bc

KEDOK ADIK ANGKATKU

book_age16+
542
FOLLOW
2.5K
READ
family
HE
fated
drama
affair
like
intro-logo
Blurb

Aku tak menyangka jika perempuan yang dibawa ibuku dari jalanan, kurawat penuh cinta dan kusekolahkan sampai perguruan tinggi itu ternyata menusukku dari belakang. Pengorbanan dan perjuanganku selama ini dibalas dengan sebuah pengkhianatan.

chap-preview
Free preview
Part 1
"Dek, tolong ambilkan berkas di mobil ya? Mas mau mandi dulu. Badan rasanya lengket semua dan gerah," ucap Mas Bima-- suamiku di depan pintu kamar mandi. "Berkas apa, Mas?" "Ada di map biru kok. Bawa saja map-nya ke ruang kerja ya." Mas Bima tersenyum tipis saat melihatku mengangguk. Tanpa bertanya lebih, aku mengambil kunci mobil di meja rias lalu beranjak ke garasi. Setelah kunci mobil terbuka, aku mulai mencari map seperti yang diperintahkan Mas Bima. Map biru, katanya. Namun, bukannya menemukan map yang dimaksud, aku justru menemukan ponsel baru di bagasi mobilnya. Benda kecil itu membuat jantungku serasa berlompatan seketika. Pasalnya, ada sebuah pesan yang masuk dan aku tak sengaja membacanya dari notifikasi di layar. [Tolong belikan vitamin sama s**u hamil, ya, Mas. Merk yang kemarin bikin mual, coba ganti yang lain barangkali lebih enak di perut. Jangan lama-lama, ya, Mas. Aku tunggu!] Aku benar-benar tak menyangka akan menemukan ponsel baru yang terselip di bagasi mobil Mas Bima. Mendadak hati berdebar tak karuan. Berbagai pikiran buruk mulai berkelebat di depan mata. Ponsel Mas Bimakah ini? Kenapa dia nggak pernah memberitahuku kalau memiliki ponsel baru? Jika memang benar ini ponsel Mas Bima, lantas ini pesan dari siapa? Hanya tertera nama L di kontaknya. Bahkan, belum ada kontak lain di ponsel ini kecuali pengirim pesan barusan. Pikiranku mulai tak tenang. "Gimana, Dek? Ada nggak berkasnya?" Pertanyaan Mas Bima dari ruang keluarga mengagetkanku. Segera kubungkus kembali ponsel itu ke dalam plastik dan meletakkannya ke tempat semula. "Nggak ketemu, Mas. Sudah aku cari kemana-mana, jok depan belakang sampai kolong bahkan di bagasi juga nggak ada," ucapku sedikit menaikkan volume supaya Mas Bima mendengar suaraku. "Ba-- bagasi, Dek?" Agak gugup dia bertanya, membuatku mengerutkan alis seketika. Kulihat Mas Bima berjalan tergesa menghampiriku. Wajahnya sedikit pias. Buru-buru menutup bagasi mobil lalu menarik pelan lengan kiriku. Aneh! "Nggak usah dicari lagi, Dek. Mungkin ketinggalan di kantor. Biar kuambil dulu, ya?" ucap Mas Bima masih dengan sedikit gugup diiringi senyum tipis yang begitu ketara sangat terpaksa, membuatku semakin curiga. Biasanya aku memang tak pernah mengecek mobil Mas Bima apalagi sampai bagasi. Tiap keluar makan, jalan atau belanja bulanan Mas Bima yang menata dan mengambil barang dari bagasi. Semua dia yang urus, sementara aku cukup menjaga kedua anakku saja. Si kembar Yuki dan Yuka. "Jadi, kamu mau ke kantor lagi, Mas?" tanyaku lirih. Kutatap wajah Mas Bima yang sedikit gelisah. "Sudah malam loh ini," ucapku lagi. "Nggak apa-apa, Dek. Cuma sebentar kok. Lagipula ada satpam di kantor. Jadi, kamu nggak usah khawatir ya? Besok kan weekend, Dek. Mas harus menyelesaikan berkas itu besok biar senin bisa dibawa ke kantor lagi," ucap Mas Bima sembari menepuk bahuku pelan. Tak bisa banyak komentar, aku iyakan saja alasannya. Sebelum masuk mobil, kucium punggung tangan Mas Bima lalu masuk kembali ke rumah. Kuintip dari balik gorden, Mas Bima kembali membuka bagasi. Buru-buru mengambil plastik hitam itu dan membuka isinya. Sambil tolah-toleh dia membuka ponsel itu. Aku yakin dia sedang membaca pesan yang masuk ke sana. Ingin rasanya mengikuti Mas Bima dengan motor maticku, tapi urung kulakukan. Tak mungkin kutinggalkan Yuka dan Yuki sendirian. Apalagi jika kuajak serta, semakin tak mungkin. Aku nggak mau mereka masuk angin kalau terkena angin malam. Ah sudahlah. Lain kali kuselidiki sendiri apa yang sebenarnya disembunyikan Mas Bima dariku selama ini. Tak ingin terus mematung di ruang tamu, aku beranjak ke ruang keluarga.di mana Yuka dan Yuki masih main petak umpet. Usia mereka genap enam tahun tanggal lima belas bulan ini. Sedikit terkejut saat kudengar dering suara Ponsel di kamar. Sepertinya ponsel utama Mas Bima tertinggal di meja rias. Dia pasti lupa membawa ponselnya karena terburu-buru. Tak banyak tanya, kubuka saja ponselnya yang tak terkunci itu. Tumben! Biasanya ponselnya selalu menggunakan password dengan alasan takut dipencet-pencet si kembar. Dan aku pun istri yang tak terlalu kepo dengan ponsel suami. Percaya dengan cinta dan kesetiaannya. [Mas, kamu lembur apa nggak? Apa sudah pulang ke rumah Mbak Amel?] Pesan dari Adinda-- adik angkatku. Seketika keningku berkerut. Apa ada hubungannya dengan pesan di ponsel terbaru Mas Bima barusan? Ah nggak! Segera kubuang jauh-jauh pikiran buruk itu. Wajar jika Dinda menanyakan kepulangan Mas Bima. Toh biasanya memang aku menyuruh Mas Bima untuk menjemputnya di kampus atau ke kostnya jika weekend tiba. Adinda adalah adik angkatku yang kini kuliah semester akhir. Sejak semester tujuh dia memang minta untuk kost di dekat kampusnya supaya nggak kemalaman kalau sedang di perpus bersama teman-temannya mengerjakan skripsi. Awalnya kutolak, aku takut dia terjerumus pergaulan bebas. Namun, karena dia berjanji tak mengecewakanku, akhirnya kusetujui saja dia kost di sana. Mas Bima juga yang mencarikan kost khusus muslimah untuknya. Drrttt ... Drrtt... [Mas ... besok jemput jam lima, ya? Aku mau ke baby shop] Dinda mau ke Baby Shop? Ngapain? Pikiranku makin kacau. [Din, ini Mbak Amel. Mas Bima balik ke kantor lagi katanya mau ambil berkas. Ohya, kamu ke baby shop mau ngapain? Apa Mbak antar saja?] Kubalas pesan Dinda yang masuk ke ponsel Mas Bima barusan. Cukup lama dia mengetik. [Oh, Mas Bima lagi keluar ya, Mbak. Yaudah kalau gitu mbak. Maaf mengganggu, ya. Aku ke baby shop mau beli pakaian bayi, Mbak. Buat kado temen] Kuhembuskan napas lega saat membaca balasannya. Harusnya memang aku tak terlalu menaruh curiga pada mereka. Buang jauh-jauh pikiran buruk itu supaya hidupku tak diselimuti was-was. "Bun ... ada tante Bella nih!" Teriakan Yuka cukup mengagetkan. Kuletakkan kembali ponsel Mas Bima di atas meja. Bergegas ke ruang tamu untuk menemui Bella. Dia teman kuliahku yang kini sekantor dengan Mas Bima. "Hai Bella, apa kabar?" Sapaku sembari memeluknya hangat. Aku dan dia saling cipika-cipiki selayaknya sahabat. "Baru pulang dari kantor?" tanyaku lagi. Dia mengangguk pelan. Menyerahkan dua bungkus martabak cokelat untuk Yuka dan Yuki. "Ketemu Mas Bima dong. Dia bilang mau ke kantor lagi ngambil berkas." Bella mengerutkan kedua alisnya, sedikit berpikir. "Nggak ada Bima di kantor, Mel. Kalaupun dia balik lagi pasti ketemu aku." Bella terlihat begitu serius menjawab ucapanku. Siapa yang berdusta di sini? Bella? Apa untungnya? Atau Mas Bima? Buat apa dia berdusta? Sepertinya aku memang harus menyelidiki kejanggalan ini. Tak akan kubiarkan Mas Bima terus membohongi dan membodohiku setiap hari. Lihat saja akibatnya jika sampai dia main serong di belakangku. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
101.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook