bc

Only You

book_age12+
1.3K
FOLLOW
24.7K
READ
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Aku bukanlah orang yang pandai berteman. Aku juga bukanlah orang yang pandai bicara. Aku juga sangat tidak pandai menyampaikan isi pikiran serta hatiku.

Tapi semuanya mulai berbeda, saat kamu diam-diam datang menyusup di setiap hariku. Padahal suara berisikmu itu seperti akan meledakkan gendang telingaku. Tapi nyatanya, justru itulah yang membuat rasa berbeda hadir dalam hati.

chap-preview
Free preview
Prolog
"Nggak," tolak Farel mentah-mentah saat sang bunda menyuruh dirinya untuk mengganti baju santainya. Sebuah kemeja beserta celana panjang hitam disodorkan oleh bundanya untuk Farel kenakan saat ini. "Ih Farel, di bawah itu ada tamunya Bunda. Kamu jangan gitu dong," kata Kartika, bunda Farel. "Ya terus?" tanya Farel dengan nada bicara terkesan nyolot. Tapi sang bunda yang sudah tahu karakter Farel, tak merasa tersinggung sama sekali. Ia tahu, memang seperti itulah karakter anak bungsunya. Farel Ardiansyah Pratama, anak laki-laki dari pasangan Rama Wicaksono dan Kartika Amalia yang kini berusia 18 tahun. Farel memiliki tubuh yang lebih tinggi dibandingkan Rama. Tinggi Farel hampir 189 cm, sedangkan tinggi Rama hanya mencapai 186 cm. Farel juga memiliki fitur wajah dan ekspresi yang lebih tegas dan terlihat lebih dingin dibandingkan Rama. Alisnya tebal seperti alis Rama, hidungnya mancung seperti hidung Kartika, serta bibir merah mudanya perpaduan antara bibir Rama dan juga Kartika. Farel adalah anak bungsu dari 2 bersaudara yang memiliki karakter paling berbeda dalam semua silsilah keluarganya. Terlebih sifatnya yang jauh dari kata 'ramah'. Maka dari itu, untuk orang-orang yang baru mengenal Farel sekali-dua kali, maka mereka pasti akan banyak berburuk sangka pada Farel karena kesan pertama. Kartika menarik napas panjang lagi. Mencoba berusaha lebih sabar menghadapi singkatnya ucapan dan juga ekspresi wajah Farel yang dingin. "Temui sebentar atuh Rel. Sebentar aja, nggak akan lama." "Nggak, Bun." Kini Farel mencoba menyibukkan diri dengan tugas kuliahnya. Kini Farel baru melewati semester pertama di salah satu universitas negeri ternama di Indonesia. Sebenarnya Farel tidak tertarik untuk kuliah di Indoneisa, karena yang ia inginkan sejak kelas 5 SD adalah dengan berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge, Amerika Serikat. Impian Farel sejak kecil adalah bisa menjadi ahli teknologi di sana. Hebat memang, karena Farel dianugerahi otak yang cerdas oleh Allah dan menjadi anak yang unik karena ketika teman-temannya senang bermain, Farel lebih senang membaca buku dan kalaupun bermain ia lebih suka permainan semacam TTS, ataupun permainan yang mengasah otak. Massachusetts Institute of Technology (MIT), adalah kampus yang terletak di atas lahan seluas 168 hektar, membentang lebih dari satu mil di sepanjang sisi Cambridge dari lembah sungai Charles, Inggris. Kampus yang menampilkan landmark yang menakjubkan yang dirancang oleh orang-orang seperti arsitel Alvar Aalto, Frank Gehry dan Steven Hollin dengan bangunan dalam berbagai gaya arsitektur dari neoklasik hingga modernis dan brutalist. Karena impian besarnya itu, Farel selalu belajar lebih keras dan giat untuk cita-cita dan impiannya yang satu itu. Berbagai perlombaan olimpiade selalu Farel ikuti untuk memenuhi semua portofolio CV miliknya. Terlebih jika itu berbau matematika, ipa, dan juga bahasa Inggris, ketiga itu adalah pelajaran yang sangat Farel sukai. Makanya tak heran, jika di rumahnya itu terdapat berbagai piala, piagam, serta sertifikat penghargaan Farel simpan dalam 1 lemari kaca sejak kelas 1 SMP. Jika sudah memiliki keinginan dan impian, maka Farel tak akan setengah-setengah melakukannya. Kalau bisa, ia akan melakukan semuanya dengan sempurna. Bahkan Farel juga meriset sendiri bagaimana serangkaian tes yang harus ia lakukan agar bisa lolos masuk kampus bergengsi tersebut. Farel sadar betul bahwa cita-citanya begitu besar. Menjadi ahli teknologi adalah impian Farel, terlebih menjadi ahli teknologi dalam barisan mahasiswa kampus MIT. Tapi saat menjelang kelulusannya, Farel malah berubah haluan. Farel mengambil keputusan berat, dengan tidak jadi pergi ke Amerika untuk menjadi salah satu bagian dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Farel memikirkan bagaimana nanti ketika ia harus meninggalkan ayah dan bundanya.  Walau ia yakin 100% ayah dan bundanya akan mengizinkan, tetapi tetap saja rasanya Farel tak akan bisa meninggalkan kedua orang tuanya dalam jarak yang sangat jauh. Terlebih Alya, kakak kandung perempuannya telah menikah dan sudah meninggalkan rumah hampir 2 tahun lamanya. So, Farel tak menyesali keputusannya. Menurutnya, ayah dan bundanya tak sebanding MIT. Ia tetap bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi ahli teknologi walaupun tak harus di MIT, dan walaupun harus belajar lebih giat di universitas pilihannya di dalam negeri. "Rel... Ayo dong!" Kartika kembali berusaha membujuk Farel agar anaknya mau. "Farel mah begitu. Nggak sayang Bunda ya kamu?" tanya Kartika dengan pura-pura ngambek. Ini adalah salah satu strategi yang ia gunakan untuk membujuk anak bungsunya itu. Kening Farel mengkerut. Ia menoleh dan menatap bundanya dengan tatapan dingin miliknya. Alis tebalnya yang hampir menyatu sudah sangat menjelaskan bahwa ia tak suka dengan pertanyaan bundanya barusan. Kartika menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya. Harusnya ia bisa paham kalau Farel memang sangat susah dibujuk. "Makanya ikut Bunda ke bawah sebentar aja. Nggak akan lama, Rel. Cuma ketemu, kenalan, terus ikut ngobrol sebentar." "Aku bilang nggak, Bun." Ucap Farel dengan penuh penekanan. "Kenapa Bunda maksa banget? Bunda sendiri kan tahu, aku paling nggak suka acara kumpul begituan. Lagian kan ada Mbak Alya sama Mas Althaf, kenapa harus aku yang diajak ke bawah? Ajak Mbak Alya aja," ucap Farel panjang lebar. Ia jadi gemas sendiri dengan bundanya malam ini. Menurut Farel, permintaan sang bunda malam ini memang sangat aneh. Karena harusnya bundanya itu tahu, bahwa Farel tak suka keramaian. Apalagi jika harus mengobrol dengan orang asing, itu sangatlah bukan Farel. Farel sangat-sangat tidak menyukai semua hal yang berhubungan dengan itu semua. "Iya sayang, Bunda ngerti kamu. Bunda juga ajak kakak kamu kok. Tapi Bunda juga harus ajak kamu. Please dong Rel, mau untuk kali ini aja." Kartika masih terus berusaha membujuk Farel agar mau ikut dengannya. Kini bahkan terdengar memaksa. Farel memejamkan matanya menahan kesal. "Bunda masih paksa aku di saat aku bilang nggak mau, dan saat Bunda bilang kalau Bunda ngertiin aku. Kalau gitu caranya, berarti Bunda belum ngertiin aku." Farel langsung berdiri dan berniat pergi ke kamar mandi, tapi gerakannya itu terhenti karena tangan Farel ditarik oleh bundanya. "Rel, Bunda mohon! Setelah ini Bunda janji, nggak akan lagi ganggu ketenangan kamu. Soalnya Bunda juga udah terlalu janji sama tamu Bunda, kalau mau kenalin kamu ke mereka." Farel berdecak pelan dengan perasaan gondok. Ekspresi wajahnya kini bukan lagi hanya datar, melainkan alis tebalnya menukik tajam ke atas. "Yang punya janji kan Bunda, bukan aku." "Pokoknya kali ini Farel harus mau. Ganti bajunya sekarang, Bunda tunggu kamu di bawah." "Bun... Aku nggak mau," rengek Farel untuk pertama kalinya. Pasalnya jika hanya untuk berkenalan singkat itu masih bisa Farel maklumi, tapi kalau harus sampai ngobrol panjang, Farel sangat tak bisa dan tak menyukainya. "Bunda sayang Farel!" seru Kartika dengan cepat keluar dari kamar anak bungsunya. Meninggalkan Farel dengan segudang penasaran dan juga rasa kesal pada sang bunda karena terlalu memaksa dirinya. Farel memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Menahan emosi pada sang bunda yang memaksanya untuk ikut bertemu dengan tamu bundanya. Farel turun ke lantai bawah dengan wajah datar menyembunyikan rasa kesal. Setengah hati Farel menggunakan baju yang diminta bundanya. Kalau bukan karena ancaman sang bunda yang menuduhnya tidak menyayanginya, mana mau Farel melakukannya. Sebelum ke ruang tamu, Farel memilih untuk mengambil minum di dapur. Saat di dapur ia bertemu dengan kakak kandungnya, Alya yang sedang bersama suaminya. Farel adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Alya Khansa Ramadhani, satu-satunya kakak yang Farel punya, sudah menikah dan telah dikaruniai seorang putera bernama Alhafiz Keanu Abrisam. Farel saja sampai tak pernah menyangka, kalau kakaknya mau menikah diumur 19 tahun saat tengah menjalani kuliah di semester 5. Alya menikah dengan seorang eksekutif muda yang sukses bernama Althaf Said Abrisam. Terlepas dari anehnya menikah muda di mata Farel, kisah cinta kakaknya itu cukup membuatnya tertarik. Ia menyukai bagaimana cara Althaf memimpin sebuah keluarga dan cara lelaki itu menyayangi kakaknya. Beberapa kali terjadi masalah di antara keduanya, Althaf tetap bisa membuktikan bahwa ia hanya mencintai kakaknya. Karena itu pulalah yang membuat Farel akhirnya jadi menghormati dan segan terhadap kakak iparnya, Althaf. Walaupun sebelum pernikahan Alya dengan Althaf, Farel sempat merasa dikhianati oleh Alya karena Alya yang menyembunyikan prosesi awal taaruf mereka berdua darinya. Farel baru tahu bahwa kakaknya itu sedang taaruf dengan seorang lelaki setelah kedua orang tuanya. Itu pun karena Farel yang secara tidak sengaja membaca CV taaruf milik Althaf yang ada di kamar Alya. "Kamu kok makin cantik, sih?" Farel menahan napas saat melihat Alya sedang bermesraan dengan Althaf. Mereka berdua duduk di meja makan dengan saling menyuapi buah melon yang telah diiris dadu di atas piring. Farel mendengus, geli menyaksikannya. Farel bahkan yakin 100% kalau wajah Alya pasti sudah semerah tomat. "Eh, ada Farel ternyata." Farel melirik kakak iparnya, Althaf yang ternyata baru menyadari kehadirannya. Iyalah namanya juga lagi berduaan, mana sadar kalau dunia sekitarnya ada? "Hm," gumam Farel seadanya. "Cie, rapih banget sih... " Kali ini lirikan Farel berubah tajam pada kakak kandungnya yang terdengar meledek. Alya tersenyum malu-malu menatap Farel. Farel malas menanggapi Alya. Ia memilih menuang air di dalam gelas dan menenggaknya sampai habis. Althaf berdiri dan menghampiri Farel yang sedang duduk di meja makan dan sudah menghabiskan 2 gelas air mineral. Althaf menepuk pundak Farel dan berkata. "Rileks aja Rel, nggak usah tegang begitu." Alis Farel menyatu karena tak mengerti dengan maksud dari perkataan Althaf. "Dulu juga Mas awalnya kaya kamu gitu, apalagi waktu pertama kali ketemu ayah dan bunda. Terus saat Mas lihat wajah kakak kamu yang kaget karena tahu kalau Mas ada di rumahnya." "Maas!" panggil Alya gemas. Ia malu jika Althaf terus saja membicarakan waktu pertama pertemuan keluarga mereka berdua. Hari di mana Althaf berniat untuk mengkhitbah Alya. Althaf terkekeh geli. Ia mengedipkan sebelah matanya dan mengucapkan kata 'I love you' pada Alya tanpa suara. Alya yang melihatnya pun hanya bisa mesam mesem malu. Setelah melahirkan, sikap Althaf justru lebih manis 2x lipat. Lelaki itu bahkan tak malu lagi untuk menunjukkan sayangnya pada Alya jika di depan orang banyak sekalipun. Farel menggelengkan kepalanya. Althaf dan Alya yang berbagi romantisme, tapi justru Farel yang merasa malu. Kenapa sosok Althaf yang dulu ia kagumi berubah menjadi alay begini? Apa karena kakaknya yang ngajarin? Farel melepas rangkulan Althaf di pundaknya lalu ia bangkit berdiri. "Rel," Farel berhenti melangkah dan menolehkan kepalanya tanpa memutar tubuhnya. "Semangat ya, bismilah." Farel tak mengerti maksud kalimat semangat dari Althaf. Memang apa yang ia lakukan hingga harus semangat? Farel juga benar-benar tidak mengerti alasannya harus memakai pakaian rapih, terutama jika hanya untuk mengobrol dengan tamu bundanya itu. Padahal di rumah ini ada Althaf dan Alya, bukankah itu malah hal yang bagus untuk mempromosikan mereka yang sudah jauh lebih sukses, menikah, terlebih sudah memiliki seorang anak? Sedangkan Farel? Pendiam, introvert, tak suka bicara, tak suka suasana berisik, tak suka kotor, tak suka sesuatu yang jorok, tak suka anak kecil, dan masih banyak hal yang tak Farel sukai. Sejauh ini, Farel hanya menyukai 1 hal, yaitu membaca. Tak ada hal lain yang Farel sukai selain membaca buku. Buku apa pun, terutama buku fisika dan kimia. Farel juga sangat menyukai pelajaran matematika dan bahasa Inggris saat sekolah, begitu pula sampai saat ini. Dari semua kepribadian Farel di atas, tentu sudah dapat disimpulkan bahwa Farel adalah sosok yang pendiam, tak banyak bicara, dan tak suka diganggu. Lalu kalau sudah begitu, bagaimana caranya Farel harus berkenalan dan mengobrol dengan tamu bundanya? Ah, memikirkannya membuat Farel ingin teriak. Farel melangkah pelan mendekati ayah dan bundanya. Matanya menangkap kehadiran 2 orang asing yang duduk bersebrangan dengan sofa panjang yang di duduki bundanya. Ayahnya, Rama, langsung melambaikan tangannya saat menyadari kehadiran Farel. "Wah, jadi ini anaknya Pak Rama dan Bu Kartika yang namanya Farel? Ganteng ya ternyata." Seorang wanita yang sejak tadi mengobrol dengan bundanya, mulai bersuara saat Farel telah duduk di sofa di samping Kartika. Tuh kan, kalimat pertama yang dilontarkan ibu itu saja sudah membuat Farel tak nyaman. Rasanya Farel ingin pergi dan lebih memilih berada di kamar untuk mengerjakan tugas kuliahnya. "Farel, kenalin ini temen Bunda sama Ayah." Farel melirik bundanya yang mulai menjelaskan. Kartika yang mengerti arti lirikan Farel, mencoba tak acuh. Ia kembali melanjutkan kalimatnya dengan berusaha tenang. 18 tahun ia membesarkan Farel, ia masih juga belum terbiasa dengan tatapan datar dan tajam milik Farel. "Namanya Om Basuki dan Tante Amira." Farel menurunkan kepalanya sedikit. "Farel," ucapnya singkat memperkenalkan diri. Kartika menghela napas saat melihat Farel yang masih enggan mencium tangan orang lain. Jangankan mencium tangan, menjabat tangan saja Farel enggan. Bahkan pada kakak kandungnya sekalipun Farel sangat jarang melakukannya. Begitu pula terhadap Althaf, sejak Althaf mulai menikahi kakak perempuannya, bisa dihitung jari Farel mau mencium tangan Althaf. Farel hanya mau mencium tangan kedua orang tuanya. Harus melakukannya ratusan kali dalam sehari pun Farel akan melakukannya. Tapi jika dengan orang lain, Farel selalu punya caranya sendiri untuk menghormati orang lain. Menundukkan tubuh bagian atasnya adalah cara Farel menghormati dan menghargai orang lain. Tak lama setelahnya, Althaf, Alya serta bayi mereka ikut bergabung di ruang tamu. Sebenarnya tadi Althaf dan Alya sudah kenalan dengan tamu bunda mereka, tetapi karena bayi mereka menangis sehingga mereka harus izin ke belakang terlebih dahulu. Bayi Althaf dan Alya diberi nama Alhafiz Keanu Abrisam yang biasa dipanggil baby Al. Althaf, Alya dan Alhafiz. "Jadi gimana, Rel?" tanya Om Basuki dengan menatap lurus mata Farel. Sedangkan istrinya, hanya bisa menahan senyum malu. "Apa?" tanya Farel bingung. Sebelah alisnya terangkat karena tak mengerti maksud ucapan Om Basuki. "Ya ampun Bu Amira," Kartika menepuk tangannya sekali dan terkekeh kecil saat baru mengingat sesuatu hal. "Saya sampai lupa kasih tau Farel tentang rencana ini." Farel berhasil mengerutkan keningnya. Mulai mencium bau tak beres di sini. "Ya Allah Bu, kok sama sih? Saya juga belum sempat kasih tahu anak saya. Kebetulan anak saya juga nggak bisa hadir karena ada tugas kuliah yang harus dia selesaikan." Tante Amira ikut tertawa anggun dengan melirik sesaat pada suaminya. Farel mengembuskan napas panjangnya dengan pelan Berbincang dengan tertawa seperti ini membuat Farel tak suka dan bosan. Farel berniat mengangkat bokongnya, tapi dengan cepat tangan Kartika menahannya. Farel melirik tajam bundanya. Ia sungguh tak ingin berada di sana. Pertemuan itu menurutnya hanya membuang-buang waktu, karena toh, ujungnya Farel tak akan mengerti apa yang sedang dibicarakan para orang dewasa tersebut. Farel sangat tidak suka pembicaraan basa basi, karena Farel adalah tipikal orang yang to the point. Bicaralah apa adanya pada Farel, maka Farel pasti akan mendengarkannya. "Jadi gini Rel, dari dulu itu Bunda sama Tante Amira udah sahabatan. Nah kita juga pengen banget jadi besan. Kebetulan, anak Tante Amira ada yang seumuran sama kamu." Alis Farel tertaut kala mendengar penjelasan bundanya. Ia mencoba menyatukan semua hal aneh yang sejak tadi mengelilingi kepalanya. "Terus?" Dan saat Farel mulai menyimpulkan sesuatu di pikirannya, suara Tante Amira malah menambah tingkat kekesalannya. "Farel jadi menantu Tante ya? Nikah dengan anak Tante." Althaf dan Alya yang duduk di sana cuma bisa mesam mesem, sedangkan raut wajah Farel sudah tak lagi bisa dikatakan ramah. Althaf dan Alya tahu betul, Farel pasti kesal dan marah. Farel sontak menoleh dan melayangkan tatapan serius pada bundanya. Dua alis tebalnya hampir menyatu karena mendengar pembicaraan yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Kini Farel tahu, bahwa hidupnya ke depan akan mulai terganggu. Ketenangan yang selalu ia sukai mungkin akan berubah menjadi sebuah bencana karena masalah yang bermula pada kejadian malam ini. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
114.0K
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.2K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
111.0K
bc

True Love Agas Milly

read
197.7K
bc

T E A R S

read
312.7K
bc

Everything

read
278.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook