keramat itu untuk menenangkan diri. Baiklah! Sebaiknya aku kembali ke hotel itu secepatnya dan menemukan wanita bernama Nasha Farikha. ??? "Nasha Farikha!" Setidaknya aku masih sempat membaca identitas wanita itu tadi pagi. Jadi, aku tahu siapa namanya. Nasha menoleh. Dia mematung saat aku berjalan mendekatinya. Kurasa dia tahu siapa aku. Mata bulatnya bertambah lebar ketika terkejut. Bibir mungilnya sedikit terbuka. Dia berdeham, lalu mulai menyisir rambut dengan jemari lentiknya. "Kita perlu bicara," ucapku tegas. "Jika itu tentang kejadian semalam, sebaiknya kita tidak usah bicara." Aku terkejut dengan kalimatnya. Aku mendekat dan memandangi wajahnya yang menantang. Dia pasti tipe wanita keras kepala yang merasa paling kuat. Aku menghela napas berat. "Bisakah kita duduk dan bicara?" tanyaku penuh harap. Wanita berambut lurus itu tampak berpikir sebentar sebelum memilih duduk di kursi terdekat. Aku mengekor. "Tentang semalam ...." "Itu hanya sebuah kesalahan. Aku harap kamu tidak memperpanjang masalah ini." "Tapi, bagaimana kalau kamu ...." "Tenang saja! Aku tidak sedang dalam masa subur," sahut Nasha cepat. "Kamu ...." "Aku punya pria yang sangat aku cintai, jadi kumohon jangan mendebatku lagi." Nasha menunjukkan beberapa fotonya dengan pria tampan. Mereka memang terlihat sangat dekat. Keduanya bahkan selalu mengumbar senyum saat berfoto. "Tetap saja. Bagaimana bisa saya melupakan kalau semalam kita ...." "Cukup! Jangan mengatakan apa pun lagi. Jangan pernah mencariku. Aku akan sangat membencimu jika itu terjadi." "Bagaimana dengan pria yang kamu cintai itu? Bisakah dia menerimamu setelah hari ini?" "Aku sudah mengenalnya dengan baik. Dia tidak akan merasa keberatan. Toh, dia tidak sebaik itu." Aku mengerutkan kening saat dia mengatakan kalimat terakhir. Apa maksudnya dengan 'tidak sebaik itu'? Mungkinkah dia jatuh cinta pada orang yang salah? "Aku harap ini akan menjadi pertemuan terakhir kita," kata Nasha final. Meski berat, aku tetap mengangguk. "Kita sama-sama tidak sadar tadi malam, jadi itu bukan salah siapa-siapa. Kamu tidak memiliki tanggung jawab apa pun padaku. Oke?" Sekali lagi, aku menghela napas dan mengangguk seperti orang bodoh. Diam-diam aku menatap wajah cantik Nasha dan merekamnya dalam ingatan. Aku akan percaya jika orang berkata bahwa cinta itu membuat otakmu teracuni. Karena aku merasa sedang sakau. Ini pertama kalinya aku terpesona pada wanita. Sayangnya, aku langsung patah hati. Nasha ternyata memiliki seseorang yang sangat spesial dalam hidupnya. Aku tidak berhak memaksakan kehendak. "Apa pun itu, kamu bisa selalu mengandalkan saya," ucapku setenang mungkin. Lalu, aku mengulurkan kartu nama pada Nasha. Dia terlihat ragu untuk menerima, tetapi kemudian memutuskan menyimpan benda itu di tasnya. "Thank's. Good bye!" Mataku masih terus memandangi punggung Nasha yang menjauh. Rasanya akan sulit melupakan sosok itu dalam waktu dekat. Bolehkah aku sedikit egois kali ini? Rasa penasaran tiba-tiba menggelitikku. Aku ingin tahu siapa Nasha Farikha. Benarkah semua hal yang dikatakannya itu? Bolehkah aku berharap jika dia sedang berbohong? Dia sebenarnya tidak memiliki pria mana pun yang dicintai. Dia hanya ingin melepasku karena takut. Aku berharap dia sama terkejutnya denganku saat terbangun dan menyadari kesalahan kami semalam. Aku tidak berharap dia hamil, jika itu terlalu berat untuknya. Saat ini, aku hanya ingin mengenalnya. Alangkah baiknya jika aku bertemu dengan Nasha sebelum tadi malam. Tentunya pada momen yang lebih berkelas. Mungkin dia bisa menjadi salah satu rekan kerja atau klienku. Atau orang yang tidak sengaja bertemu denganku di salah satu pusat perbelanjaan. Saling mengenal dan menjadi teman. Lalu, berlanjut pada hubungan yang lebih serius. Well. Hidup terkadang tidak selalu sama dengan harapan kita. Aku bahkan sudah menyusun kehidupanku sejak bertahun-tahun lalu. Merencanakan segala hal dengan baik dan teliti. Tidak membiarkan setitik celah pun untuk orang lain yang tidak penting. Wanita jelas bukan prioritasku sekarang. Aku hanya akan menikah setelah semua adikku menemukan pasangan mereka. Tidak peduli sudah berumur berapa aku saat itu. Aku tidak bisa meninggalkan adik-adikku sebelum mereka mapan. Jika saat itu akhirnya datang dan tidak ada seorang wanita pun yang menginginkanku, aku tidak keberatan untuk hidup sendiri. Menjaga Mama seumur hidup akan menjadi hal yang sangat membahagiakan. Aku tidak memedulikan tentang pasangan hidup. Itulah pemikiranku dulu. Namun, pertemuan dengan Nasha membuatku berharap. Aku menginginkannya untuk diriku. Ini mungkin terdengar aneh dan egois. Seorang Axel jatuh cinta? Itu mustahil. Aku sudah menolak berbagai jenis wanita. Mengapa sekarang aku malah menginginkan seorang Nasha? Aku sadar betul jika Nasha hanya wanita asing yang kebetulan singgah dalam perjalanan kehidupanku. Tapi, aku bukan orang yang percaya dengan 'kebetulan'. Bagiku, setiap kejadian pasti ada sebab akibatnya. Tidak ada sesuatu yang tiba-tiba terjadi tanpa alasan. Berbekal dengan rasa penasaran dengan sosok Nasha, aku mulai menyelidiki mengenai wanita itu. Siapa yang tahu akhirnya aku memiliki kesempatan untuk muncul di hadapannya sebagai Sang Penolong? Rasanya bagai mimpi saat kemudian aku melihatnya lagi. Jika itu memang mimpi, aku tidak keberatan untuk tertidur panjang. Aku senang jika Nasha merasa membutuhkanku. Setidaknya, aku memiliki alasan untuk berada di dekatnya. Meski aku harus terluka karena melihat cintanya yang tertuju untuk pria lain. Pria yang hanya menganggapnya sebagai sahabat. Selamanya. Begitulah. Awal kisahku dan Nasha berlangsung di sebuah rumah sakit. Ketika Nasha yang ternyata sudah melahirkan anak kami. Ketika pria yang dicintai Nasha melepas wanita itu agar bisa bahagia dengan yang lain. Ketika Nasha tetap menolak untuk mencintaiku. Kisah kami baru saja dimulai.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Hate You But Miss You

read
1.5M
bc

His Secret : LTP S3

read
649.3K
bc

Broken

read
6.2K
bc

Satu Jam Saja

read
593.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook