bc

Pak Dosen, Suamiku.

book_age16+
7.7K
FOLLOW
44.7K
READ
revenge
possessive
contract marriage
love after marriage
goodgirl
CEO
drama
sweet
campus
coming of age
like
intro-logo
Blurb

Cerita ini sudah pernah dibukukan sejak tahun 2019. Saya publish di sini guna ingin melihat seberapa banyak pembaca Luvina dan Fahri yang sudah lama tidak pernah muncul kabarnya.

Cerita ini akan saya lanjutkan jika kalian ingin saya lanjutkan, jika tidak akan saya hapus.

Salam sehat.

Selalu ikuti prokes.

Salam cintaku.

Best

Irhen Dirga

chap-preview
Free preview
PDS 1
Banyak usaha dan waktu yang Luvina lalui, tapi mamanya tetap keuekuh menjodohkan dirinya dengan anak Tante Rana. Entah kenapa, setiap usaha yang ia lakukan untuk menggagalkan pertemuan keluarga, tak pernah membuat wanita paruh baya itu menyerah. Apakah harus dijodohkan seperti ini? Kenapa Mama tidak pernah membebaskanku memilih pasangan hidup sendiri? Setelah papanya meninggal, sang mama memang lebih mengekang Luvina. Beliau ingin memberikan yang terbaik untuk putrinya. Namun, sesuatu yang dianggap baik itu, justru membuat Luvina bingung dan pusing. Gadis itu berjalan pelan menyusuri koridor kampus, dengan pikiran menerawang lalu memasuki ruangan. Tampak teman-teman seruangannya sedang berkerumun, termasuk Gita, sahabatnya. Luvina menghampiri mereka. Situasi yang sedikit aneh tak seperti biasa, membuatnya penasaran. "Ada apa? Berita apa lagi, nih? tanya Luvina. Meski sebenarnya malas, rasa penasaran menuntunnya ke sana. "Eh, Luvina. Ayo, duduk sini, Vin!" ajak Gita, sembari menarik tangan sahabatnya. "Lo tahu nggak, Vin. Kita kedatangan dosen baru loh, dari Jepang. Lihat nih, gue udah mandi pagi buta demi dosen kita itu. Emangnya lo nggak buka grup w******p, ya?" tanya Nelly. "Oh, enggak. Semalam ponsel gue lowbatt, jadi nggak sempat buka. Ya udah, lanjutkan saja, ya," ucap Luvina, lalu beranjak menjauh dari kerumunan para wanita kesepian. Kenapa kesepian? Karena mereka nggak pernah berhenti mencari perhatian pada lelaki di luar sana. "Lo kenapa lagi mukanya asem begitu? Masih persoalan perjodohan lo?" tanya Gita, yang ternyata sudah keluar dari kerumunan itu. "Hooh ... emang mau masalah apa lagi? Sebel deh, pengin nangis terus tahu nggak!" "Kenapa?" "Nyokap makin keukeuh ngejodohin gue sama anak Tante Rana. Gue males banget, Git. Apalagi gue nggak pernah ngeliat cowok yang bakal dijodohin itu. Pas minta sama nyokap fotonya, atau minta ke Tante Rana foto anaknya itu, ehh ... malah gue dibilang ngebet, agresif. Gue disuruh sabar, dan ntar bakal liat dia di acara hari H nanti. Kan sebel gue, Git!" kata Luvina. Memang gadis itu akhir-akhir ini mengalami sstres, memikirkan perjodohan yang sudah diatur orang tuanya jauh sebelum dirinya itu dewasa. Mengabaikan kebisingan di sebelah, karena ia tak tahan ingin bercerita pada Gita. "Lo khawatir cowok yang bakal dijodohin sama lo itu ... jelek?" "Ada ya, Git nikah, tapi nggak tahu siapa calon suami kita?" "Yah, gue tahu sih, gimana perasaan lo. Tapi kan, kalian itu temen kecil," ujar Gita. Luvina memang melupakan satu hal. Pria yang mau dijodohkan dengannnya adalah teman sewaktu ia kecil. Namun, mereka berteman hanya sebentar, siapa namanya ia pun lupa tak tahu. Lupa. Saat itu Tante Rana menginap di rumahnya hanya semalam, saat ia terbangun di pagi hari, mereka sudah tidak ada. Satu hal yang pasti, anak kecil yang dulu itu gendut, kuat makan, dan berkacamata tebal. Ia mengingat sosoknya, meski tak pernah menilai sesuatu hanya dari penampilan seseorang. "Iya, gue emang pernah temenan sama dia, tapi itu sebentar loh, Git. Tante Rana nginap di rumah gue cuma semalam aja." "Sabar aja kali, Vin, mungkin saja lelaki itu emang udah jodoh lo juga." "Masa iya, umur gue yang baru dua puluh lima tahun harus menikah? Umur kayak kita gini kan, harusnya kuliah ngejar strata dua sampai karir nanti. Masa iya, gue harus nikah? Ya Tuhan ... Gue sebel banget sama hidup gue. Kenapa ya, ada perjodohan di zaman modern kayak gini?" "Sabar dong, Vin, lo kan tahu nyokap lo itu gimana." "Kalau udah kayak gini, gue jadi kangen bokap. "Ya udah, gue bakal dengerin lo sampai cerita lo selesai. Gue yakin kok, Vin, nyokap lo pengin yang terbaik buat lo. Mana ada sih orang tua mau jerumusin anaknya ke lubang maut? Nggak ada, kan? Jadi lo yakin aja, pilihan nyokap lo itu adalah yang terbaik. Ingat lo hanya punya ibu dan kakak, jadi lo musti nurut sama mereka," ujar Gita, membuatnya merasa sedikit tenang, "Tapi, gue tanya deh sama lo, Vin. Satu hal saja ...." "Kenapa tanyain aja." "Terus kalau sama Candra, lo mau nikah?" Pertanyaan Gita itu sedikit mengusik. "Yah, gue kan belum siap nikah." "Sama Candra, cowok lo aja ragu, kan? Pasti keraguan itu ada, kalau kita mau membina bahtera rumah tangga." "Tapi kan Candra mendingan, cowok gue. Lah ini ... liat aja belum, kan?" "Yah terserah lo sih, Vin!" "Stress gue." "Sabar aja, kali." "Perhatian semuanya!" Suara Ibu Chyntia Dosen Informatika-masuk ke dalam ruangan, terlihat sosok lelaki di belakangnya dengan tatapan tajam dan wajah menawan. Tentu saja membuat mahasiswa wanita sampai mengikutinya ke ruangan ini. Terutama Nelly and The Geng, kumpulan para gadis berisik yang sering membuatnya pusing. Yah ... aku akuin lelaki itu tampan dan menarik. "Mohon tenang semuanya! Kita kedatangan dosen tamu, yang akan memberikan beberapa ilmu terapan informatika. Beliau mungkin hanya akan mengajar, paling lama dua bulan. Jadi kalian manfaatkan benar-benar waktu yang ada untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari beliau. Bu Cyntia berdeham kecil sebelum melanjutkan, "Silakan, Pak, perkenalkan diri Anda," ujar Ibu Chyntia, dengan gaya yang benar-benar ganjen. Beliau memang seperti itu. Gaya dan kepribadiannya centil. "Assalamualaikum, dan selamat pagi semuanya. Perkenalkan nama lengkap saya Fahri Will Dermawan. Saya baru saja pindah dari Jepang, dan usia saya tiga puluh satu tahun. Selain karena kepentingan pribadi, kedatangan saya ke Indonesia atas undangan senior saya-rektor universitas ini-untuk memberi beberapa jam mata kuliah." Dosen lelaki itu memperkenalkan diri. "Pak, single, nggak?" Ada celetukan menggoda terdengar. Kasak-kusuk mirip dengungan lebah langsung terdengar riuh. "Tenang semuanya. Biarkan Pak Fahri menjelaskan statusnya, ya?" sambung Ibu Chyntia. "Saya sudah akan menikah." Jawaban Pak Fahri, membuat para gadis histeris tak percaya. Senyuman dosen itu membuatku mengakui, kalau dia memang tampan. "Ya Allah, Vin, ganteng banget!" Gita menyikut Luvina. "Biasa aja kali, Git. Di luar sana masih banyak yang lebih cakep dari dia, kok. Dan lo musti ingat, dia itu udah mau nikah," kata Luvina. "Cakepnya itu menggoda tahu nggak sih, Vin? Lihat deh, dia ganteng, menawan, seksi. Tipe gue banget, belum nikah juga, kan? Masih rencana," seru Gita tanpa berpaling melihat Luvina. Meski Luvina yang diajak berbicara, tapi mata Gita terus saja tertuju pada dosen itu. "Ya Tuhan ... sinting lo! Orang udah punya calon istri aja masih pada gila," kata Luvina jutek. "Semoga ilmu yang akan saya berikan, bermanfaat buat kalian semua, ya. Kita bisa mulai." Kalimat itu resmi membuka sesi kuliah. Dua jam berlalu, tak ada yang membosankan sama sekali. Dulunya para mahasiswa mengantuk, jika mendengar mata kuliah dari Ibu Chyntia dan ingin cepat-cepat selesai. Tapi ketika Pak Fahri yang mengajar, mereka terlihat sangat fokus dan belajar dengan keras. Walaupun, lebih banyak yang memperhatikan wajahnya. Luvina berjalan menyusuri koridor kampus yang masih lengang. Beberapa kelas yang lain memang belum selesai, tapi Luvina harus segera menghadap dosen pembimbing untuk revisi terakhir tesis, sebelum maju sidang minggu depan. Tekad Luvina untuk mengejar wisuda bulan depannya masih kuat. Luvina harus bergerak lebih cepat kalau tidak mau gagal. Mata kuliah Informatika Terapan itu memang Luvina ambil hanya untuk mengisi waktu di antara bosannya mengerjakan tesis. Selain tentu saja mencari tambahan informasi, dan penyegaran untuk materi dan ujian sidang. Terlebih, semua nilai sebagai syarat lulus sudah masuk, tinggal menyelesaikan tesis sampai sidang saja. Ah, apa sih yang tidak bisa dilakukan di kampus swasta. Berapa pun jumlah mata kuliah yang kamu ambil tidak akan masalah selama sanggup membayar. Dan aah, dosen luar negeri itu pasti membawa tambahan informasi berharga. Mungkin saja aku akan mengambil S3 sekalian, sebelum memutuskan bekerja penuh. Bruk! Akibat terlalu khusyuk melamun, Luvina menabrak Pak Fahri yang sedang membawa buku-buku bahan ajarnya tadi. Luvina membantu mengelap kotoran di buku itu dengan tangannya. Akhir-akhir ini Luvina memang kurang fokus. "Maaf, Pak! Saya tidak sengaja," kata Luvina menyesal. "Iya, tidak apa-apa, Luvina!" balas Pak Fahri. Dia lalu berjalan meninggalkan Luvina yang masih tertegun. Dari mana dia tahu namaku? Oh iya ... aku lupa, tadi kan di absen. Aishh, apa sih yang aku harapkan? Ah, aku terlalu kegeeran. Siapa tahu saja karena absen itu makanya dia tahu namaku. Luvina melihat dari kejauhan, Gita mendekat dengan wajah panik. Luvina memicingkan mata. Kabar apa lagi yang dia bawa, sampai membuatnya terlihat panik seperti itu. "Ternyata lo di sini, Vin!" Gita datang dengan napas yang tersengal-sengal. "Napas dulu, Git. Lo kenapa, sih?" "Lo musti ikut gue sekarang." "Ada apa?" "Ya ikut saja." Gita menarik dan membawa Luvina ke suatu tempat. Dia terus menyeret sahabatnya itu hingga ke taman. Tatapannya menunjuk pada Candra yang sedang merangkul seorang gadis. "Lihat tuh cowok lo gaet cewek lain. Woah, gue jadi panas banget nih," ujar Gita sambil mengipasi wajah memakai tangan. Tanpa mendengar Gita, Luvina menghampiri Candra yang sedang merangkul salah satu junior wanita di kampus. Rasanya ingin ia lempar wajah Candra ke laut saat ini juga. Kampret itu sudah menipuku! "Bagus ya, lo di sini!" kata Luvina, membuat kedua pasangan yang sedang mesra itu menoleh. Dengan cepat Candra melepas rangkulan gadis itu dan menghampiri Luvina. "Yang, kamu masuk kuliah? Kamu kan bilang, nggak ada mata kuliah," terka Candra. "Nggak ada mata kuliah? Gue sengaja lah ngomong gitu, karena gue pengin ngebuktiin kata temen-temen gue, kalo lo itu playboy. Ternyata bener, ya? Gue b**o banget, percaya sama lo!" kata Luvina hampir kehabisan napas, karena harus menguras tenaga melabrak Candra. "Maafin aku, Yang. Itu nggak seperti yang kamu lihat, dia-" "Rangkul-rangkulan itu lo bilang gue salah lihat, dan nggak seperti yang gue lihat? Hati lo mana sih?" tanya Luvina menunjuk d**a Candra. "Yang, tapi-" "Gue udah berpikir seribu kali buat nerima perjodohan nyokap gue karena lo, tapi ternyata gini ya perbuatan lo di belakang gue! Mulai sekarang kita Putus! PUTUS! Denger nggak, lo?" Luvina beranjak meninggalkan Candra dan gadis itu yang sedang menunduk. Dia menyusul dan hendak menggenggam tangan Luvina, tapi Luvina tidak ingin melihatnya. Luvina hempaskan genggamannya dan berlalu pergi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook