bc

Protecting You

book_age16+
898
FOLLOW
4.5K
READ
family
friends to lovers
badboy
goodgirl
comedy
sweet
highschool
friendship
athlete
classmates
like
intro-logo
Blurb

Orang bilang anak-anak dengan kondisi kembar identik memiliki keterikatan batin yang melebihi anak-anak lainnya. Saat yang satu terluka, maka satunya lagi akan ikut merasakannya. Entah itu fakta atau mitos, tapi itulah yang dirasakan oleh Laurance Juarsa atau yang kerap di sapa Laura.

Hari ini perempuan itu mendapat kabar kalau adik satu-satunya yang juga kembarannya terbaring koma di rumah sakit. Detik itu juga hatinya langsung terasa remuk. Mungkin inilah sebab dari rasa tidak tenang yang terus melingkupinya. Dia tahu kalau adik satu-satunya sedang tidak baik-baik saja.

Berbagai dugaan muncul dan membuat Laura terpaksa menyamar menjadi Clara. Dalam kondisi seperti ini, sebuah dugaan muncul ke permukaan. Pembullyan. Mati-matian Laura berusaha mencari kebenarannya dan juga siapa pelaku yang sebenarnya. Laura akan memberikan pelajaran yang setimpal bagi orang yang sudah membuat adiknya seperti ini.

Tapi dalam perjalanannya ternyata tidak semudah yang Laura bayangkan. Ada banyak fakta yang terungkap dan menguras air mata. Siapa kawan dan siapa lawan. Belum lagi dengan fakta kalau dia harus berlatih agar bisa masuk tim nasional sebagai atlet figure skating.

Pada akhirnya Laura terjebak dalam keadaan yang mengharuskan dia memilih antara Clara dan kebenarannya atau mewujudkan mimpinya sebagai atlet figure skating yang terkenal baik secara nasional maupun internasional.

Mampukah Laura mendapatkan semuanya –seperti rencananya- atau dia justru akan kehilangan salah satu hal yang berharga baginya?

chap-preview
Free preview
Fakta Mengejutkan
  Part 1 : Fakta Mengejutkan   Happy Reading ^_^   ***   “Laura, Clara masuk rumah sakit. Dia koma.”   Laura memasuki rumah sakit dengan langkah yang terburu-buru. Informasi dari Mamanya cukup membuat Laura meninggalkan semua hal yang sedang dia lakukan dan berlari seperti orang gila. Dia harus sampai ke rumah sakit sebelum semuanya terlambat.   Nafasnya memburu. Dia mencari seperti orang gila padahal dia bisa bertanya pada bagian informasi tentang kamar rawat adiknya. Setelah menyusahkan dirinya, Laura sampai di lorong kamar perawatan adiknya. Dia melihat Mamanya duduk di kursi tunggu dengan bahu yang merosot. Wajahnya memancarkan kesedihan.   Laura langsung menekuk kakinya dan mengatur emosinya. Tapi semuanya terlalu menyakitkan. Air matanya merebak tanpa bisa ditahan. Dia menghampiri ibunya dengan air mata yang berderai hebat.   “Ma...”   Mamanya mendongak dan tak butuh waktu lama sampai Mamanya kini ada di pelukannya. Mamanya terisak dengan memilukan yang membuat Laura tak kuasa menahan tangis. Kenapa adiknya bisa koma? Apa yang sebenarnya terjadi, pikir Laura. Minggu lalu adiknya masih bisa tersenyum lebar saat kembali dari asrama, dan minggu ini adiknya sudah berbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.   “Clara koma, Laura. Bagaimana mungkin—” Ucapan Mamanya terdengar putus-putus. Mamanya menggeleng dalam pelukannya dan isakannya semakin menguat. Semuanya begitu tiba-tiba jadi Laura yakin Mamanya pasti sangat tertekan.   Berkali-kali Laura mencubiti pergelangan tangannya untuk memastikan semua ini nyata. Dan memang benar, semua ini nyata. Hasil cubitannya meninggalkan rasa sakit, begitu juga  dengan hatinya yang langsung terasa sangat nyeri.   Orang bilang anak kembar memiliki ikatan batin yang kuat antara satu sama lain. Dan Laura membenarkan pendapat itu. Dirinya dan Clara memang mempunyai ikatan batin yang kuat. Jika salah satunya sakit, maka satunya lagi akan merasakan sakit juga. Baik Laura maupun Clara tidak terlalu aneh ketika ada perasaan mengganggu yang menyelimuti diri mereka kala ada hal buruk yang menimpa salah satu dari mereka. Semua itu normal.   Laura berusaha menahan tangisnya karena di sini Mamanya bergantung padanya. Tapi dia tidak bisa. Air matanya terus merebak karena kenyataan yang sangat menyakitkan ini. Akan seperti apa mereka jika hidup tanpa Clara?   ***   Laura memasuki kamar rawat Clara dengan langkah pelan yang menyiratkan kegundahan. Ini pertama kalinya, pikir Laura. Selama ini baik Laura maupun Clara tidak pernah sakit parah yang mengharuskan mereka menginap di rumah sakit. Keduanya benar-benar tidak suka rumah sakit, tapi hari ini dia harus menyaksikan adiknya koma dengan banyak alat medis menempel di tubuhnya.   “Well, Clara... bisa lo bangun sekarang juga? Gue nggak suka perasaan sakit yang timbul di diri gue ketika melihat lo kayak gini. Gue juga banyak masalah, Clara, dan gue butuh lo. Gue tahu lo juga butuh gue, dan justru karena itu gue mohon lo bangun. Ayo kita selesaikan semua masalah kita bareng-bareng.”   Air mata Laura menetes lagi. Diusapnya pelan, lalu digenggamnya tangan Clara yang terasa lemah tak berdaya.   “Belakangan ini gue nggak begitu bersemangat pas latihan. Miss. Berlin bahkan sampai bertanya-tanya kenapa gue seperti ini. Gue selalu resah tanpa sebab, so karena inikah? Lo tahu kan kalo gue sedang latihan supaya gue bisa masuk tim nasional? Please, bangun dan dukung gue. Jangan buat gue terpuruk karena lo yang seperti ini.”   Laura membaringkan kepalanya di pinggiran ranjang dengan tangan jemari yang terkait dengan jemari adiknya. Isakannya terus terdengar. Dia mungkin terdengar seperti orang bodoh karena berbicara dengan orang yang koma, tapi Laura yakin kalau Clara mendengarnya.   “Gue tahu lo juga ada masalah. Beberapa minggu ini setiap kali kita ketemu gue liat lo murung terus. Gue tahu lo nyembunyiin banyak hal, tapi gue mencoba menutup mata. Gue pikir lo akan cerita ketika lo siap, gue nggak berfikir kalo hal seperti ini akan membebani lo dan akhirnya membuat lo koma seperti ini. Please, bangun dan gue bakal dengerin semua keluh kesah lo.”   Laura merasakan sesuatu. Tangisannya terhenti. Kepalanya terangkat untuk menatap mata Clara yang masih terpejam. Mata adiknya tidak terbuka, tapi dia tadi merasakan ada pergerakan kecil dari jari-jari Clara yang digenggam oleh tangannya. Laura menatap jari-jari adiknya dengan penuh harap. Atau tadi hanya perasaannya saja?   Pintu terbuka dan sosok perempuan dengan lunglai masuk ke dalam kamar perawatan Clara. Dia adalah Ivanna, ibunda Laura dan Clara yang baru saja menemui dokter untuk membicarakan hasil pemeriksaan Clara.   Buru-buru Laura menghapus air matanya, meski sebenarnya tidak terlalu berpengaruh karena matanya sudah sembab.   “Ma, bagaimana hasil pemeriksaan?” Laura membuka topik pembicaraan dengan buru-buru. Laura memerhatikan Mamanya yang nampak lemah.   “Ada pembengkakan di otak Clara. Kita tidak tahu pasti kenapa sampai ada pembengkakan di otak Clara, tapi dokter menduga kalau kepala Clara mengalami benturan.”   “Benturan karena apa?”   Ivanna mengangkat bahunya pertanda tidak tahu lebih jelasnya. Tentu saja, satu-satunya orang yang tahu adalah Clara dan saat ini Clara koma.   “Mungkin Clara kecelakaan sehingga kepalanya terbentur, atau bisa juga dia ceroboh sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur. Ada banyak spekulasi, Laura, dan kita tidak akan tahu jelasnya kalau bukan Clara yang mengatakannya sendiri.”   “Ma, Clara bukan anak kecil yang masih ceroboh saat berjalan lalu kemudian tersandung dan kepalanya terbentur. Dan kecelakaan? Tidak ada luka-luka ditubuh Clara selayaknya orang kecelakaan, Ma, dan juga untuk apa Clara tidak memberitahu kita kalau dia kecelakaan.”   “Kamu salah.”   “Apa?”   Laura tidak mengerti maksud Mamanya.   “Ada beberapa lebam-lebam di tubuh Clara. Mama juga baru tahu setelah dokter mengatakannya pasca pemeriksaan. Dan dokter juga mengatakan kalau tidak perlu berdarah-darah untuk membuat seseorang koma. Justru terluka tanpa adanya darah yang perlu diwaspadai, karena bisa jadi tidak ada perdarahan luar, tapi terjadi perdarahan dalam. Itulah yang terjadi pada Clara saat ini.”   Laura yang masih tidak memercayai apa kata Mamanya langsung bertindak. Dia menyingkap lengan baju Clara dan melihat ada beberapa lebam-lebam. Begitu pun dengan bagian di sekitar tulang belikat yang terlihat membiru. Dia menggeleng dengan tidak mempercayai penglihatannya. Bagaimana bisa?   “Kalau Clara kecelakaan, kenapa dia tidak memberitahu kita, Ma? Clara bukan anak kecil atau anak bodoh yang tidak memahami arti kecelakaan. Dia harus diperiksa.”   “Itulah yang kita semua tidak tahu,” Mamanya duduk dengan mata menerawang jauh. Kesedihan terpancar di mata Mamanya. “Kita harus bagaimana, Laura?”   Dan Laura tidak bisa menjawab karena dia sendiri pun tidak tahu jawabannya. TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love You My Secretary

read
242.7K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.5K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.8K
bc

You're Still the One

read
117.3K
bc

Mas DokterKu

read
238.6K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook