bc

The Handsome From Another World

book_age16+
600
FOLLOW
2.1K
READ
time-travel
goodgirl
prince
student
genius
mage
city
another world
athlete
like
intro-logo
Blurb

Setiap ucapan adalah do'a. Apa yang dikatakan He Hua bersama sahabatnya Fen Hong benar-benar terjadi. Melakukan perjalanan waktu seperti yang dilakukan oleh doraemon dan teman-temannya kini benar-benar terjadi pada He Hua bersama sahabat barunya di dunia asing. Di sana dia juga menemukan apa arti cinta sesungguhnya, persahabatan dan pengabdian kepada negara.

Proses Revisi

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Terbawa Meteor
Bulan purnama malam ini tersenyum ceria. Cahayanya menerangi malam yang gelap gulita. Tak ketinggalan juga, bintang-bintang terang ikut menghiasi langit. Angin-angin berembus damai, menggoyangkan dedaunan, dan bunga-bunga yang terdiam membisu. Hari ini diadakan perkemahan di SMA Negeri Pínghé. Salah satu sekolah unggulan di Kota Děngdài, Negara Xīnxiān. Negara Xīnxiān adalah sebuah negara kecil yang terletak di dekat China. Perkemahan khusus diadakan untuk anak kelas 12 Zìrán Kēxué 1 dan 12 Zìrán Kēxué 2. Tampak beberapa tenda berwarna hitam disusun secara rapi dan berurutan di lapangan halaman belakang SMA Negeri Pínghé berdasarkan kelas. Sepuluh tenda di sisi kanan khusus untuk kelas 12 Zìrán Kēxué 1, sedangkan sepuluh tenda di bagian kiri khusus kelas 12 Zìrán Kēxué 2. Hiruk pikuk terdengar. Anak-anak cowok bernyanyi, sedangkan anak-anak cewek sibuk mengobrol. Namun, ada juga yang malah mojok berduaan. Aroma ayam dan rumput terbakar menguar di udara dan membuat malam itu semakin semarak. Setelah acara bakar-bakar, hampir seluruh anak masuk ke tenda masing-masing. Di salah satu tenda putri, dua gadis berada di dalamnya dengan kegiatan masing-masing. Jam menunjukkan tepat pukul sepuluh malam. Gadis manis yang memakai pakaian piama hijau terlihat sibuk mengeluarkan seluruh isi tasnya sehingga di dalam tenda tersebut berantakan, tangannya sibuk mencari sesuatu. "Aduh, di mana ya?" Gadis berpiama hijau itu terus mencari. Dia melirik teman setendanya yang duduk bersila. Cewek itu tampak nyaman membaca buku huàxué lèi kelas dua belas. "He Hua, kamu lihat tidak pita rambut aku?" tanyanya pelan. He Hua mengalihkan pandangannya, menatap Fěn Hóng yang juga menatapnya. "Aku tidak lihat," katanya singkat, kemudian kembali membaca, membalik bukunya ke halaman selanjutnya lagi. "Padahal pita itu baru aku beli tadi pagi," ucap Fěn Hóng dengan raut wajah sedih. Fěn Hóng keluar dari tenda mencari pita rambut merah muda tersebut di sekitar tenda, bertanya kepada teman-teman perempuan lain yang kebetulan keluar ingin ke kamar mandi. Mereka mengatakan tidak melihat pita tersebut. Fěn Hóng juga memanggil Dìqiào dan Lìxí yang tendanya di sebelah tenda mereka. Dìqiào dan Lìxí yang sedang mengobrol asyik, terpaksa berhenti. "Aku keluar dulu, mungkin saja ada hal yang penting ingin disampaikan Fěn Hóng," ujar Dìqiào sebelum keluar tenda yang dibalas anggukan Lìxí. "Fěn Hóng, kenapa kamu memanggil kami?" tanya Dìqiào dengan raut muka bingung. "Kamu lihat tidak pita yang baru aku beli tadi pagi?" tanya Fěn Hóng. Dìqiào menggeleng tidak tahu. "Oh, baiklah," kata Fěn Hóng dengan wajah muram. Fěn Hóng masuk kembali ke tenda dengan lesu. "Ingat-ingat lagi tadi kamu ke mana terakhir tadi?" kata He Hua sambil menutup buku pelajaran, memasukkannya ke dalam tasnya. Fěn Hóng mengingat-ingat. "Ah, aku tadi ke gedung kelas yang baru dibangun itu." "Kemungkinan pita rambutmu itu tertinggal di sana," balas He Hua. Fěn Hóng menarik tangan Xiǎo Tán. "Ayo temani aku mencarinya." "Baiklah," jawab He Hua pasrah. "Kalian mau ke mana?" tanya Dìqiào, sedangkan Lìxí sibuk membalas chatt-an dari Guō Xīn pacarnya. "Ke lantai dua," balas He Hua singkat. "Kalian mau ikut ke sana?" tanya Fěn Hóng. "Tidak, kami di sini saja." "Tolong jaga barang kami ya, takutnya barangnya hilang." Dìqiào dan Lìxí mengangguk. Di depan kelas sepuluh menuju lantai dua, mereka berdua bertemu seorang guru wanita berbadan gemuk seperti ikan buntal di koridor yang sedang berpatroli. Nǚ lǎoshī Qīng melarang mereka ke lantai dua. Awalnya Fěn Hóng menurut, tapi ketika Nǚ lǎoshī Qīng gemuk itu berlalu pergi berpatroli ke tempat lain, Fěn Hóng menarik tangan He Hua. Fěn Hóng mengajak He Hua ke kelas baru di lantai dua. Ketika naik ke lantai dua, di depan teras kelas mereka bercerita tentang kelas baru. Lampu-lampu di depan kelas bersinar dengan terang. Cahayanya berwarna putih. "Gedung ini, kita tidak sempat memakainya," ucap He Hua melihat pintu dan dinding kelas baru yang baru saja dicat berwarna abu-abu serta dipasang pintunya dua minggu yang lalu. "Iya, palingan adik kelas yang menikmatinya," balas Fěn Hóng ikut melihat. "Iya." "Sudahlah, tidak apa-apa," hibur Fěn Hóng. He Hua menanggapi dengan tersenyum simpul. Fěn Hóng mendorong pintu kelas. Mereka melangkah masuk ke kelas bagian pojok kiri. Kelas itu gelap sekali. Rasa takut tiba-tiba melanda diri He Hua. Fěn Hóng mengambil senternya dan menghidupkannya. Dengan bantuan cahaya senter, He Hua menekan sakelar. Begitu sakelar lampu dihidupkan, terlihat ada banyak kursi baru, meja baru, dan beberapa poster tentang pelajaran biologi ditempel di dinding abu-abu tersebut. Tujuh buah jendela berukuran sedang berada di sisi dinding depan dan belakang. Aroma tinner masih tercium jelas menusuk hidung. Masih banyak debu-debu yang menempel di meja, kursi, dan lantai berkeramik putih. Beberapa kali kedua gadis itu bersin. "Bagus, ya. Hanya saja gordennya belum dipasang." He Hua memuji. "Benar. Aku malam tadi bermimpi menjelajahi dunia lain," ucap Fěn Hóng, mematikan lampu senternya, memasukkannya ke dalam saku celana. He Hua menanggapinya dengan tersenyum. "Iya, bisa saja sih." Mereka mencari pita tersebut di seluruh penjuru ruangan. Tangan keduanya kesat karena terkena debu. Lima belas menit kemudian pita rambut merah muda tersebut ditemukan tepat berada di salah satu meja bagian kiri dekat jendela. "Fěn Hóng!" pekik He Hua. "Ini pitamu?" ucap gadis berambut hitam tersebut sambil menunjukkan benda yang dia pegang. Fěn Hóng segera mendekat. "Iya, benar ini, pitaku, terima kasih sudah menemukannya." Fěn Hóng memasukkan pita tersebut di kantong bajunya. "Kenapa kamu ke kelas ini?" tanya gadis berambut hitam tersebut heran. "Aku hanya jalan-jalan sekaligus membersihkan kelas ini, menyapu karena perintah dari Nǚ lǎoshī Líng." Fěn Hóng nyengir. "Pasti kamu melakukan hal yang tidak-tidak, itulah sebabnya Nǚ lǎoshī Líng marah," tuduh He Hua langsung. Fěn Hóng nyengir. "Ah, iya, aku tadi tidak sengaja menumpahkan kopi di meja nǚ lǎoshī Líng, waktu lewat di depan meja beliau sambil bawa buku anak kelas 11 Zìrán Kēxue 3." "Kamu juga kenapa tidak hati-hati," balas He Hua tertawa. "Biasa saja, lagi pula aku tidak sengaja," ucap Fěn Hóng cemberut. "Oh, jangan cemberut, sahabatku yang manis, aku hanya bercanda." "Hm, baiklah." Fěn Hóng mencubit kedua pipi He Hua dengan gemas. "Aduh, pipiku jangan dicubit. Kau pikir pipiku ini kue?" tanya He Hua, mengusap pipinya. "Ya, pipimu itu kue. Aku ingin memakannya," kata Fěn Hóng jahil. He Hua tidak menjawab. Gadis berambut hitam sepinggang itu menuruni tangga dengan hati-hati. Dalam hati, He Hua ketakutan, jantungnya berdetak lebih kencang melihat keadaan di depannya yang gelap, takutnya nanti ada yang muncul. Bayangan ranting-ranting pohon seakan membentuk hal yang menyeramkan. Herannya Fěn Hóng tampak biasa saja dengan keadaan seperti ini. He Hua mempercepat langkah kembali ke tenda. Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh menit malam. Anak-anak cowok berkumpul di dalam tenda salah satu siswa. Mereka bercerita tentang pengalaman bertemu hantu pertama kali, ditemani secangkir kopi dan makanan-makanan ringan, sedangkan di depan tenda lainnya, He Hua, Fěn Hóng , Dìqiào, dan Lìxí, menumpuk kayu-kayu ranting rapi, kemudian menyalakannya menggunakan korek api untuk membuat api unggun, membakar kayu ranting untuk menghangatkan tubuh yang mulai kedinginan. Kayu ranting kecil itu secara perlahan dilahap api yang menyala merah. Mereka berempat duduk bersila melingkari api unggun. "Andai saja bisa melintasi waktu," ucap Fěn Hóng menatap langit hitam berbintang. He Hua membalas, "Iya, seperti di film Doraemon, bisa ke mana saja dengan pintu ajaibnya." "Tapi bagaimana mungkin itu akan terjadi," kekeh He Hua. Fěn Hóng tersenyum. "Ah, itu benar." Dìqiào ikut menyahut, "Kalau aku ketemu sama si kucing biru, aku akan meminta uang yang banyak untuk beli makanan yang enak-enak." Lìxí mengangguk setuju. "Iya, kita itu butuh uang yang banyak untuk membeli bedak, lipstik, parfum. Aku juga akan meminta dibelikan pakaian-pakaian yang mahal, perhiasan yang mewah." "Oh, ya aku dan Dìqiào mau kembali ke tenda. Kami mau maskeran biar tambah cantik." Dìqiào dan Lìxí kembali ke tendanya. "Silakan." Fěn Hóng ingin memutar lagu, tetapi ia tidak sengaja menekan radio. Terdengar bunyi radio dari handphone Fěn Hóng. "Pemirsa, malam ini akan ada fenomena langka yang terjadi dalam 300 tahun ini. Bintang Vamela yang jatuh, jangan sampai Anda melewatkannya," ucap penyiar radio. Fěn Hóng melihat sisa baterai di handphone-nya yang ternyata masih lima persen. "Ah, aku lupa mengecasnya," ujar Fěn Hóng panik sembari mematikan radio di handphone-nya "Tidak usah panik. Aku membawa powerbank kok kamu bisa meminjamnya," sahut He Hua. "Terima kasih, He Hua," ucap gadis berambut cokelat sebahu itu tulus. "Iya, sama-sama," balas He Hua. "Di mana powerbank-nya?" tanya Fěn Hóng masuk ke dalam tenda. "Di dalam tasku yang bagian depan," ujar He Hua ikut masuk ke dalam tenda. Fěn Hóng mengambil powerbank berwarna abu-abu dari dalam tas bagian depan, menutup ritsletingnya. Dia mengambil charger handphone-nya, kemudian mengecas handphone-nya, meletakkan di samping tas berisi baju mereka berdua. "Kamu bawa dua powerbank ya?" ucap Fěn Hóng melirik He Hua. "Iya, aku bawa dua powerbank karena kalau aku bawa satu powerbank tidak cukup, apa lagi kita berdua yang memakai," jelas He Hua. "Pengertian sekali," puji Fěn Hóng tersenyum, He Hua balas tersenyum. He Hua mengambil handphone-nya dari dalam tas, memainkan game Moy, si gurita ungu kecil yang lucu. Di handphone-nya banyak berisi permainan karena gadis itu suka bermain game, berbeda dengan Fěn Hóng yang tidak suka bermain game. Fěn Hóng mendekat ke arah He Hua. "Ya ampun, kamu masih suka game anak-anak seperti ini?" Gadis manis itu menggeleng heran. "Ini bukan hanya game untuk anak-anak, tapi game ini bebas dimainkan untuk segala usia," bela He Hua, masih memainkan game Moy. Fěn Hóng tidak membalas. Ia menutup aplikasi game Moy memasukkannya ke dalam tas abu-abunya. He Hua melirik ke arah Fěn Hóng yang ternyata sudah tertidur. Gadis berkulit putih itu ikut tidur di samping Fěn Hóng, menarik sedikit selimut bergambar Doraemon yang semula menyelimuti temannya itu. Beberapa menit kemudian akhirnya tertidur lelap. Terlihat di bahu kanan He Hua muncul sebuah ukiran yang bercahaya. Tak disangka apa yang dikatakan sepasang sahabat tersebut akan menjadi kenyataan. Satu bintang membawa gadis cantik itu ke suatu tempat yang jauh.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Me and My Broken Heart

read
34.5K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.3K
bc

A Secret Proposal

read
376.4K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Hurt

read
1.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook