bc

YOUR EXISTENCE

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
love after marriage
friends to lovers
dare to love and hate
drama
tragedy
sweet
first love
friendship
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Arora Nabila, harus menikah tanpa dasar cinta dengan seorang pemuda tampan dan mapan bernama Ardion Grissham.

Keterpaksaan. Itulah yang keduanya rasakan.

Membuat Nabila mau pun Ardion menganggap pernikahan mereka itu tidak pernah ada.

Ardion yang memiliki kekasih lain.

Nabila yang mencintai orang lain.

Bagaimana kah kisah rumah tangga mereka?

chap-preview
Free preview
1. Pertemuan Singkat
Pada siang hari yang terik di taman Rumah Sakit Melati, dapat terlihat seorang anak lelaki sekiranya berusia 7 tahun yang terduduk tak berdaya di kursi roda tengah memandang sebuah kolam ikan di hadapannya.   “Hei! Kamu mau coklat nggak?” sebuah suara terdengar di dekatnya. Membuat anak lelaki itu terkejut dan menoleh ke samping dimana seorang anak perempuan tengah tersenyum sembari mengulurkan tangan dengan niat memberikannya cokelat.   “Hoi! Kok diam aja? Mau cokelat nggak?” tanya perempuan itu sekali lagi.   Anak lelaki tersebut menunjuk wajahnya dengan jari telunjuk sembari bertanya,“aku?”   Anan perempuan itu menghela napas. “Masak aku ngomong sama ikan? Masak juga ikan kukasih cokelat?”   Anak lelaki itu masih bergeming. Cukup bingung memberi reaksi apa pada perempuan itu.   “Nggak mau ya? Kalo nggak mau bilang daritadi! Capek nih tanganku ngasihin kamu cokelat tapi nggak di ambil-ambil,” ucap perempuan itu dengan keluhan sambil menarik tangannya kembali.   “Mau! Kasih aku!” sergap lelaki itu cepat dan mengulurkan telapak tangan.   “Makanya bilang! Jangan diam aja!” keluh perempuan itu lagi, dan menurut memberikan cokelat pada lelaki itu.   Anak lelaki itu memandangi cokelat di tangannya. Sang Perempuan merasa bingung mengapa lelaki itu tak langsung memakan cokelatnya.   “Kok nggak dimakan?”   “Ha? Eung...” anak lelaki itu tampak bingung untuk menjawab.   “Nggak ku minta kok, makan aja. Kan aku yang kasih,” ujar perempuan itu lagi.   “Kenapa kamu ngasih aku cokelat?” tanya anak lelaki itu tanpa memedulikan perkataan perempuan tadi.   “Oh... Karena aku nggak bisa makan cokelat.”   Lelaki itu menatap perempuan disampingnya dengan bingung, lalu bertanya dengan penasaran,“kenapa?”   “Aku alergi cokelat, kalo aku makan cokelat, kulitku nanti merah-merah.”   “Oh... Terus kenapa kamu beli cokelat?”   “Bukan aku yang beli. Tapi ibuku.”   “Ibumu?”   Anak perempuan itu mengangguk dan tertunduk kecil. “Ibuku tadi ngejenguk aku disini, udah lama banget aku nggak liat ibuku, aku senang banget bisa ketemu dia lagi, ibuku bawain aku cokelat karena dia ngira aku suka cokelat, ibuku nggaktau kalo aku alergi cokelat, karena aku seneng banget bisa ketemu ibuku lagi, aku terima aja cokelatnya.”   “Memang ibumu dari mana kok baru ketemu?” tanya anak lelaki itu tak bisa tak penasaran.   “Ibuku nggak tinggal sama aku lagi udah lama, katanya ibu dan bapakku pisah rumah, nggak bisa serumah lagi, jadi aku tinggal sama bapakku aja.”   “Kamu... Nangis?” tanya anak lelaki itu terkejut saat melihat air mata yang lolos dari pelupuk mata sang Perempuan.   Perempuan itu pun mengelap air matanya. “Kamu kok sendirian disini?” tanyanya mengubah arah pembicaraan.   Kini gantian, anak lelaki itu yang tertunduk dan nampak sedih sembari menatap cokelat digenggamannya.   “Nggak papa.”   Anak perempuan itu memiringkan kepala merasa bingung dan tatapan penuh tanda tanya. “Kamu pakai kursi roda? Nggak bisa jalan, ya?”   Anak lelaki itu kesulitan untuk menjawab. “Kenapa? Kamu mau ngolok aku juga ya?”   “Ha? Ngolok? Siapa yang ngolok kamu?”   “Temen-temenku. Mereka semua senang melihat aku nggak bisa jalan lagi. Mereka semua selalu ketawa dan ngolok aku,” ujar anak lelaki itu dengan tangisan kecil.   “Ih! Cowok nggak boleh nangis tau!” seru anak perempuan itu sembari mengelap air mata sang Lelaki dengan lengan bajunya.   Anak lelaki itu pun menatap perempuan disampingnya. “Kamu nggakngolok aku?”   “Kamu mau ku olok?”   Anak lelaki itu menggeleng cepat.   “Yaudah. Daripada ngolok-ngolokan, mending kita temenan. Namaku Rara.”   Anak lelaki itu pun tersenyum lebar. Merasa senang mendapat teman yang baik hati seperti perempuan ini.   “Ardi.”   Rara mengangguk. “Nggak dimakan?”   Ardi tersadar dan menatap cokelatnya. “Oh iya, aku makan ya Rara. Makasih cokelatnya.”   Rara mengangguk lagi, sambil memandangi Ardi yang menyantap cokelat itu dengan nikmat.   “Apa sih rasanya cokelat?” tanya Rara penasaran.   “Manis.”   “Kayak gula?”   Ardi mengangguk, sedetik kemudian menggeleng. “Beda.”   “Terus?”   “Em... Nggak ada terusanya.”   Rara tertawa mendengar itu. “Enak banget?” tanyanya melihat Ardi begitu senang menyantap cokelat.   Ardi hanya mengangguk. “Mommyku pernah bilang, rasanya cokelat itu manis kayak kebersamaan kita sama orang yang kita sayangi.”   Rara mengernyit dibuatnya. “Ha? Maksudnya?”   “Nggak tau juga.”   “Mommymu aneh haha!”   “Haha! Iya juga!” sahut Ardi ikut tertawa. Anak lelaki itu pun menyadari sesuatu dan langsung melempar pertanyaan,“kamu dirawat juga ya? Sakit apa?”   Rara menggeleng tak tahu. “Aku nggak sakit apa-apa kok. Tapi dokter bilang aku sakit parah, nggak boleh pulang dulu, aneh banget kan?”   Ardi mengangguk setuju. “Kamu sehat-sehat aja tuh. Dokter mu aneh haha!”   “Iya haha!”   Kedua anak kecil itu tertawa dan lanjut berbincang di lengkapi dengan candaan yang menurut mereka lucu.   “Rara!” suara berat renda khas seorang pria terdengar mendekati kedua anak tersebut dan berhasil menciptakan keheningan diantara keduanya.   Rara menoleh dan mendapati sang Bapak mendekatinya.   “Bapak,” sapa Rara.   “Dibilangin jangan keluyuran! Bandel banget sih! Bapak hawatirnyarinya!” seru pria paruh baya itu memegang pundak sang Puteri.   “Maaf, Pak...”   Pria paruh baya yang berstatus sebagai Ayah itu pun menyadari ada seseorang didekatnya yang duduk di kursi roda.   “Loh? Ini siapa?”   “Ardi, Pak. Temen Rara. Dia nggak bisa jalan, jadi jangan di olok ya Pak!”   Sang Bapak nampak terkejut dan berakhir tersenyum ramah pada anak lelaki itu.   “Adek ruangannya dimana? Mau Bapak anterin?”   Anak lelaki itu menggeleng. “Ardi masih mau disini.”   “Raranya mau kembali ke kamar, nanti Ardi sendirian.”   “Rara juga masih mau disini, Pak!” sahut sang Puteri.   Pria paruh baya itu menghela napasnya. “Kamu belum makan siang, Nak! Belum minum obat juga. Tubuhmu juga harus istirahat, kita kembali ke kamar ya?”   Rara adalah tipe anak yang patuh dan tak suka membantah pun menurut apa kata sang Bapak.   “Ardi, aku tinggal ya. Nggak papa, kan?”   Ardi mengangguk. “Eh, Ra! Em... Besok, kita main lagi ya. Disini.”   “Boleh! Setelah makan siang aku kesini lagi besok.”   Ardi begitu senang bertemu dengan Rara. Satu-satunya teman yang ingin berbicara kepada orang cacat sepertinya.   Tidak seperti teman lainnya, Rara begitu berbeda dan membuat Ardi merasa nyaman berteman dengan Rara yang begitu lucu dan seru.   Ardi ingin bertemu dengan Rara lagi.   Tapi, hal tersebut tak terjadi karena Ardi dijemput oleh orangtuanya untuk pergi meninggalkan rumah sakit dan bergegas keluar negeri untuk menjalani terapi berjalan.   Rara yang keesokkan harinya pun menepati janjinya untuk kembali datang ke taman rumah sakit, menunggu dengan sabar kedatangan Ardi.   Hingga menjelang sore, tak ada tanda-tanda kehadiran anak lelaki yang berstatus sebagai temannya sejak kemarin siang itu. Waktu pun terus berjalan, tetapi apa yang ditunggu Rara sia-sia. Dan Rara merasa dibohongi. TO BE CONTINUE [Masih awal, ya! Gimana? Boring banget apa ya? Maaf jika tidak sesai ekspektasi pembaca. Author berusaha sebaik mungkin untuk menghibur para pembaca semua. Sebelum itu, author sangat berharap atas apresiasi kalian dengan meninggalkan komen sebagai jejak. Terima kasih sudah mampir ^^]

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook