bc

MOS Perfect (Bahasa Indonesia)

book_age4+
2.0K
FOLLOW
20.0K
READ
goodgirl
tomboy
powerful
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Sammuel Bryan dijuluki sebagai siswa maha sempurna di SMA Permata Bangsa. Mantan ketua OSIS, tampan, berkharisma, pintar dan baik. Semua siswi mengidolakan Sammy. Berharap bisa menjadi gadis spesial di hati cowok itu.

Namun, segala julukan maha sempurna itu tidak berlaku di mata seorang Dhea Aubry. Gadis itu sudah menjadi bulan-bulanan Sammy sejak masih Masa Orientasi Siswa. Hanya jarena Dhea ketahuan mengobrol dengan teman sebangku, sedangkan di depan kelas ada Kakak pembimbing.

Sejak saat itu, Sammy begitu gencar mengerjai Dhea, memberi perhatian khusus yang membuat Dhea kewalahan bukan kepalang.

Hingga, di satu sore, di atap gedung sekolahnya, Dhea menemukan sosok Sammy yang berbeda. Sammy tampak kacau, tidak seperti Sammy yang maha sempurna.

Ada satu sudut di hati Dhea yang ingin tahu tentang sisi Sammy yang lain, namun satu sudut lain terlalu takut. Karena tindakannya mungkin akan membuat dia terperangkap semakin dalam di kehidupan cowok itu.

Namun, Dhea bisa apa, ketika semesta mendukungnya untuk menjebloskan diri.

Sammy terlalu misterius bagi Dhea. Namun terlalu menakjubkan ketika mendapati sisa lain hidup cowok itu.

chap-preview
Free preview
1. M.O.S Perfect
1. M.O.S Perfect Dunia Putih Abu-abu yang siap menyambut dengan warna tersendiri, akankah masih bersikap kekanakkan atau berubah sedikit lebih dewasa. "Dhe ... Dhea," Bisikkan pelan dan sikutan di lengan mengalihkan perhatian Dhea dari tatapannya ke depan kelas. Sesaat Dhea melirik gadis di sebelah kirinya. Menaikkan alisnya tidak mengerti. Dia sedang berada di dalam kelas, dan ini adalah hari keduanya menyandang status sebagai siswa SMA. Saksama mendengarkan penjelasan kakak pembimbing MOS di depan kelas. Penjelasan seputar lingkup sekolah dan kegiatan MOS beberapa hari ke depan. "Apa?" tanya Dhea sama-sama berbisik lirih. Takut-takut ketahuan kakak kelas karena tidak memperhatikan penjelasan. Maya nyengir lebar, dua pipinya sudah dihiasi semburat merah muda. "Ada kakak kelas, tampan abis," sahutnya masih berbisik. Namun jelas terdengar nada yang menggebu. Dhea mengernyit. Tanpa mengatakan apa pun dia kembali mendongakkan kepala. Menatap dua cowok di depan kelas yang sedari tadi masih asyik mengoceh. "Biasa aja," gumam Dhea lirih. Dia tak habis pikir, bukankah dua kakak pembimbing itu sudah hampir satu jam di dalam kelas. Tapi Maya, teman sebangkunya baru berkomentar saat ini. Dan Maya mengatakan apa tadi? Tampan. Dhea menggigit pipi dalamnya. Tatapannya semakin menelisik wajah dua cowok itu. Lumayan lah. Ralatnya. Karena semakin diperhatikan memang lumayan tampan. Maklumlah ketua OSIS dan ajudannya. Masa iya mukanya biasa aja. "Dhe, ihh ... dengerin nggak sih," kali ini Maya kembali menghadiahi lengan Dhea dengan sikutan. Meringis pelan, Dhea melemparkan tatapan tajam pada temannya yang sama sekali tak merasa bersalah itu. "Lumayan May, bisalah jadiin gebetan. Lo mau?" Cukup lama Dhea menunggu, tapi mulut teman sebangkunya justru semakin bungkam. "Ntar gue bantuin lo gebet ketos deh, asal jangan lupa traktirannya aja." kekeh Dhea lirih. "Ah, sekotak es krim tiap minggu kalo nyampe jadian." lanjut Dhea masih dengan kekehan pelan karena kata-katanya yang terlampau berimajinasi. "I ... itu ...." Maya terbata, wajahnya sudah merah padam. Dhea semakin tak mengerti dengan maksud Maya. Dia berdecak kesal. "May, cuma es krim nggak seberapa jika dibanding lo jadian sama keto-" "Ehemmm ...." Sebuah deheman keras membuat Dhea membulatkan mata. Secepat kilat dia menegakkan tubuh dan mendongakkan kepala. Dua manik hazelnya bertubrukan dengan manik hitam kelam di depannya. Seorang cowok yang menjulang tinggi dengan tubuh tegap juga tatapan tajam menusuk. Seolah terserap dalam kekelaman itu, Dhea tak bisa mengalihkan tatapannya. Manik hitam kelam itu membuatnya terpaku tak berkedip. Hingga senyuman miring dari sang empunya mata membuat Dhea terperanjat. "Kayaknya ada yang seru nih," ucap cowok itu datar. Sedatar ekspresi wajah yang dia tunjukkan. Dhea menelan ludah susah payah. Masa iya baru dua hari masuk kelas dia sudah dapat masalah. Apa kata dunia? "Eh, Kak maaf ini salah sa-" "Sshh ... Lo diem aja," cowok dengan nama Sammy B di name tag seragamnya itu memotong cepat ucapan Maya. Jari telunjuknya ia arahkan tepat ke depan Maya. Membuat gadis itu tambah merunduk takut. Sesaat dia melirik Maya sama tajamnya kemudian kembali beralih pada Dhea. Dhea bergeming. Sedikit terintimidasi hanya dengan tatapan setajam elang itu. Dia tidak tahu siapa cowok yang berdiri di hadapannya. Tapi yang jelas posisinya cukup berpengaruh, karena tidak mendapat teguran dari kakak pembimbing MOS di depan. "Enaknya ini anak diapain?" Sammy kembali bersuara. Mengabaikan pertanyaan awalnya tadi. Seolah tanpa jawaban pun dia sudah tahu. Dhea tetap pada kebungkamannya. Takut-takut jika sedikit saja bersuara, akan menambah rumit keadaan. Karena Dhea ingat pasal-pasal yang terus terngiang sejak tadi. Pasal satu bahwa senior selalu benar. Pasal dua senior tidak pernah salah. Pasal tiga kembali ke pasal satu dan dua. Parah sekali. Itu mah nggak perlu sampai tiga pasal. Intinya sama. "Siapa nama lo?" tanya Sammy. Lagi-lagi tanpa menunggu sahutan atas pertanyaan sebelumnya. Seisi kelas kini semakin sepi, tidak ada yang berniat bersuara. "Siapa?!" tegas Sammy. Dua alis hitam tebalnya terangkat tinggi-tinggi. Menelan ludah susah payah, Dhea berusaha membasahi kerongkongannya yang kering. Dia membuka mulutnya tanpa suara kemudian menutupnya kembali. Cukup lama dia bergelut dengan pikirannya. Mencari-cari alasan dan kesempatan untuk keluar dari situasi itu. Tanpa harus menyebutkan namanya. "Nama saya Dhea. Dhea Aubry," sahut Dhea lirih karena tidak ada jalan lagi baginya untuk mengelak. Dia menatap garang cowok di depannya, meski tidak segarang ketika dia marah. Hanya saja, Dhea tidak rela terintimidasi dengan tatapan seperti itu. Sammy mengangguk. Kemudian seringaian tipis kembali dia sunggingkan di bibirnya. "Coba, lo nyanyi pelangi, vokalnya diganti a ..." Dhea terbelalak begitu juga dengan Maya dan anak-anak lain. Namun setelahnya mereka menahan senyumnya kecuali dua orang. Dhea yang memelas dan Maya yang menatap teman sebangkunya prihatin. "Di depan kelas." titah Sammy lagi. "Ta-- tapi kenapa Kak?" Dhea bersuara. Dia tidak mau menjadi bahan tertawaan anak satu kelas. Memalukan. Dan apa-apaan kakak kelas itu, menyuruhnya seenak jidat. "Masih nggak tahu salah lo apa?!" Dhea melirik dua kakak OSIS di depan kelas, keduanya bungkam. Tidak ada tanda-tanda akan beranjak dari tempatnya, atau membantu Dhea yang terjepit dalam situasi yang tidak diketahui kesalahannya apa. "Heru, lo kasih tahu nggak sih tata tertibnya." Sammy mengalihkan pandangannya. Menatap cowok bernama Heru yang menjabat sebagai Ketua OSIS tahun ini. "Kasih tau Kak. Diawal tadi," jawab Heru sedikit salah tingkah. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa jika Sammy sudah turun tangan. Sammy kembali menyeringai, tatapannya beralih pada Dhea. "Lo itu ngobrol dan nggak merhatiin kakak pembimbing." ujarnya penuh penekanan. Dhea berkedip beberapa kali, mencerna tiap kata yang keluar dari bibir Sammy. Tidak lama kemudian dia membulatkan mata, dia ingat ada peraturan dari Ketua OSIS tadi. Siapapun yang ketahuan mengobrol, bercanda, tidak memperhatikan, akan mendapat hukuman. "Astaga! b**o banget gue." rutuk Dhea dalam hati. Dia menggigit bibir bawahnya, benar-benar sudah tidak ada jalan baginya untuk lolos dan mengelak. Karena memang itu salahnya. "Sorry Dhe, gue nggak bermaksud." bisik Maya lirih. Dia merasa sangat bersalah karena menyebabkan teman sebangkunya mendapat masalah. Dhea menoleh sekilas. "Nggak pa-pa May," sahutnya, dengan seutas senyum tipis tersungging di bibirnya. "Heii ... buru ke depan. Nggak lupa kan hukumannya." seru Sammy. Sebelah tangannya mengetuk-ngetuk meja Dhea. Dhea menatap bengis dengan bibir terkatup rapat-rapat. Perlahan, dia menegakkan tubuhnya dengan sudut mata yang melirik teman sekitarnya. "Nggak bisa di sini aja Kak, nggak usah ke depan." Dhea bernego. Tidak perlu maju ke depan saja dia sudah malu sekali. Dia jelas sadar teman sekelasnya akan menertawakan dirinya nanti. Sammy mengernyit. "Siapa lo nawar-nawar gue." Ish! Bener-bener ini cowok belum pernah ngerasain tinjuan mautnya Dika -kakaknya Dhea-, sang pelindung yang siap membalaskan kekesalan adiknya. "Ayo ... lelet amat sih." Dhea mencibir, namun pada akhirnya dia mulai beranjak dan melangkah ke depan kelas. Beberapa kali dia membasahi bibirnya dan menggigitnya, berusaha mengurangi sedikit saja rasa gugupnya. "Pelangi, vokal a ...." ingat Sammy. Dia berusaha menahan senyumnya melihat Dhea yang terlihat kikuk berada di depan kelas. Memejamkan mata sesaat, Dhea menarik napas panjang dan menghelanya pelan. Sekilas dia melirik dua kakak pembimbing tidak jauh darinya. Sekali lagi mencari pembelaan, namun yang didapatnya justru anggukan kepala dari dua cowok itu. Baiklah, meski sedikit keterlaluan tapi bagaimana lagi, itu memang salahnya. Dhea mulai membuka mulutnya, suara pertama dari lagu terkhusus untuknya. "Palanga ... palanga ... alangka--" "Kerasan dikit dong, nggak kedengeran nih!" seru Sammy memotong. Sebelah tangannya menempel di belakang telinga, memberi kesan bahwa dia memang tidak mendengarnya. Lagi-lagi Dhea mencibir kesal, bagaimana Sammy bisa mendengar suaranya. Kalau cowok itu berada tepat di belakang, tubuhnya saja bersandar di dinding pembatas ruang. Mengembuskan napasnya kasar, Dhea kembali mempersiapkan dirinya. s**l sekali, kakak kelasnya itu memang berniat untuk mengerjainya dan mempermalukannya di depan kelas. "PALANGA ... PALANGA ... ALANGKAH AN---" "Hoii ... nyanyi pake nada, nggak datar gitu." kembali Sammy memotong lagu Dhea. Membuat tawa yang hampir pecah dari semua anak kembali terbungkam. Dhea mengerang jengkel, dua tangannya meremas pinggiran roknya kuat. Telapak tangannya sudah basah keringat dingin dan wajah yang mulai memerah. Dia sudah menahan malu setengah mati tapi dengan kejamnya Sammy justru berbelit-belit dan mengerjainya habis-habisan. "Kok diem. Ayo mulai lagi." Ingin rasanya, Dhea mendatangi cowok itu, lalu menendang bokongnya sekuat tenaga. Melempar Sammy jauh ke luar angkasa. Biar cowok tengil menyebalkan itu menjadi teman alien atau sekalian terbakar di matahari. Tapi lagi-lagi Dhea harus menelan mentah-mentah keinginannya. Dia tidak ingin membuat masalah yang nantinya hanya akan membuatnya kesulitan. Entah untuk yang ke berapa kali, Dhea kembali menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Tapi tetap saja kegugupan itu tak kunjung menghilang. Dari tempatnya berdiri dia bisa melihat dengan jelas semua teman-temannya yang memandang prihatin juga menahan senyumnya. Baiklah, abaikan tatapan itu, anggap saja tidak ada satu orang pun di ruangan itu kecuali dirinya. Dia hanya perlu menyanyikan satu buah lagu. Bukan hal sulit. "PALANGAaa ... PALANGAaa ... ALANGKAH ANDAHNYAaa ... MARAH KANANG HAJAAaa DA LA--" "Udah udah. Sakit telinga gue denger suara sumbang lo." Sammy mengangkat sebelah tangannya. Mengibas-kibaskannya di udara. Dhea mengatupkan rahangnya kuat, emosinya sudah berada di puncak. Matanya tajam menelisik sosok yang tengah berjalan tepat di depannya. Sosok yang berjalan dengan angkuhnya, namun jelas terpeta di wajahnya senyuman meremehkan. Atau mungkin cowok itu tengah menahan senyum, sama seperti semua orang di dalam kelas. Walau akhirnya Dhea mendengar sebagian anak terkikik pelan, dengan menunduk takut-takut jika sampai ketahuan. "Apa? Minta nambah." Sammy menaikkan dua alisnya, berusaha sekuat tenaga menahan tawanya yang siap meledak. Apalagi ketika melihat raut wajah Dhea yang merah dan kesal. Karena jelas terlihat gadis itu sedang mati-matian mengendalikan amarahnya. "Udah, balik ke bangku lo." titahnya absolut. Nadanya yang datar dan juga tegas, membuat Dhea hanya mengangguk dan menurutinya. "Eh, tunggu. Bilang apa kalau abis dihukum." Sammy kembali bersuara, menghentikan langkah Dhea yang baru beberapa itu. Mendesah dalam hati, Dhea membalikkan tubuhnya. Dia ingat betul apa yang harus diucapkannya. Tapi dia tidak menyangka jika kakak kelasnya itu akan mempertanyakan hal itu. Hal terkonyol yang membuat siapa saja akan muntah mengucapkannya. "Terima kasih Kak, atas hukumannya. Saya tidak akan mengulanginya lagi," ucap Dhea lancar. Kalimat terpanjang yang keluar dari bibirnya setelah beberapa saat hanya menurut. Dengan menekan kuat-kuat nada suaranya agar tidak terdengar jengkel dan keras. Sammy kembali menahan senyumnya. Dia mengangguk dan kembali mengibaskan tangannya. Memberi perintah pada Dhea untuk kembali ke kursinya. "Sorry banget Dhe," bisikkan Maya terdengar, setibanya Dhea mendudukan kembali tubuhnya. Dhea hanya melirik sekilas, menyungging senyuman dan menganggukan kepalanya. Dua belah bibirnya tetap terkatup rapat. Mungkin setelah ini, dia takkan membuka mulutnya lagi sembarangan. "Oke, Adik-adik. Teman kalian tadi sebagai pelajaran untuk kalian. Kakak harap tidak ada yang mengulanginya lagi," Sammy berucap, dia berdiri tepat di depan kelas. "Kami sebagai kakak pembimbing hanya mengharapkan kedisiplinan dan kerja sama kalian." lanjutnya. Nada suaranya begitu berbeda dengan yang tadi. Kini terdengar lebih berwibawa dan bijaksana. Sosok pemimpin yang begitu ketara. Bahkan tatapan matanya berubah teduh dan tampak mengayomi. Dhea hanya memberengut sebal. Ekspresi wajah yang begitu berbeda dari semua teman perempuannya. Tanpa menoleh pun dia tahu semua perempuan di kelasnya sedang memandang takjub pada sosok di depan sana. "Kakak harap, adik-adik sekalian mengerti," ucap Sammy, tak lupa wajahnya dibumbui dengan senyuman tipis. Manis. Yang mampu membuat banyak gadis meleleh dan bawa perasaan. "Mengerti Kak!" kompak semua anak, begitu juga dengan Dhea. Meski dia menjawab dengan ogah-ogahan. Semuanya seolah tersihir, bahkan hanya dengan senyum tipis yang menurut Dhea menyebalkan itu. Sammy mengangguk, sekilas dia melirik Dhea yang sedang menatap kesal padanya. Kemudian dua bola mata hitamnya bergulir ke arah dua cowok di depan meja guru yang sedari tadi hanya diam mengamati. "Heru, Ridho ... kalian lanjutkan. Terima kasih atas waktunya." Sammy mengakhiri pertemuannya, dia segera berbalik dan keluar ruang kelas. Dhea menatap jengah punggung tegap yang menjauh itu. Baru dua hari di sekolah tapi dia merasa bahwa hari-harinya ke depan takkan mudah dilewati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.0K
bc

Living with sexy CEO

read
277.6K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.2K
bc

MOVE ON

read
94.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook