bc

Past Love

book_age18+
329
FOLLOW
1.2K
READ
love after marriage
friends to lovers
goodgirl
student
sweet
campus
city
feminism
friendship
friends
like
intro-logo
Blurb

1.   Mirna—mahasiswi semester tiga yang memiliki tetangga banyak gaya. Tingkahnya yang menyebalkan membuat tetangga kanan kiri tak sedikit pun mau membantu. Hanya Mirna, satu-satunya tetangga yang mau menolong penempat kamar sebelahnya bernama Yuni.

Tak hanya meminjam barang-barang, lalu tak akan kembali. Namun, ia kerap utang dengan alasan mendesak. Bukan hanya itu, ia juga orang yang menghancurkan perasaan Mirna akan hal cinta.

Setelah tahu bahwa orang yang dicintai Mirna dan Yuni adalah orang yang sama. Apa yang Mirna lakukan? Entah suatu kebetulan atau takdir yang sudah terangkai, masa lalunya datang. Apakah Mirna tetap memperjuangkan perasaannya untuk sang gebetan atau justru kembali pada pria yang dulu pernah mengukir kisah bersama?

chap-preview
Free preview
MalMing
"Mirna, keluar! Buruan!" Gedoran pintu membuatku menunda kegiatan tulis-menulis. Mbak Yuni, tetangga kosku yang kecentilan itu pasti akan mengadakan pinjam-meminjam. Setelah sebelumnya ia meminjam charger ponsel yang belum dikembalikan sampai sekarang, dua bulan lamanya. Aku melangkah malas ke pintu. Begitu dibuka, pemandangan tak mengenakkan menodai mata. Astagfirullah .... "Gue mau minjem lima puluh ribu, mendesak, nih. Pinjemin, ya," pintanya sambil menangkupkan kedua tangan di d**a. Lalu, tangannya bergerak menutup paha dengan dress mini yang dikenakan. Aku menghela napas. "Maaf, Mbak. Bukannya apa, aku nggak ada uang receh lima puluhan." "Halah, pakai seratusan juga nggak papa. Ntar gue kembaliin kalo udah pulang," balasnya sembari mengeluarkan bedak yang sekaligus bisa untuk bercermin. Haduh, Mbak, beli bedak dan mekap segala macam aja bisa. Masa uang lima puluh ribu masih minjam? Aku masih berpikir. Masalahnya, dia sudah utang lima ratus ribu sejak aku masih semester satu. Setiap kali pinjam, Mbak Yuni selalu ada alasan. Entah untuk membayar tambahan SPP kuliah, untuk tambahan membayar kos, sampai pernah dua kali dengan alasan untuk jalan dengan kekasihnya. "Gimana, Mir? Ini terakhir, deh. Mendesak banget, nih. Pinjemin, ya. Besok gue lunasin enam ratus ribu, deh. Yang lima puluh buat uang jajan lo," cerososnya sambil memakai lipstik merah. Padahal bibirnya sudah menor dan sekseh alias seksi, tapi tetap saja ditambah lipstik yang aku terawang setebal lima senti. Duh, persis tante-tante, padahal masih muda. "Mir!" Kuhela napas ke sekian kalinya. "Ya, udah. Ini terakhir ya. Bagaimanapun juga aku sama kayak Mbak Yuni, masih kuliah dan belum punya penghasilan tetap. Apalagi sekarang lagi covid, yang order daganganku cuma sedikit." Tak lepas dari cermin, ia membalas, "iya-iya. Bawel amat, sih. Keburu cowok gue sampek sini." Tanpa menjawab, kulangkahkan kaki ke dalam untuk mengambil dompet dan mengeluarkan seratus ribu rupiah. Sebenarnya sayang karena aku yakin pasti ia tak hanya memakai separuh, tapi semuanya. Alamat hutang enam ratus ribu, mustahil mengembalikan yang setengahnya. Aku kembali lagi dengan uang di tangan. Mbak Yuni senyum-senyum saat melihatku keluar. Iyalah, girang, secara aku itu tetangga kos paling baik hati di antara empat tetangga yang lain. Aku menyodorkan padanya dan langsung diterima. "Nah, gini, kan enak. Gue doain rejekinya lancar biar bisa minjemin terus." Setelah itu, ia melesat ke pinggir jalan. Iya, mendoakan, sih, boleh. Tapi, kalau tambah banyak rezeki untuk memberi utangan, lebih baik jangan. Nanti ujungnya susah ditagih kalau utangnya tambah banyak. Aku lagi yang dibilang dosa karena menagih utang di atas penderitaan orang lain. Huh! Andai cowoknya tahu apa yang sudah dilakukan Mbak Yuni, mungkin hubungan mereka tak akan sampai sekarang. Atau mungkin cowoknya sudah tahu, karena tak mau modal untuk mengeluarkan uang, makanya menyuruh Mbak Yuni utang. Kalau begitu, kasihan Mbak Yuni. Eh, tapi aku tak boleh berasumsi begitu dulu. Mungkin benar, mereka sedang tak ada biaya untuk nge-date. Tapi, kenapa jalan kalau tak mau keluar uang? Ah, entahlah. Urusanku sendiri saja masih rumit, untuk apa mengurusi hidup orang? Setelah masuk, aku meneruskan kegiatan mencatat. Maklum, sebagai mahasiswa semester tiga, aku tak mau di hari libur tetap santai. Berkat jualan online, aku tak susah memikirkan uang jajan. Alhamdulillah, ada saja yang order. Kadang, saking banyaknya yang order sampai lupa pacar. Jangankan pacar, cowok saja tak ada. Teman saja hanya dua yang setia, itu pun cewek semua. Maklum, aku orangnya tak mudah percaya sama cowok, tapi sekali percaya, orang mabuk pun dikira waras. Sekali baper, ya sudah, mabuk kepayang. Sore ini, belum ada tanda-tanda dua sahabatku mengajak malam mingguan. Biasanya, sudah geger dari siang, ada rencana jalan ke mana, kek. Oh ya, malam mingguan itu rutinitas bagi para jomblowati seperti kami untuk mencari mangsa. Mangsa untuk mentraktir makan walaupun hanya di angkringan. Ya, hitung-hitung malmingan agar tak terlalu terlihat kalau kami jomblo. Ting! Belum ada satu menit dibicarakan, sudah ada pesan w******p. Tanpa lama, kubuka ponsel. Setelah dilihat siapa pengirimnya ... aih, benaran ini dia? Tiba-tiba badan menjadi panas dingin. Bingung ingin mencopot baju atau memasang jaket. Tangan gemetaran, entah kedinginan atau grogi di chat cowok ganteng yang tak tertolong. [Mirna, jalan, yuk!] Kubaca berulang kali. Intinya mengajak jalan, ‘kan? Bukan pamer, hanya memastikan kalau tak salah baca. Saking lama menjomlo takutnya hanya halu. Kan, malu, Bambang. Jariku bingung ingin mengetik balasan apa. Kalau ketik 'iya' nanti dikira aku cewek gampangan. Kalau balas 'enggak' dikira sombong, plus menyia-nyiakan kesepakatan, eh kesempatan. Bagaimana ini? Di sisi lain, perutku sudah melilit. Cacing yang di dalamnya meminta hak untuk diisi. Sebentar lagi magrib, dua sahabatku itu entah kenapa tak ada kabar. Aku dilema, antara jalan bersama Bagas atau sama mereka. Ah, lagi pula Ayu dan Dewi juga menghilang, tak menampakkan batang hidungnya. Akhirnya, kuketik balasan setuju, lalu mengirimnya. "Sama yang ada kepastian aja, deh," ucapku, lalu merapikan alat tulis. Setelah beres, aku berbaring sejenak untuk menghilangkan kepenatan. Penat karena beban hidup juga penat karena kesendirian. Dua-duanya menjadi masalah yang tiada henti. Terkadang berpikir bagaimana cara hidup di tengah kerasnya takdir, terkadang berpikir bagaimana caranya tahan dengan orang yang suka mencibir. Contohnya soal pasangan. Aku, sih, enjoy, tapi orang lain yang ngegas. Masak cantik-cantik begini dibilang tak laku. Wajah sebelas dua belas dengan aktris Prilly Latuconsina versi hijab begini saja di-bully jomlo, bagaimana dengan cewek model Mbak Yuni yang dandanannya seperti tante-tante itu? Eh, baru sadar. ‘Kan, dia punya pacar. Aku kalah, dong. Satu pesan masuk membuyarkan kegalauan. Jariku cepat-cepat membukanya. [Oke. Siap-siap, ya.] [Share lok, nanti kujemput.] Tiba-tiba ada yang mekar, tapi bukan mawar. Aku terbang ... melayang seperti layang-layang. Asal jangan menyangkut di pohon tetangga. Aku merasa kejombloan ini akan segera berakhir. Aaa, senangnya! Tak lupa share lokasi, aku segera ke kamar mandi yang letaknya di belakang kamar. Kebetulan kos-kosan ini ada WC di tiap kamar. Karena sudah mandi sore, jadi, aku hanya gosok gigi dan cuci muka. Masih cantiklah, ya, tak kalah dengan Prilly yang asli, kok. Dengan celana kulot cokelat dan kaos rajut ala-ala remaja masa kini, penampilanku kelihatan modis. Juga hijab pasmina abu-abu yang senada dengan baju, menambah keanggunan seorang Mirna Almahira. Kusambar tas pinggang yang bergantung di tembok, lalu mengenakan masker. Kalau bukan karena mematuhi protokol kesehatan, aku tak sudi pakai masker yang kadang buat sesak napas. Tapi ini semua demi keamanan dari virus covid 19, juga keamanan dari razia pak Pol. Eh.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook